Hafidz Cerdik

Reads
74
Votes
0
Parts
7
Vote
by Titikoma

Terkenal

“Waalaikumsalam. Iya, Pak. Ada apa ya Pak Marzuki menelepon malammalam begini?” tanya Bu Irma-Ibu Adnan. “Maaf saya menelepon malam-malam, Bu Irma. Jadi begini, in shaa Allah lusa anak saya yang laki-laki, si Zidan, mau khitanan. Nah, bila berkenan, kami sekeluarga mengundang Adnan untuk membacakan tartil Al-Qur’an, Bu. Bagaimana? Bisa kan, Bu?” jelas Pak Marzuki dengan logat suara yang khas. “Oh, jadi begitu. Insha Allah Adnan bisa, Pak. Tapi jam berapa, ya? Soalnya kalau pagi Adnan Sekolah.” “Alhamdulillah, Insha Allah jam tiga sore, Bu. Nanti Adnan biar kami jemput saja.” “Tidak usah repot-repot, Pak. Biar sekalian lusa Adnan berangkat bareng bersama keluarga saja.” “Oh, begitu ya, Bu? Baik, bu, terima kasih banyak. Sekali lagi saya mohon maaf karena sudah menelepon malam-malam. Maaf sudah mengganggu waktu istirahat Bu Irma.” “Sama-sama, Pak Marzuki. Saya malahan senang karena Bapak sudah memberikan kepercayaan kepada anak sayaAdnan untuk mengisi acara tartil Al Qur’an di khitananan anak Bapak.” “Iya, Bu Irma. Istri saya juga sudah lama ingin mendengarkan secara langsung suara merdu lantunan ayat Al Qur’an yang dibacakan Adnan. Biasanya cuma bisa mendengarkan lewat televisi.” Pak Marzuki terdiam sejenak. “Jujur, saya kagum sama Adnan. Saya berharap anak saya si Zidan ini bisa seperti Adnan,” lanjut Pak Marzuki. “Aamiin....” “Kalau begitu saya ucapkan terima kasih, Bu. Semoga Bu Irma sekeluarga bisa hadir dalam acara khitanan anak saya. Assalamu’alaikum.” “Waalaikumussalam,” balas Bu Irma, mengakhiri percakapannya. Seminggu setelah kepulangan Adnan dari Jakarta, selepas mendapatkan Juara 1 dalam ajang Hafidz Cilik Indonesia yang telah diadakan oleh salah  satu stasiun televisi swasta. Kini Adnan telah kembali ke rumah tempat tinggalnya di Desa Paciran, Kabupaten Lamongan. Perjuangan Adnan sebelum mengikuti lomba Hafidz Cilik Indonesia dimulai dari ia mengikuti lomba Tahfidz di tingkat kecamatan, tingkat kabupaten di Lamongan, provinsi Jawa Timur. Alhamdulillah, dari lomba-lomba itu ia selalu juara 1. Saat ia berkompetisi di Jakarta selama dua puluh hari pada bulan Ramadan, ia berhasil membawa nama Pondok Modern PaciranLamongan, pada tingkat nasional. Adnan kembali meraih Juara 1.  Usia Adnan memang tergolong masih muda sebagai Hafidz Cilik, yang sudah menghafakan setengah lebih Juz dalam Al Qur’an yaitu sebanyak 20 Juz. Meskipun di usianya yang berjalan sembilan tahun, Adnan sekarang mulai diundangdalam setiap acara-acara penting di sekitar desa dan bahkan sampai ke luar kota untuk mengisi bagian acara Tilawatil Qur’an. “Nan, kamu sekarang sudah terkenal lho. Bahkan melebihi Shaheer Sheikh ketenaran kamu sekarang,” ledek Kak Ziya, kakak Adnan. “Ya iya tho? Kak Ziya saja yang baru sadar, dari dulu tuh memang aku ini selalu disandingkan dengan aktor ganteng itu. Bedanya aku tuh sampai sekarang masih kecil, belum dewasa kayak Shaheer Sheikh,” terang Adnan. Kak Ziya tertawa terpingkal-pingkal. “Gaya tenan yo kamu sekarang Nan. Kamu disandingkan dengan Shaheer Sheikh, yang tahu kan cuman ibu-ibu tetangga sebelah,” sahut Kak Ziya, lalu tertawa lagi ketika melihat wajah Adnan yang mulai berubah menjadi cemberut. “Kak Ziya ini mah. Jelas Adnan dan Shaheer Sheikh itu beda. Dia kan seorang aktor yang terkenal. Adnan mah udah bersyukur karena Allah memberikan kemampuan daya ingat yang tinggi pada Adnan sehingga Adnan bisa menghafal ayat-ayat suci Al Qur’an. Kalau Adnan jadi tenar, itu tidak sengaja karena Adnan mengikuti lomba Hafidz Cilik Indonesia tingkat nasional. Apalagi Adnan juga jadi juara satu dan acara itu disiarkan secara langsung di televisi,” jelas Adnan panjang lebar. “Iya iya, Kakak ngerti kok. Kakak juga sangat bangga sama kamu Adnan,” kata Kak Ziya, “yang terpentingkamu jangan sombong ya, Nan. Kamu juga harus ingat, hafalan Al Qur’an kamu kurang 10 Juz lagi,” lanjut Kak Ziya. “Iya, Kak. Adnan juga tahu kok. Insha Allahsetelah liburan semester dua nanti, Adnan akan kembali menghafalkan 10 Juz terakhir bagian tengahtengah yang belum Adnan hafalkan.” “Iya, Kak Ziya yakin kok kalau kamu pasti bisa menjadi Hafidz Cilik yang baik dan tentu baik pula akhlak dan budi pekertinya.” “Iya, Kak. Aamiin... Kak Ziya sendiri kapan mulai menghafal Al-Qur’an?” Kak Ziya tertawa sambil meringis. Ia memicingkan mata. “Alhamdulillah Kak Ziya sudah mulai menghafal sejak bulan Ramadan kemarin. Dan Alhamdulillah sekarang sudah dapat dua juz,” jelas Kak Ziya.  “Alhamdulillah. Adnan juga senang.” “Oh ya, Kakak punya hadiah buat kamu. Tapi nanti ya?” Kak Ziya kembali sibuk berkutat dengan ponselnya. Adnan mengerutkan kening. “Kakak lagi ngapain sih?” tanyanya sembari mendekati Kak Ziya. Ia penasaran dengan yang dilakukan kakaknya dari tadi. “Kakak lagi nengok akun media sosial twitter punya kakak nih. Dan kakak baru tau, kalau kamu jadi top tranding topic di twitter,” tukas Kak Ziya, yang masih sibuk memelototi ponselnya. Adnan terlihat tertarik dengan apa yang dibicarakan kakaknya. “Kok kakak bisa tau? Gimana caranya? Adnan mau lihat dong....” Kak Ziya tertawa. Ia memberi isyarat pada Adnan untuk duduk di sampingnya. Adnan pun menurutinya. “Kayak gini caranya, Nan. Coba perhatikan, ya? Ini kakak lagi nge-twit.” Kak Ziya mulai mengetik sesuatu di layar ponselnya. Adnan, semoga kamu menjadi anak yang sholeh, menjadi Hafidz Cilik yang baik pula akhlak dan budi pekertinya. #AdnanSiHafidzCilikIndonesia “Nah, kayak gini caranya, Nan,” tukas Kak Ziya. Adnan mengangguk mengerti. Sekarang ia baru tahu dengan media sosial yang bernama twitter dan cara menggunakannya. Kak Ziya memperlihatkan akun media sosial twitter-nya pada Adnan. “Banyak yang nge-twit dengan hastag tentang kamu, Nan. Kakak nggak nyangka kamu bisa setenar ini,” cetus Kak Ziya agak tercengang. Adnan hanya mengangkat bahu, cuek. “Udah ah... sekarang yang mau Adnan tanyakan pada Kakak, mana hadiah buat Adnan?” tanya Adnan tanpa basa-basi. Kak Ziya menoleh, lalu ia tertawa. “Kamu tuh ya, kalau soal hadiah aja, selalu nggak sabaran.” Kak Ziya mengacak-ngacak rambut Adnan. “Ya udah, bentar kakak ambilkan dulu, ya?” Lalu Kak Ziya pun beranjak menuju kamarnya. Iseng, Adnan mengintip ponsel kakaknya. Ternyata kakaknya belum log  out dari akun twitter-nya. Adnan pun mulai membaca komentar-komentar tentang dirinya. Adnan tersenyum. Alhamdulillah, semua twit-twitnya bernilai positif,” gumam Adnan lega. Ia jadi ingat dengan pertanyaan Kak Sinta sebelum Adnan mempraktikkan salat Idul Fitri di babak final. “Alhamdulillah, bagaimana perasaan Adnan sekarang?” tanya Kak Yahya. “Syukur Alhamdulillah, Adnan senang sekali karena Adnan juga tidak pernah menyangka jika Adnan masih tetap berada di sini sekarang,” jawab Adnan dengan senyumannya. “Iya, Adnan sekarang sudah berada di babak akhir Hafidz Cilik Indonesia, Kak Sinta mau tanya nih, andaikan Adnan yang mendapatkan Juara Satu, Adnan mau menggunakan uangnya untuk apa?” “In shaa Allah Adnan ingin menggunakan uang itu untuk mengajak temanteman Adnan untuk sekolah.” “Teman-teman Adnan? Kalau boleh tahu, siapa teman-teman Adnan itu?” tanya Kak Yahya. “Iya Kak, teman-teman Adnan yang ada di jalanan, namanya Arif dan Udin, dia dari keluarga yang kurang mampu sehingga terpaksa mereka mencari uang dengan mengamen di jalanan.” “Masya Allah, mulia sekali hati Adnan, selain itu untuk apa lagi, Adnan?” “Sisanya untuk disumbangkan ke panti asuhan anak yatim dan panti jompo yang ada di desa Adnan. Banyak sekali panti asuhan anak yatim di sana, dan in shaa Allah Adnan akan menggunakan sebagian sisanya untuk mencabut gigi Adnan.” “Ha ha ha,” tawa Kak Yahya, “Gigi Adnan masih belum copot ya?” tanya Kak Sinta. “Iya Kak, padahal setiap hari Adnan sudah sering menggoyanggoyangkannya dengan lidah.” Adnan menjawab polos sambil mempraktikkan menggoyang-goyangkan giginya yang mau lepas. “Ha ha ha hi hi hi,” tawa Kak Yahya dan Kak Sinta, Ustadz Mirza dan Umi  Salamah pun ikut tersenyum saat Adnan memperlihatkan giginya. “Semoga impian Adnan bisa terwujud, dan semoga gigi Adnan yang sakit juga lekas sembuh.” Kata Kak Sinta. “Baik Adnan, ini adalah penampilan terakhir kamu, silahkan berikan yang terbaik dan yakin kamu pasti bisa.“ Kata Kak Yahya, mempersilahkan Adnan, “Adnan, hati-hati ya... giginya lepas, nanti keluar sendiri.” Ingat Kak Yahya. “Ha ha ha” kali ini tawa penonton juga hampir memenuhi studio, saat Kak Yahya berkata seperti itu. Umi Salamah bahkan menunjukkan senyum lebarnya, Adnan hanya bisa tersenyum dan mulai berkonsentrasi dalam melaksanakan Praktik salat Idul Fitri. “Woy!” Suara Kak Ziya, membuyarkan semua lamunan Adnan. “Kak Ziya ngagetin aja deh.” Kak Ziya mengerutkan kening, penasaran. “Emang kamu lagi mikirin apaan sih?” Adnan nyegir. “Nggak mikirin apa-apa kok, Kak. Adnan jadi inget saat Kak Yahya dan Kak Sinta menanyakan tentang apa yang akan Adnan lakukan kalau berhasil menjadi juara satu. Hadiah uangnya kan sangat banyak, Kak.” Kak Ziya mengangguk-angguk. “Iya, kakak ingat apa jawabanmu waktu itu. Uhm, kamu udah bilang ke Arif dan Udin belum?” “Belum, Kak. Kemarin aku sempat nyari di gang tempat biasanya mereka ngamen tapi nggak ketemu sama sekali. Insha Allahbesok Adnan mulai mencari mereka lagi.” “Iya. Seomga besok kamu bisa menemukan mereka, biar Arif dan Udin bisa mulai sekolah lagi di tahun ajaran baru yang sebentar lagi akan dimulai.” “Iya, Kak. Adnan juga senang kok kalau mereka bisa bersekolah bareng Adnan.” Kak Ziya menyodorkan sebuah kotak persegi kecil yang dibungkus kertas kado bermotif bunga-bunga dengan latar warna kecoklatan. “Ini hadiah yang kakak kasih ke kamu.”  Mata Adnan langsung berbinar. “Hwaa... makasih, Kak. Boleh Adnan buka nggak?” tanyanya tak sabar. Kak Ziya mengangguk. Tanpa perlu menunggu waktu lebih lama lagi, Adnan langsung membuka hadiah dari kakaknya itu. Dan ia pun tercengang melihat isinya. Diambilnya benda di kotak itu. Ia mengerutkan kening. “Apa ini, Kak?” tanyanya sambil menoleh ke arah kakaknya. “Ini adalah MP3 Player, fungsinya kamu bisa mendengarkan lagu atau musik apapun dari benda kecil ini. Kak Ziya memberikan MP3 ini sudah dengan isi memori card-nya yang terisi dengan seluruh surat dalam AlQur’an, urut mulai Juz 1 sampai 30, Surat Al-Baqoroh sampai dengan Surat An Nas. Supaya kamu dapat menggunakan MP3 ini untuk memudahkan dalam menghafalkan Al Qur’an dan mengingat Ayat-ayat Al Qur’an yang sudah kamu hafalkan. Dan kenapa ukurannnya kecil? Agar Adnan bisa membawanya ke mana saja, disimpan di saku baju maupun celana pun bisa, tidak berat pula,” jelas Kak Ziya panjang lebar, “gimana suka gak?” tanya Kak Ziya. “Waa! Subhanaallah luar biasa sekali Kak, jadi Adnan bisa mendengarkan kapan pun Adnan mau?” tanya Adnan, lagi. “Iya, tapi ini sistemnya memakai Baterai seperti handphone, kalu baterai habis berarti kamu harus mengisi baterainya, ini charger-nya,” jawab Kak Ziya sambil memberikan charger-nya. “Sini Kakak tunjukkan cara pengoperasiannya,” kata Kak Ziya, Adnan pun memberikan MP3 itu kepada Kak Ziya, dan memperhatikan setiap langkah-lagkah yang diterangkan oleh Kak Ziya. “Ini kan masih baru, jadi sebaiknya kamu sekarang mengisi baterainya dulu sampai penuh, nanti malam kamu bisa mulai menggunakannya.” “Sip, Kak.” “Oh ya, kamu sudah tahu belum? Lusa Insha Allah Pak Marzuki mengadakan acara Khitanan anaknya dan kamu diundang untuk mengisi tilawah Al Qur’an.” “Iya, Kak. Adnan sudah tau kok. Ibu sudah memberitahu Adnan.” “Ehm, ini nih sekarang yang lagi sibuk. Jadwal padat!Diundang banyak acara penting, jadi top tranding topic di Twitter lagi. Duh, adik kakak memang top deh pokoknya.”  “Apaan sih, Kak?” “Ya sudah sana, isi dulu baterainya, jangan lupa lusa acara khitanan, seminggu lagi acara syukurannya Bu Sumirah, sebulan lagi kita keluar kota acaranya Pak Yoyon nikahan. Dua bulan lagi Kamu sama Ayah dan Ibu berangkat Umroh.” “Kak Ziya hafal betul nih sama jadwalnya Adnan. Pantas nih jadi asisten Adnan nanti kalau ketenaran Adnan sudah melebihi Sheheer Sheikh, hahaha.” “Ingat, asal jangan sombong.” “Siap, Kak,” ucap Adnan mantap sembari mengacungkan dua jempolnya ke arah kakaknya, lalu ia pun beranjak menuju kamarnya.


Download Titik & Koma

* Available on iPhone, iPad and all Android devices