Hati Yang Terbatas

Reads
106
Votes
0
Parts
17
Vote
by Titikoma

Lonely Girl

“Yogyakarta...” bibir Kinanti berbisik.

Suasana Stasiun Tugu penuh dengan orang-orang muda pendatang,

maklum tahun ajaran baru dan banyak yang ingin melanjutkan SMU

meraih gelar sarjana di kota yang mendapat julukan sebagai kota pelajar.

Yogyakarta banyak menerima pelajar dari seluruh indonesia, dan ikut

berpartisipasi dalam pembangunan negara yang baru merdeka. Hampir

20% penduduk produktifnya adalah pelajar dan terdapat 137 perguruan

tinggi.

Yogyakarta merupakan kota yang diwarnai dinamika pelajar dan

mahasiswa yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Perguruan

tinggi yang dimiliki oleh pemerintah adalah Universitas Gajah Mada. Inilah

universitas negeri pertama yang lahir pada masa kemerdekaan. Setelah

itu didirikan Akademi Seni Rupa Indonesia dan Akademi Musik Indonesia,

lalu Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri, yang kemudian menjadi IAIN

Sunan Kalijaga.

“Kinan!” suara Mas Dimas, sepupu Kinan sudah cukup familiar di

telinganya.

Mas Dimas adalah putra dari kakak ayahnya, sebulan lalu Kinanti sudah

bertemu dengannya saat mendaftar dan ujian juga mencari tempat

kostan.

Kinanti melambaikan tangan dan saat bertemu bersalaman. Memang

hubungan sebagai sepupu tidak terlalu akrab jadi saat bertemu juga

bersikap formil.

“Kinan, Mas ada kerjaan jadi habis nganter ke kostan langsung pulang ya.

Juga nggak bisa menemani makan siang, nggak apa-apa ya? Nanti kapankapan waktu senggang Mas akan ajak kamu keliling, dengan catatan Mas

Fauzi kamu nggak marah-marah,” Dimas tersenyum menggoda.

“Wah ternyata hubungan aku dengan Mas Fauzi sudah menyebar tho

sampai ke Yogyakarta?”

“Iyalah Kinan, bulik itu sudah setuju banget sama hubungan kamu dengan

Fauzi yang kabarnya ganteng, baik, dan mapan,” Dimas melirik adik

sepupunya yang tampak merona merah pipinya.

Harus Dimas akui adik sepupunya memang berwajah lembut, putih, dan

ayu. Tapi jelas nggak bisa jadi pacar. Apalagi dengar cerita-cerita ibunya

yang terkadang ngobrol dengan Bulik Sari, bundanya Kinanti yang selalu

membanggakan calon menantunya.

Tapi Dimas juga tidak ketinggalan prahara yang tengah menghantui

hubungan antara bulik dan paklik yang meruncing. Gosip-gosip sih, Paklik

Darso, ayahandanya Kinanti punya WIL alias Wanita Idaman Lain, yang

membuat Bulik Sari jadi emosi.

Mau bertanya pada gadis ayu yang ada di sebelahnya ini Dimas nggak enak

hati, apalagi mereka sangat jarang berkomunikasi karena jarak, kesibukan.

Juga jarangnya ada acara keluarga yang menjadi ajang silahturahmi.

Sepanjang perjalanan antara Malioboro ke Condong Catur tidak terlalu

banyak cerita bergulir, kebanyakan Dimas lebih menjelaskan tentang

tips-tips jadi anak kostan di Yogyakarta. Dari persiapan mental menjelang

ngekost itu sangat penting, sebab akan mengalami bagaimana rasanya

tinggal jauh dari orang orang tua.

Ketika masih tinggal bersama orang tua, biasanya segala sesuatu sudah

disiapkan dan tersedia, misalnya dalam hal makanan atau fasilitas-fasilitas

rumah lainnya. Namun, pada hari pertama ngekost dan seterusnya,

segala sesuatu harus dilakukan sendiri. Oleh sebab itu, sebelum ngekost

ada baiknya sudah mulai melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah secara

mandiri. Mencari makanan yang sehat, bergizi sesuai dangan kantong

kita.

Belajar mandiri segala sesuatu harus mulai dikerjakan sendiri, misalnya

memasak, mencuci baju, membersihkan kamar, bangun pagi untuk kuliah

dan yang terpenting juga harus bisa bersosialisasi dengan lingkungan.

Karena hakikatnya kita makhluk sosial yang pasti membutuhkan orang

lain sebagai teman, penolong saat susah dan menghibur saat kesepian.

Dan Kinanti sesekali tersenyum sambil sedikit berkomentar. Akhirnya

sampai di sebuah kostan khusus putri yang asri dengan tanaman melati,

mawar, beberapa jenis anggrek juga kamboja jepang yang tertata rapi.

Seorang wanita sebaya ibundanya menyambut dengan ramah, “Ayo

masuk Kinan, kamarnya sudah siap. Kamu dapat di lantai atas ya soalnya

lantai bawah sudah penuh.”

Bagi Kinanti menempati kamar di lantai dua yang sekarang tengah

ditatanya malah suatu keuntungan, masalahnya kamar yang terletak di

paling kanan pojok secara tempat merupakan kamar yang jauh untuk

berinteraksi satu sama lain.

Memang Kinanti pada dasarnya tidak mau terlalu banyak terlibat dengan

orang. Kehidupan metropolitan yang individualis sudah melekat sedikit

banyak dalam hatinya.

Dari lantai dua Kinanti bisa melihat seberang jalan dan tampak sebuah

pasar tradisional yang sudah sepi karena jam sudah menunjukkan pukul

14.00, dan juga beberapa warung makan.

Kinanti tersenyum puas karena Mas Dimas sepupunya sudah mencarikan

sebuah kostan yang nyaman, asri, dan tidak perlu susah-susah mencari

makan.

Beberapa cewek yang sepertinya juga tidak terpaut jauh umur mereka

sudah berlalu lalang di beberapa kamar. Dan mereka sesekali menebar

senyum keramahan.

Kinanti merasa nyaman, sepertinya memang Yogyakarta selalu

menawarkan keramahan baik orang-orang asli atau pendatang. Budaya,

makanan, suasananya membuat Kinanti merasakan sesuatu yang sangat

berbeda setelah delapan belas tahun tidak pernah meninggalkan Kota

Jakarta.

Tapi mengingat jelang kepergiannya kemarin sore membuat hatinya

merasa sepi kembali. Jelang keberangkatan ke Yogyakarta ayah bundanya

tengah ribut, bahkan beberapa vas bunga menjadi sasaran kemarahan

mereka.

Bunda yang tampaknya sangat kesal dengan ayah mengambil vas bunga

kristal dan melemparkan ke ruang tamu hingga hancur berkeping-keping.

Belum puas satu vas bunga hancur! Karena ayah hanya diam membisu

saat bunda menanyakan kepastian wanita lain yang menjadi idaman

ayah itu benar adanya semakin terbakar emosi dan kembali melayang

vas bunga lain yang Kinanti tahu itu ayah beli saat tugas ke Malaysia juga

hancur tanpa arti.

Ayah tetap membisu seribu bahasa dan bunda dengan sangat kesal masuk

ke dalam kamar membanting pintu.

Untuk berpamitan saja Kinanti menjadi takut, sudah sekian puluh kali

Kinanti menyaksikan mereka yang ribut semenjak kelas XV tepatnya

keributan tampak. Dan sekarang sudah hampir empat tahun Kinanti

melihat pertengkaran demi pertengkaran tapi kembali membaik sejenak

lalu ribut lagi. Begitu seterusnya tanpa henti.

Berulang kali bertengkar lalu baikan lagi, bahkan kembali mesra seperti

waktu merayakan usia Kinanti ketujuh belas, ayah dan bunda sangat

mesra, bahkan mereka berdua memeluk dirinya dan Kak Melati dengan

penuh kasih sayang.

Apalagi yang lebih membahagiakannya lagi, hubungan dirinya dengan

Mas Fauzi juga direstui. Sebuah pesta tujuh belas yang cukup ramai karena

teman-teman sekolah datang ke rumah dengan berbagai bingkisan.

Semua tampak menyenangkan memasuki gerbang kedewasaan.

Lebih membahagiakan karena Mas Fauzi juga mengutarakan cintanya.

Pria yang dalam pandangan Kinanti terpaut lima tahun dan sudah tiga

bulan terakhir ini mencoba dekati hatinya dan membuat rasa debar yang

sebelumnya tidak pernah hadir. Malam itu menyatakan rasa sukanya dan

resmi Kinanti mempunyai seorang pacar.

Cukup sampai denting dua belas malam, seperti seorang Cinderella semua

akan kembali nyata.

Ternyata besoknya di pagi hari setelah semalam ayah bundanya di

ulang tahun ketujuh belasnya begitu mesra, entah api kemarahan yang

menyulut pertengkaran kembali menyesakkan hati Kinanti yang hanya

bisa menangis di antara tumpukan kado yang masih terbungkus belum

sempat dibuka.

Di luar keributan mengganas, Kak Melati sepertinya memilih menyumpal

telinganya dengan earphone.

Kinanti tidak bisa seperti Kak Melati yang cuek dan memilih kabur dengan

mobilnya saat ayah dan bunda ribut tidak ada habisnya.

Kinanti memilih membiarkan air matanya bercucuran dan satu per

satu hatinya teriris sembilu mendengar dan menyaksikan di balik pintu

pertengkaran demi pertengkaran.

Tapi sekarang tangannya memencet sebuah nomer dan... “Iya pagi

Sayang, masih pagi sekali sudah kangen dengan Mas?” suara lembut Mas

Fauzi dari seberang menyambutnya.

Tapi suara mesra itu berubah menjadi kaget rasa cemas dan, “Tunggu

ya Mas segera ke rumahmu, kamu tidak usah menangis lagi... Mas satu

jaman lagi sampai di rumahmu, semoga hari Minggu tidak macet... sabar

ya... love you...”

Ada sedikit kelegaan di sunyi hatinya. Selama ini setiap ayah dan bunda

bertengkar, yang dilakukan Kinanti hanya bisa memeluk boneka panda

yang merupakan boneka saksi bisu kemesraan ayah dan bunda. Boneka

panda yang didapatkan saat masih kelas 3 Sekolah Dasar, belum ada

pertengkaran dan keributan, dan panda yang mereka belikan saat bersama

Kak Melati menikmati Dunia Fantasi di hari libur yang cerah.

Dunia Fantasi yang dibuka untuk umum pada 29 Agustus 1985, dan

popular dengan sebutan Dufan, merupakan theme park pertama yang

dikembangkan oleh Ancol. Dufan merupakan pusat hiburan outdoor

terbesar di Indonesia yang memanjakan pengunjung dengan Fantasi

Keliling Dunia, melalui berbagai content wahana permainan berteknologi

tinggi, yang terbagi dalam 8 kawasan, yaitu: Indonesia, Jakarta, Asia,

Eropa, Amerika, Yunani, Hikayat dan Balada Kera.

Sepertinya sisa-sisa kebahagiaan masih melekat di hatinya, walau sedikit

demi sedikit terkikis dengan mulainya pertengkaran dari kecil dan sekarang

sudah tidak perlu disembunyikan lagi pertengkaran yang mengerikan pun

telah menguras semua kebahagian di waktu lalu.

Teringat awal-awal pertengkaran ayah bunda, dirinya dan Kak Melati

saling berpelukan. Dan seiring waktu, Kak Melati memilih lebih banyak

meninggalkan rumah dengan mengikuti kegiatan di luar rumah, sementara

Kinanti tetap memilih berdiam diri di rumah hanya berinteraksi dengan

laptopnya, menulis dan menulis menjadi terapi hatinya.

Sudah beratus halaman diary yang tertulis dengan tarian jari jemarinya di

tuts laptopnya. Dan sudah cukup banyak cucuran air mata menemaninya

saat mencurahkan sepi hati dan pedih hatinya saat bingung harus

bercurhat kepada siapa lagi. Kak Melati sudah menemukan dunia dengan

teman-temannya. Sementara Kinanti yang pendiam hanya berteman

dengan laptop dan sahabat maya yang dianggapnya bisa dipercaya.

Walau ada teman-teman kelas, tapi hanya Dian-lah satu-satunya

sahabat dekat. Tetapi Dian pun menemukan dunia penyiaran yang

membuat Kinanti harus merelakan waktu sahabatnya dengan dunia kerja

broadcasting-nya.Pada akhirnya memang hanya laptopnya sahabat setia.

Di tengah keributan kedua orang tuanya, hati dan jari bertaut menuliskan

aksara-aksara bermakna.

Waktu lalu sehari setelah ulang tahun sweet seventeen-nya, Mas Fauzi

datang dengan kaos santai dan tampak wajahnya penuh khawatir.

Sepanjang jalan hatinya juga tidak tenang karena Kinanti baru pertama

kali ini menelepon dengan tangisnya.

Kemarin-kemarin gadis belia yang dicintainya hanya sedikit bercerita kalau

ayah bundanya tengah ribut, sungguh hatinya ikut merasakan kepedihan

gadis yang diam-diam hadir dalam hatinya dan semalam menerima dirinya

untuk menjadi kekasihnya.

Harus Fauzi akui kalau dirinya masih ragu memang jatuh hati ataukah

hanya kasihan dengan gadis yang dikenalnya tidak sengaja di sebuah

acara pernikahan yang dihadirinya itu.

Saat acara resepsi salah satu teman kampusnya, ia bertemu dengan

Kinanti. Dengan baju brokat model sabrina dan rok batik panjang, rambut

dicepol sederhana dan high heel senada brokat ungu tampak natural dan

memesona.

Fauzi yang baru putus dan sempat gonta-ganti cewek langsung terpesona

dan mencari tahu tentang Kinanti.

Tidak terlalu sulit untuk mendekatinya karena Bunda Sari mengenal

mamanya dan langsung tahu maksud usaha Fauzi mendekati putrinya

untuk menjadi teman dekatnya.

Ibunda Sari yang tahu kalau Fauzi seorang pria yang berprestasi selain

tampan, tentu saja mengizinkan Kinanti untuk menjadi pacarnya. Walau

sebenarnya bunda menginginkan Fauzi kalau mau menjadi pacar Melati

saja, putrinya yang sulung dan belum juga punya teman dekat. Tapi yang

dilihat Fauzi pertama kali Kinanti yang waktu itu memang ikut menemani

dirinya menghadiri resepsi, jadi Bunda Sari tidak bisa mengalihkan hati

Fauzi untuk Melati.

Fauzi masuk dengan perlahan dan berdiam diri di depan pintu besi, Fauzi

tahu terdengar pertengkaran yang sudah berlangsung hampir satu jam.

Fauzi menelepon, “Kinan aku di pintu gerbang, kamu keluar ya ...”

Kinanti sudah mandi dan memakai kaos Hello Kitty kombinasi putih

dan hitam, jeans tiga perempat dan sepatu silver treples-nya. Tas

kain cangklong berisi dompet dan telepon genggam disambarnya dan sepertinya Kak Melati sudah kabur duluan saat mendengar bunda dan

ayahnya ribut.

Ini pertama kali Kinanti mencoba kabur dari rumah seperti yang biasa

dilakukan Kak Melati setiap keributan mulai datang. Hatinya berdegup

antara melihat wajah Mas Fauzi yang cakep dan rasa galau hatinya yang

baru saja bahagia memasuki sweet seventen tapi paginya harus kembali

ke dunia nyata, yaitu pertengkaran tidak henti ayah bundanya.

I can’t stand to fly I’m not that naive I’m just out to find The better part

of me

I’m more than a bird… I’m more than a plane More than some pretty face

beside a train It’s not easy to be me... Wish that I could cry Fall upon my

knees Find a way to lie About a home I’ll never see It may sound absurd…

but don’t be naive Even Heroes have the right to bleed I may be disturbed

… but won’t you conceed Even Heroes have the right to dream It’s not

easy to be me (Superman_Five For Fighting)

Fauzi mengecilkan volume lagu Superman-nya Five For Fighting, tangan

kirinya menggenggam sesaat tangan kanan Kinanti, mengalirkan sejenak

ketenangan.

“Kinan sudah tenang saja, kita pergi ya cari makan dulu. Aku lapar belum

sarapan dan kamu pasti juga belum makan apa pun.”

Kinanti hanya mengangguk dan mengikuti saja ke mana Mas Fauzi akan

membawanya.

Hatinya tengah kacau, laptop tidak lagi bisa menenangkan. Dia butuh

suasana lain. Dan seperti ini rasanya kabur dari rumah yang seperti neraka.

Jam menunjukkan pukul 09.00, sudah setengah jam mereka berjalan

menembus tol Jagorawi yang nampak lengang di Minggu pagi.

“Ayo kita makan di McDonalds aja ya, sebentar lagi McDonalds Cibubur

juga buka dan ada menu pagi yang enak.”

Fauzi membimbing Kinanti yang tampak canggung. Dari cerita bundanya,

Kinanti memang anak rumahan dan tidak pernah keluyuran. Sepertinya

ini pengalaman pertama dia kabur dan dengan cowok yang resmi menjadi

pacarnya semalam.

Fauzi membiarkan Kinanti bercerita sambil menikmati sarapan pagi

mereka di restoran cepat saji itu.

“Aku tidak ngerti kenapa mereka jadi berubah saling benci Mas, ke

mana rasa cinta yang ada sampai bisa melahirkan aku dan Kak Melati?

Apa lagi yang mereka cari? Anak-anak gadisnya sudah beranjak dewasa

seharusnya mereka bersyukur karena mampu membesarkan kita putriputrinya dengan baik,” Kinanti tampak putus asa.

“Itulah Kinan, kadang kita tidak paham apa yang ada dalam hati kedua

orang tua kita. Apalagi ayah dan bunda kamu sama-sama orang karier dan

mempunyai komunitas di luar jam rumah, juga kakak kamu! Jadi kita tidak

sepenuhnya bisa tahu apa yang terjadi dengan hati karena lingkungan

mereka.”

“Tapi bukankah semua bisa dibicarakan baik-baik ya...” Kinan tampak

putus asa, memang menyatukan untuk bersama sehari-hari pun sangat

sulit. Semua mempunyai kegiatan dan mungkin ambisi sendiri-sendiri.

Seperti bunda yang masih mengejar untuk menjadi Senior Manager,

demikian juga ayah yang mengejar sampai entah Eselon berapa. Tak jauhjauh Kak Melati juga asyik dengan dunia fotografinya.

Semua sibuk, hanya Kinanti yang bertahan tinggal di rumah bersama Bibi

Daeni, pembantu yang sudah sepuluh tahun ikut keluarganya. Yang sudah

hafal sepenuhnya akan karakter masing-masing.

“Kinan diminum susunya, abis ini kita mau ke mana?” Fauzi bertanya apa

yang Kinanti inginkan. “Nggak tahu, yang pasti aku tidak lagi ingin tinggal

di rumah. Kak Melati saja sudah kabur padahal malam nanti dia sudah

balik ke Surabaya lagi tapi tetap saja tidak mau menunggu jam pulang di

rumah. Siapa pun nggak tahan mendengar ayah dan bunda bertengkar!”

Fauzi prihatin dan menggenggam tangan Kinanti, “Kamu tidak perlu

bersedih lagi, aku ada untuk kamu... selamanya...”

Kinanti merasa melambung, selama ini tidak ada satupun yang

memperhatikan dirinya, tak satupun orang yang bisa diajak berbagi

masalah prahara rumah tangga bunda dan ayahnya. Dian sudah tidak

ada waktu untuknya, setiap hari jam siaran Dian semakin banyak dan

bertambah. Belum lagi undangan untuk menjadi MC mengantri, beruntung

semalam Dian bisa menjadi pembawa acara di hari ulang tahunnya.

“Kita berputar-putar aja ya ke arah Bogor, di sana juga banyak kuliner

lalu aku antar kamu pulang setelah puas berkeliling,” Fauzi meminta

persetujuan.

“Iya aku suntuk di rumah, mendingan sesekali jalan dan kabur. Sudah

biarkan mereka berdua ribut sepuasnya!” suara Kinanti menahan geram.

Perjalanan ke arah Bogor yang didukung udara sejuk membuat hati

Kinanti terhibur, mulai banyak juga mobil-mobil ke arah Puncak karena

hari Minggu, tapi Fauzi tidak mau terjebak kemacetan baik berangkat dan

pulang bila memaksakan ke arah Puncak.

Fauzi memutuskan untuk menikmati jalan saja dan membiarkan Kinanti

berceloteh apa saja, rasanya menjadi pacar dengan umur yang terpaut

lima tahun seperti berpacaran dengan anak kecil yang manja. Selama

ini dirinya selalu dekat dengan cewek yang seumuran dan sudah samasama matang. Dengan Kinanti dirinya seperti seorang kakak yang harus

lebih perhatian dan memanjakannya. Fauzi suka dan suka dianggap lelaki

yang sangat dibutuhkan, sepertinya memang cinta pun mengalahkan rasa

kasihan di awal, ya Fauzi yakin kalau ini adalah cinta.

“Sekarang kamu tidak perlu lagi merasa kesepian Kinan, aku selalu ada

untukmu dan akan menjagamu.” Fauzi menggenggam tangan Kinanti

yang membuat hati Kinanti masih saja berdebar tidak karuan, semua

adalah pengalaman pertama yang menggetarkan. Bagaimana bisa hatinya

juga langsung jatuh hati pada pria yang dewasa, bukan pada pria yang

seumuran di sekolahnya. Bahkan semuanya tampak tertata rapi karena

semua mendukungnya. Semua setuju kalau Fauzi adalah pria yang paling

tepat buat dirinya. Ganteng, pintar, sabar, dan masih banyak predikat

baik yang melekat padanya. Menikmati makan siang di sebuah restoran

Bumbu Desa dengan suasana dan keramahan ala kampung Sunda. Dari

pertama memasuki area parkir hingga tiba di meja resepsionis sapaan

hangat akan segera menghampiri kita.

Teriakan wilujeng sumping menyambut saat pertama kali memasuki area

restoran. Ini adalah teriakan, tidak sekedar sapaan biasa. Arti teriakan

itu sendiri lebih bermakna sebagai sapaan akrab warga kampung dengan

sesamanya. Nuansa akrab inilah yang ingin dibangun di tempat ini. Antara

pengunjung dengan pramusajinya seperti tetangga waktu di kampung,

ramah dan tidak ada batasan. Pakaian yang mereka kenakan juga unik,

mengingatkan suasana persawahan yang teduh dan riuh. Pilihan aneka

menu yang ada di Bumbu Desa yang beragam benar-benar memuaskan

lidah pengunjungnya untuk menuntaskan makan siang yang nikmat Fauzi

dan Kinanti. Bagaimana tidak, di sini display menu tidak sekedar rangkaian

tulisan saja. Tapi benar-benar disusun sesuai menu aslinya. Kita bisa

langsung melihat bentuk dan sajian menu Bumbu Desa secara langsung.

Rasa penasaran nama sebuah menu akan tuntas dengan melihat langsung.

Bumbu Desa terletak di daerah Pajajaran, sejenak setelah selesai makan

berputar mengelilingi kota hujan Fauzi dan Kinanti akhirnya sampai

rumah sudah pukul 20.00. Fauzi mengantar sampai ke rumah dan sempat

berbincang dengan Bunda Sari sembari menikmati secangkir teh hangat

buatan Bibi Daeni, sementara Kinanti izin untuk mandi. Ayah enah ke

mana, selalu begitu sehabis bertengkar biasanya ayah akan pergi dan

pulang entah malam atau pagi, Kinanti tidak selalu mendengarkan jam

pulangnya. Mobil ayah tidak ada di garasi. Kinanti sudah tahu ayahnya

pasti kabur, mungkin benar ke wanita idaman lain seperti yang bunda

sebut-sebutkan dalam pertengkaran.

Sepi merambat walau seharian ditemani oleh Mas Fauz,i tapi kembali ke

rumah tetap hatinya merasa hampa.

“I am the lonely girl... stil...” Kinanti mengetik diary penutup Minggu

malamnya.


Download Titik & Koma

* Available on iPhone, iPad and all Android devices