
by Titikoma

Lonely Girl
“Yogyakarta...” bibir Kinanti berbisik.
Suasana Stasiun Tugu penuh dengan orang-orang muda pendatang,
maklum tahun ajaran baru dan banyak yang ingin melanjutkan SMU
meraih gelar sarjana di kota yang mendapat julukan sebagai kota pelajar.
Yogyakarta banyak menerima pelajar dari seluruh indonesia, dan ikut
berpartisipasi dalam pembangunan negara yang baru merdeka. Hampir
20% penduduk produktifnya adalah pelajar dan terdapat 137 perguruan
tinggi.
Yogyakarta merupakan kota yang diwarnai dinamika pelajar dan
mahasiswa yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Perguruan
tinggi yang dimiliki oleh pemerintah adalah Universitas Gajah Mada. Inilah
universitas negeri pertama yang lahir pada masa kemerdekaan. Setelah
itu didirikan Akademi Seni Rupa Indonesia dan Akademi Musik Indonesia,
lalu Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri, yang kemudian menjadi IAIN
Sunan Kalijaga.
“Kinan!” suara Mas Dimas, sepupu Kinan sudah cukup familiar di
telinganya.
Mas Dimas adalah putra dari kakak ayahnya, sebulan lalu Kinanti sudah
bertemu dengannya saat mendaftar dan ujian juga mencari tempat
kostan.
Kinanti melambaikan tangan dan saat bertemu bersalaman. Memang
hubungan sebagai sepupu tidak terlalu akrab jadi saat bertemu juga
bersikap formil.
“Kinan, Mas ada kerjaan jadi habis nganter ke kostan langsung pulang ya.
Juga nggak bisa menemani makan siang, nggak apa-apa ya? Nanti kapankapan waktu senggang Mas akan ajak kamu keliling, dengan catatan Mas
Fauzi kamu nggak marah-marah,” Dimas tersenyum menggoda.
“Wah ternyata hubungan aku dengan Mas Fauzi sudah menyebar tho
sampai ke Yogyakarta?”
“Iyalah Kinan, bulik itu sudah setuju banget sama hubungan kamu dengan
Fauzi yang kabarnya ganteng, baik, dan mapan,” Dimas melirik adik
sepupunya yang tampak merona merah pipinya.
Harus Dimas akui adik sepupunya memang berwajah lembut, putih, dan
ayu. Tapi jelas nggak bisa jadi pacar. Apalagi dengar cerita-cerita ibunya
yang terkadang ngobrol dengan Bulik Sari, bundanya Kinanti yang selalu
membanggakan calon menantunya.
Tapi Dimas juga tidak ketinggalan prahara yang tengah menghantui
hubungan antara bulik dan paklik yang meruncing. Gosip-gosip sih, Paklik
Darso, ayahandanya Kinanti punya WIL alias Wanita Idaman Lain, yang
membuat Bulik Sari jadi emosi.
Mau bertanya pada gadis ayu yang ada di sebelahnya ini Dimas nggak enak
hati, apalagi mereka sangat jarang berkomunikasi karena jarak, kesibukan.
Juga jarangnya ada acara keluarga yang menjadi ajang silahturahmi.
Sepanjang perjalanan antara Malioboro ke Condong Catur tidak terlalu
banyak cerita bergulir, kebanyakan Dimas lebih menjelaskan tentang
tips-tips jadi anak kostan di Yogyakarta. Dari persiapan mental menjelang
ngekost itu sangat penting, sebab akan mengalami bagaimana rasanya
tinggal jauh dari orang orang tua.
Ketika masih tinggal bersama orang tua, biasanya segala sesuatu sudah
disiapkan dan tersedia, misalnya dalam hal makanan atau fasilitas-fasilitas
rumah lainnya. Namun, pada hari pertama ngekost dan seterusnya,
segala sesuatu harus dilakukan sendiri. Oleh sebab itu, sebelum ngekost
ada baiknya sudah mulai melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah secara
mandiri. Mencari makanan yang sehat, bergizi sesuai dangan kantong
kita.
Belajar mandiri segala sesuatu harus mulai dikerjakan sendiri, misalnya
memasak, mencuci baju, membersihkan kamar, bangun pagi untuk kuliah
dan yang terpenting juga harus bisa bersosialisasi dengan lingkungan.
Karena hakikatnya kita makhluk sosial yang pasti membutuhkan orang
lain sebagai teman, penolong saat susah dan menghibur saat kesepian.
Dan Kinanti sesekali tersenyum sambil sedikit berkomentar. Akhirnya
sampai di sebuah kostan khusus putri yang asri dengan tanaman melati,
mawar, beberapa jenis anggrek juga kamboja jepang yang tertata rapi.
Seorang wanita sebaya ibundanya menyambut dengan ramah, “Ayo
masuk Kinan, kamarnya sudah siap. Kamu dapat di lantai atas ya soalnya
lantai bawah sudah penuh.”
Bagi Kinanti menempati kamar di lantai dua yang sekarang tengah
ditatanya malah suatu keuntungan, masalahnya kamar yang terletak di
paling kanan pojok secara tempat merupakan kamar yang jauh untuk
berinteraksi satu sama lain.
Memang Kinanti pada dasarnya tidak mau terlalu banyak terlibat dengan
orang. Kehidupan metropolitan yang individualis sudah melekat sedikit
banyak dalam hatinya.
Dari lantai dua Kinanti bisa melihat seberang jalan dan tampak sebuah
pasar tradisional yang sudah sepi karena jam sudah menunjukkan pukul
14.00, dan juga beberapa warung makan.
Kinanti tersenyum puas karena Mas Dimas sepupunya sudah mencarikan
sebuah kostan yang nyaman, asri, dan tidak perlu susah-susah mencari
makan.
Beberapa cewek yang sepertinya juga tidak terpaut jauh umur mereka
sudah berlalu lalang di beberapa kamar. Dan mereka sesekali menebar
senyum keramahan.
Kinanti merasa nyaman, sepertinya memang Yogyakarta selalu
menawarkan keramahan baik orang-orang asli atau pendatang. Budaya,
makanan, suasananya membuat Kinanti merasakan sesuatu yang sangat
berbeda setelah delapan belas tahun tidak pernah meninggalkan Kota
Jakarta.
Tapi mengingat jelang kepergiannya kemarin sore membuat hatinya
merasa sepi kembali. Jelang keberangkatan ke Yogyakarta ayah bundanya
tengah ribut, bahkan beberapa vas bunga menjadi sasaran kemarahan
mereka.
Bunda yang tampaknya sangat kesal dengan ayah mengambil vas bunga
kristal dan melemparkan ke ruang tamu hingga hancur berkeping-keping.
Belum puas satu vas bunga hancur! Karena ayah hanya diam membisu
saat bunda menanyakan kepastian wanita lain yang menjadi idaman
ayah itu benar adanya semakin terbakar emosi dan kembali melayang
vas bunga lain yang Kinanti tahu itu ayah beli saat tugas ke Malaysia juga
hancur tanpa arti.
Ayah tetap membisu seribu bahasa dan bunda dengan sangat kesal masuk
ke dalam kamar membanting pintu.
Untuk berpamitan saja Kinanti menjadi takut, sudah sekian puluh kali
Kinanti menyaksikan mereka yang ribut semenjak kelas XV tepatnya
keributan tampak. Dan sekarang sudah hampir empat tahun Kinanti
melihat pertengkaran demi pertengkaran tapi kembali membaik sejenak
lalu ribut lagi. Begitu seterusnya tanpa henti.
Berulang kali bertengkar lalu baikan lagi, bahkan kembali mesra seperti
waktu merayakan usia Kinanti ketujuh belas, ayah dan bunda sangat
mesra, bahkan mereka berdua memeluk dirinya dan Kak Melati dengan
penuh kasih sayang.
Apalagi yang lebih membahagiakannya lagi, hubungan dirinya dengan
Mas Fauzi juga direstui. Sebuah pesta tujuh belas yang cukup ramai karena
teman-teman sekolah datang ke rumah dengan berbagai bingkisan.
Semua tampak menyenangkan memasuki gerbang kedewasaan.
Lebih membahagiakan karena Mas Fauzi juga mengutarakan cintanya.
Pria yang dalam pandangan Kinanti terpaut lima tahun dan sudah tiga
bulan terakhir ini mencoba dekati hatinya dan membuat rasa debar yang
sebelumnya tidak pernah hadir. Malam itu menyatakan rasa sukanya dan
resmi Kinanti mempunyai seorang pacar.
Cukup sampai denting dua belas malam, seperti seorang Cinderella semua
akan kembali nyata.
Ternyata besoknya di pagi hari setelah semalam ayah bundanya di
ulang tahun ketujuh belasnya begitu mesra, entah api kemarahan yang
menyulut pertengkaran kembali menyesakkan hati Kinanti yang hanya
bisa menangis di antara tumpukan kado yang masih terbungkus belum
sempat dibuka.
Di luar keributan mengganas, Kak Melati sepertinya memilih menyumpal
telinganya dengan earphone.
Kinanti tidak bisa seperti Kak Melati yang cuek dan memilih kabur dengan
mobilnya saat ayah dan bunda ribut tidak ada habisnya.
Kinanti memilih membiarkan air matanya bercucuran dan satu per
satu hatinya teriris sembilu mendengar dan menyaksikan di balik pintu
pertengkaran demi pertengkaran.
Tapi sekarang tangannya memencet sebuah nomer dan... “Iya pagi
Sayang, masih pagi sekali sudah kangen dengan Mas?” suara lembut Mas
Fauzi dari seberang menyambutnya.
Tapi suara mesra itu berubah menjadi kaget rasa cemas dan, “Tunggu
ya Mas segera ke rumahmu, kamu tidak usah menangis lagi... Mas satu
jaman lagi sampai di rumahmu, semoga hari Minggu tidak macet... sabar
ya... love you...”
Ada sedikit kelegaan di sunyi hatinya. Selama ini setiap ayah dan bunda
bertengkar, yang dilakukan Kinanti hanya bisa memeluk boneka panda
yang merupakan boneka saksi bisu kemesraan ayah dan bunda. Boneka
panda yang didapatkan saat masih kelas 3 Sekolah Dasar, belum ada
pertengkaran dan keributan, dan panda yang mereka belikan saat bersama
Kak Melati menikmati Dunia Fantasi di hari libur yang cerah.
Dunia Fantasi yang dibuka untuk umum pada 29 Agustus 1985, dan
popular dengan sebutan Dufan, merupakan theme park pertama yang
dikembangkan oleh Ancol. Dufan merupakan pusat hiburan outdoor
terbesar di Indonesia yang memanjakan pengunjung dengan Fantasi
Keliling Dunia, melalui berbagai content wahana permainan berteknologi
tinggi, yang terbagi dalam 8 kawasan, yaitu: Indonesia, Jakarta, Asia,
Eropa, Amerika, Yunani, Hikayat dan Balada Kera.
Sepertinya sisa-sisa kebahagiaan masih melekat di hatinya, walau sedikit
demi sedikit terkikis dengan mulainya pertengkaran dari kecil dan sekarang
sudah tidak perlu disembunyikan lagi pertengkaran yang mengerikan pun
telah menguras semua kebahagian di waktu lalu.
Teringat awal-awal pertengkaran ayah bunda, dirinya dan Kak Melati
saling berpelukan. Dan seiring waktu, Kak Melati memilih lebih banyak
meninggalkan rumah dengan mengikuti kegiatan di luar rumah, sementara
Kinanti tetap memilih berdiam diri di rumah hanya berinteraksi dengan
laptopnya, menulis dan menulis menjadi terapi hatinya.
Sudah beratus halaman diary yang tertulis dengan tarian jari jemarinya di
tuts laptopnya. Dan sudah cukup banyak cucuran air mata menemaninya
saat mencurahkan sepi hati dan pedih hatinya saat bingung harus
bercurhat kepada siapa lagi. Kak Melati sudah menemukan dunia dengan
teman-temannya. Sementara Kinanti yang pendiam hanya berteman
dengan laptop dan sahabat maya yang dianggapnya bisa dipercaya.
Walau ada teman-teman kelas, tapi hanya Dian-lah satu-satunya
sahabat dekat. Tetapi Dian pun menemukan dunia penyiaran yang
membuat Kinanti harus merelakan waktu sahabatnya dengan dunia kerja
broadcasting-nya.Pada akhirnya memang hanya laptopnya sahabat setia.
Di tengah keributan kedua orang tuanya, hati dan jari bertaut menuliskan
aksara-aksara bermakna.
Waktu lalu sehari setelah ulang tahun sweet seventeen-nya, Mas Fauzi
datang dengan kaos santai dan tampak wajahnya penuh khawatir.
Sepanjang jalan hatinya juga tidak tenang karena Kinanti baru pertama
kali ini menelepon dengan tangisnya.
Kemarin-kemarin gadis belia yang dicintainya hanya sedikit bercerita kalau
ayah bundanya tengah ribut, sungguh hatinya ikut merasakan kepedihan
gadis yang diam-diam hadir dalam hatinya dan semalam menerima dirinya
untuk menjadi kekasihnya.
Harus Fauzi akui kalau dirinya masih ragu memang jatuh hati ataukah
hanya kasihan dengan gadis yang dikenalnya tidak sengaja di sebuah
acara pernikahan yang dihadirinya itu.
Saat acara resepsi salah satu teman kampusnya, ia bertemu dengan
Kinanti. Dengan baju brokat model sabrina dan rok batik panjang, rambut
dicepol sederhana dan high heel senada brokat ungu tampak natural dan
memesona.
Fauzi yang baru putus dan sempat gonta-ganti cewek langsung terpesona
dan mencari tahu tentang Kinanti.
Tidak terlalu sulit untuk mendekatinya karena Bunda Sari mengenal
mamanya dan langsung tahu maksud usaha Fauzi mendekati putrinya
untuk menjadi teman dekatnya.
Ibunda Sari yang tahu kalau Fauzi seorang pria yang berprestasi selain
tampan, tentu saja mengizinkan Kinanti untuk menjadi pacarnya. Walau
sebenarnya bunda menginginkan Fauzi kalau mau menjadi pacar Melati
saja, putrinya yang sulung dan belum juga punya teman dekat. Tapi yang
dilihat Fauzi pertama kali Kinanti yang waktu itu memang ikut menemani
dirinya menghadiri resepsi, jadi Bunda Sari tidak bisa mengalihkan hati
Fauzi untuk Melati.
Fauzi masuk dengan perlahan dan berdiam diri di depan pintu besi, Fauzi
tahu terdengar pertengkaran yang sudah berlangsung hampir satu jam.
Fauzi menelepon, “Kinan aku di pintu gerbang, kamu keluar ya ...”
Kinanti sudah mandi dan memakai kaos Hello Kitty kombinasi putih
dan hitam, jeans tiga perempat dan sepatu silver treples-nya. Tas
kain cangklong berisi dompet dan telepon genggam disambarnya dan sepertinya Kak Melati sudah kabur duluan saat mendengar bunda dan
ayahnya ribut.
Ini pertama kali Kinanti mencoba kabur dari rumah seperti yang biasa
dilakukan Kak Melati setiap keributan mulai datang. Hatinya berdegup
antara melihat wajah Mas Fauzi yang cakep dan rasa galau hatinya yang
baru saja bahagia memasuki sweet seventen tapi paginya harus kembali
ke dunia nyata, yaitu pertengkaran tidak henti ayah bundanya.
I can’t stand to fly I’m not that naive I’m just out to find The better part
of me
I’m more than a bird… I’m more than a plane More than some pretty face
beside a train It’s not easy to be me... Wish that I could cry Fall upon my
knees Find a way to lie About a home I’ll never see It may sound absurd…
but don’t be naive Even Heroes have the right to bleed I may be disturbed
… but won’t you conceed Even Heroes have the right to dream It’s not
easy to be me (Superman_Five For Fighting)
Fauzi mengecilkan volume lagu Superman-nya Five For Fighting, tangan
kirinya menggenggam sesaat tangan kanan Kinanti, mengalirkan sejenak
ketenangan.
“Kinan sudah tenang saja, kita pergi ya cari makan dulu. Aku lapar belum
sarapan dan kamu pasti juga belum makan apa pun.”
Kinanti hanya mengangguk dan mengikuti saja ke mana Mas Fauzi akan
membawanya.
Hatinya tengah kacau, laptop tidak lagi bisa menenangkan. Dia butuh
suasana lain. Dan seperti ini rasanya kabur dari rumah yang seperti neraka.
Jam menunjukkan pukul 09.00, sudah setengah jam mereka berjalan
menembus tol Jagorawi yang nampak lengang di Minggu pagi.
“Ayo kita makan di McDonalds aja ya, sebentar lagi McDonalds Cibubur
juga buka dan ada menu pagi yang enak.”
Fauzi membimbing Kinanti yang tampak canggung. Dari cerita bundanya,
Kinanti memang anak rumahan dan tidak pernah keluyuran. Sepertinya
ini pengalaman pertama dia kabur dan dengan cowok yang resmi menjadi
pacarnya semalam.
Fauzi membiarkan Kinanti bercerita sambil menikmati sarapan pagi
mereka di restoran cepat saji itu.
“Aku tidak ngerti kenapa mereka jadi berubah saling benci Mas, ke
mana rasa cinta yang ada sampai bisa melahirkan aku dan Kak Melati?
Apa lagi yang mereka cari? Anak-anak gadisnya sudah beranjak dewasa
seharusnya mereka bersyukur karena mampu membesarkan kita putriputrinya dengan baik,” Kinanti tampak putus asa.
“Itulah Kinan, kadang kita tidak paham apa yang ada dalam hati kedua
orang tua kita. Apalagi ayah dan bunda kamu sama-sama orang karier dan
mempunyai komunitas di luar jam rumah, juga kakak kamu! Jadi kita tidak
sepenuhnya bisa tahu apa yang terjadi dengan hati karena lingkungan
mereka.”
“Tapi bukankah semua bisa dibicarakan baik-baik ya...” Kinan tampak
putus asa, memang menyatukan untuk bersama sehari-hari pun sangat
sulit. Semua mempunyai kegiatan dan mungkin ambisi sendiri-sendiri.
Seperti bunda yang masih mengejar untuk menjadi Senior Manager,
demikian juga ayah yang mengejar sampai entah Eselon berapa. Tak jauhjauh Kak Melati juga asyik dengan dunia fotografinya.
Semua sibuk, hanya Kinanti yang bertahan tinggal di rumah bersama Bibi
Daeni, pembantu yang sudah sepuluh tahun ikut keluarganya. Yang sudah
hafal sepenuhnya akan karakter masing-masing.
“Kinan diminum susunya, abis ini kita mau ke mana?” Fauzi bertanya apa
yang Kinanti inginkan. “Nggak tahu, yang pasti aku tidak lagi ingin tinggal
di rumah. Kak Melati saja sudah kabur padahal malam nanti dia sudah
balik ke Surabaya lagi tapi tetap saja tidak mau menunggu jam pulang di
rumah. Siapa pun nggak tahan mendengar ayah dan bunda bertengkar!”
Fauzi prihatin dan menggenggam tangan Kinanti, “Kamu tidak perlu
bersedih lagi, aku ada untuk kamu... selamanya...”
Kinanti merasa melambung, selama ini tidak ada satupun yang
memperhatikan dirinya, tak satupun orang yang bisa diajak berbagi
masalah prahara rumah tangga bunda dan ayahnya. Dian sudah tidak
ada waktu untuknya, setiap hari jam siaran Dian semakin banyak dan
bertambah. Belum lagi undangan untuk menjadi MC mengantri, beruntung
semalam Dian bisa menjadi pembawa acara di hari ulang tahunnya.
“Kita berputar-putar aja ya ke arah Bogor, di sana juga banyak kuliner
lalu aku antar kamu pulang setelah puas berkeliling,” Fauzi meminta
persetujuan.
“Iya aku suntuk di rumah, mendingan sesekali jalan dan kabur. Sudah
biarkan mereka berdua ribut sepuasnya!” suara Kinanti menahan geram.
Perjalanan ke arah Bogor yang didukung udara sejuk membuat hati
Kinanti terhibur, mulai banyak juga mobil-mobil ke arah Puncak karena
hari Minggu, tapi Fauzi tidak mau terjebak kemacetan baik berangkat dan
pulang bila memaksakan ke arah Puncak.
Fauzi memutuskan untuk menikmati jalan saja dan membiarkan Kinanti
berceloteh apa saja, rasanya menjadi pacar dengan umur yang terpaut
lima tahun seperti berpacaran dengan anak kecil yang manja. Selama
ini dirinya selalu dekat dengan cewek yang seumuran dan sudah samasama matang. Dengan Kinanti dirinya seperti seorang kakak yang harus
lebih perhatian dan memanjakannya. Fauzi suka dan suka dianggap lelaki
yang sangat dibutuhkan, sepertinya memang cinta pun mengalahkan rasa
kasihan di awal, ya Fauzi yakin kalau ini adalah cinta.
“Sekarang kamu tidak perlu lagi merasa kesepian Kinan, aku selalu ada
untukmu dan akan menjagamu.” Fauzi menggenggam tangan Kinanti
yang membuat hati Kinanti masih saja berdebar tidak karuan, semua
adalah pengalaman pertama yang menggetarkan. Bagaimana bisa hatinya
juga langsung jatuh hati pada pria yang dewasa, bukan pada pria yang
seumuran di sekolahnya. Bahkan semuanya tampak tertata rapi karena
semua mendukungnya. Semua setuju kalau Fauzi adalah pria yang paling
tepat buat dirinya. Ganteng, pintar, sabar, dan masih banyak predikat
baik yang melekat padanya. Menikmati makan siang di sebuah restoran
Bumbu Desa dengan suasana dan keramahan ala kampung Sunda. Dari
pertama memasuki area parkir hingga tiba di meja resepsionis sapaan
hangat akan segera menghampiri kita.
Teriakan wilujeng sumping menyambut saat pertama kali memasuki area
restoran. Ini adalah teriakan, tidak sekedar sapaan biasa. Arti teriakan
itu sendiri lebih bermakna sebagai sapaan akrab warga kampung dengan
sesamanya. Nuansa akrab inilah yang ingin dibangun di tempat ini. Antara
pengunjung dengan pramusajinya seperti tetangga waktu di kampung,
ramah dan tidak ada batasan. Pakaian yang mereka kenakan juga unik,
mengingatkan suasana persawahan yang teduh dan riuh. Pilihan aneka
menu yang ada di Bumbu Desa yang beragam benar-benar memuaskan
lidah pengunjungnya untuk menuntaskan makan siang yang nikmat Fauzi
dan Kinanti. Bagaimana tidak, di sini display menu tidak sekedar rangkaian
tulisan saja. Tapi benar-benar disusun sesuai menu aslinya. Kita bisa
langsung melihat bentuk dan sajian menu Bumbu Desa secara langsung.
Rasa penasaran nama sebuah menu akan tuntas dengan melihat langsung.
Bumbu Desa terletak di daerah Pajajaran, sejenak setelah selesai makan
berputar mengelilingi kota hujan Fauzi dan Kinanti akhirnya sampai
rumah sudah pukul 20.00. Fauzi mengantar sampai ke rumah dan sempat
berbincang dengan Bunda Sari sembari menikmati secangkir teh hangat
buatan Bibi Daeni, sementara Kinanti izin untuk mandi. Ayah enah ke
mana, selalu begitu sehabis bertengkar biasanya ayah akan pergi dan
pulang entah malam atau pagi, Kinanti tidak selalu mendengarkan jam
pulangnya. Mobil ayah tidak ada di garasi. Kinanti sudah tahu ayahnya
pasti kabur, mungkin benar ke wanita idaman lain seperti yang bunda
sebut-sebutkan dalam pertengkaran.
Sepi merambat walau seharian ditemani oleh Mas Fauz,i tapi kembali ke
rumah tetap hatinya merasa hampa.
“I am the lonely girl... stil...” Kinanti mengetik diary penutup Minggu
malamnya.