Hati Yang Terbatas

Reads
110
Votes
0
Parts
17
Vote
by Titikoma

One Day

Skripsi Kinanti makin lancar, Pak Dharma sepertinya mulai jenuh juga didatangin terus menerus oleh gadis ayu yang tidak membosankan sebenernya. Tapi juga tidak tega mempersulit karena memang tidak ada alasan untuk menyulitkannya. Kinanti mahasiswi cemerlang dan rajin. “Kinan! Kinan!” Kinan menengok sumber yang memanggilnya dan wajahnya terpekik riang. “Jaka! Apa kabar? Ya ampun kamu kok jadi kurusan sih?” Kinanti langsung memberondong ketua KKN-nya yang tersenyum hangat. “Iyalah aku sedang skripsi juga nih! Semoga bisa juga kekejar wisuda Desember nanti.” Berdua beriringan menuju kantin Kopma yang terletak di sayap Timur Auditorium. “Ya ampun gak terasa ya udah lima bulan kita nggak ketemuan, semua sibuk dengan skripsi sepertinya,” kata Jaka. “Skripsi kamu gimana Kinan? Denger-denger kamu dapat Pak Dharma ya? Beliaukan dosen susah,” sambung Jaka lagi. “Iya sih awal-awalnya susah banget deh Jak, proposal aku sempat ditolak dan disuruh ganti. Tapi untungnya dia mau tahu alasan aku kenapa tertarik mengambil tema perilaku konsumen pemakai kartu ATM sekaligus kartu mahasiswa di bank Nasional,” kata Kinanti semangat menjelaskan skripsinya lebih lanjut. Jaka mendengarkan dengan antusias, pengalaman Kinanti menjadi sekretarisnya selama KKN cukup menempatkan Kinanti di hatinya sebagai gadis yang cerdas, juga sangat enak diajak bekerja sama. Kinanti jadi tersenyum riang, hatinya lega ada teman yang mau mendengarkan panjang lebar kerja kerasnya menggarap skripsi. Hatinya resah dia tidak bisa bercerita tentang skripsi dan mata kuliah tersisa dengan orang yang terdekat di hatinya. Bagus akhir-akhir ini semakin sensitif dengan kemajuan dia, sepertinya  Bagus tidak mau dia lulus cepat dengan predikat cumlaude di tangannya. “Eh gimana hubungan kamu dengan Bagus?” goda Jaka. “Hmmm baik sih, yah baik-baik saja...” Kinanti sedikit ragu. “Syukur deh, oh iya dua bulan lagi Om Paul mau nikah lho! Dia kemarin menelepon aku untuk menghubungi tim KKN. Ada tempat duduk khusus lho buat kita berenam, kata Om Paul kita teman istimewa karena berkat lulus KKN dia Juni kemarin bisa wisuda seperti kita.” Saking keasyikan mengobrol dan tertawa terbahak-bahak, Kinanti dan Jaka tidak menyadari kedatangan Bagus yang tampak kecut wajahnya. Tapi untungnya Jaka bisa bersifat cuek. “Hai Jak, apa kabar?” Bagus bertanya dengan nada dingin. Untungnya Jaka tetap bersikap cuek seolah tak peduli dengan sikap Bagus yang sepertinya tidak suka dia ngobrol dengan Kinanti. “Baik Bro... kamu gimana? Baik-baik saja kan? Eh gimana skripsi kamu udah bab berapa? Asyik banget kalau nanti November kita bisa wisuda bareng,” Jaka bertanya perihal skripsi Bagus. Kinanti jadi tidak enak hati, tadi saking asyik mengobrol tentang skripsinya jadi lupa menginformasikan kalau Bagus belum ambil skripsi semester ini karena ada mata kuliah wajib yang harus diulang. “Aduh Jak, otak aku kan pas-pasan! Nggak secerdas kamu dan Kinanti yang melenggang mulus ambil skripsi! Aku ada mata kuliah wajib yang harus aku ulang jadi yah... mungkin tahun depan aku baru lulus, itu juga kalau nanti dapat dosen pembimbing yang baik.” “Oh... iya nggak apa-apalah Gus, santai aja kali! Kamu pasti bisa lulus tahun depan! Semangat!” Jaka mencoba tersenyum netral, walau dalam hatinya merasa bersalah bertanya dengan sok yakin kalau Bagus juga sedang melewati fase skripsi seperti dirinya dan Kinanti. “Eh Say… katanya lagi mau bimbingan dengan Pak Dharma, kok malah udah nongkrong di kantin bareng Jaka sih?” ada nada sinis dari suara Bagus. Kinanti memilih diam seribu bahasa dan yakin habis ini pasti Bagus akan  marah-marah nggak jelas lagi. “Sayang kok nggak dijawab!” Bagus agak keras. Jaka merasa serba salah, sepertinya dia di posisi yang salah, “Eh maaf Gus… tadi Kinanti sudah bimbingan Pak Dharma dan pas keluar dari ruangan beliau aku memanggilnya, yah seperti yang sudah aku bilang ke Kinanti kalau ada undangan perkawinan dari Om Paul. Seminggu lalu Om Paul menelepon aku dan meminta memanggil semua tim KKN untuk menghadiri acara perkawinanannya. Apalagi dia sudah menyiapkan khusus bangku VIP buat kita-kita lho. Jadi kita usahakan datang ya. Dan masalah kado nanti kita iuran aja! Kita buat kado istimewa dari temanteman lainnya. Aku mau minta tolong Kinanti bagi tugas. Kinan dan kamu mungkin bisa bantu mengontak Lintang dan Latif, sementara Pak Dewo biar aku yang akan hubungi.” Kinanti sedikit lega, tampaknya Bagus sudah tidak terlalu memasang wajah angker, dan mulai meneguk teh botol yang Kinanti ambil dari lemari pendingin. “Iya Jak, nanti aku bantu hubungi Lintang biar Bagus yang akan kontak Latif. Selanjutnya kita saling komunikasi saja untuk kado dan keberangkatan ke undangannya.” Kinanti tidak mau berlama-lama lagi, sepertinya Bagus tidak nyaman dengan kedekatan Jaka dengannya. “Okelah, semangat buat skripsinya ya Kinan. Gus, jaga Kinan! Aku cabut dulu, sampai ketemu lagi di acara Om Paul,” Jaka berlalu dengan cepat. Sekarang berdua dan Bagus memasang wajah jutek. Kinanti yakin Bagus pasti kesal tadi Jaka tanpa ba-bi-bu menyangka Bagus sudah ambil skripsi. “Kamu kenapa sih Gus, kok gitu amat dengan Jaka?” “Hmm aku nggak suka aja kamu ngobrol akrab dengannya! Kamu nggak tahu sih kalau Jaka itu sebenarnya suka sama kamu! Kalau dia belum punya cewek, aku yakin tuh kamu pasti udah dikejar-kejar dan kali aja kamu udah nempel sama dia! Iya kan? Apalagi Jaka pintar! Kaya! Ganteng! Pokoknya beda deh dengan aku,” Bagus ngomong tanpa titik koma. “Gus kamu kok gitu sih ? Aku nggak pernah suka pada Jaka dan kurasa Jaka juga nggak pernah ada hati untukku,” Kinanti membela diri. “Kamu mana tahu kalau cowok itu punya hati, aku bisa meraba kalau Jaka memang suka dengan kamu!” “Terserahlah, aku mau pulang, capek! Mau revisi lagi juga,” Kinanti beranjak berdiri dan memasukkan beberapa diktat ke dalam tasnya. “Oh ya satu lagi, aku tadi kesal banget! Jaka sepertinya menyindir aku yang belum ambil skripsi! Sepertinya aku tercipta jadi orang yang paling bodoh ya! Cepetan aku antar kamu pulang kamu ke kostan!” Kinan hanya bisa menarik napas panjang dan mengekor Bagus menuju parkiran motor, dan sport jantung dengan Bagus yang mengendari motor seenaknya saja.  Acara perkawinan Om Paul memang sangat megah, acara resepsi yang digelar di sebuah taman dengan konsep Garden Party terlihat sangat elegan dan hangat. Pengantin bahkan bisa jalan-jalan kesana kemari menyambut tamutamunya. Dan di sinilah seperti reuni semua hadir dengan wajah yang berseri. Tak terkecuali Kinanti yang hari ini sengaja ke salon mencepol rambutnya lalu di kanan kirinya dihias bunga melati kecil-kecil, serasi dengan baju kondangannya brokat berwarna pink berpita. Bagus juga mengenakan batik klasik. Ada juga Latif, Jaka, dan Evi tunangannya, Pak Dewo dan istri berkumpul di tempat duduk berhias bunga-bunga dengan tulisan Teman-Teman KKN. Hidangan yang sangat lezat dan berlimpah, anak-anak kecil berlarian ke sana kemari. Sebuah pesta pernikahan yang sangat istimewa dan meriah. “Wah setelah aku... kita akan kondangan siapa ya? Om Paul tiba-tiba sudah nyeletuk di antara mereka. “Hahahaha sepertinya sih kalau nggak Kinanti... Lintang !” Jaka menjawab antusias. “Nggak kebalik Jak, kamu kan udah tunangan dengan Evi, tinggal ngeresmiin aja,” Kinanti balik menjawab. “Hahahaha bisa aja kamu Kinan, jangan-jangan malah Latif dulu!” Lintang ikutan nimbrung. “I wish...” Latif menjawab santai, si anak mama ini memang paling nyantai. Kata dia skripsinya nggak kekejar untuk ikutan wisuda Desember juga karena sampai sekarang masih saja revisi proposal. “Ok Guys… makasih ya buat kunjungannya, aku harus temui tamu-tamu lain... enjoy this party...” Om Paul menyambut salam dari teman-temannya dan berlalu. Bagus yang sewaktu datang tampak biasa-biasa saja, setelah percakapan masalah skripsi kembali memasang wajah dingin sampai akhirnya semua berpisah. Sepanjang perjalanan kembali ke kostan, di dalam taksi Bagus diam seribu bahasa. “Kamu kenapa si Gus? Ada yang membuat kamu kesal?” Kinanti bertanya  sembari melepas high heel-nya. “Kalian semua menyebalkan, mentang-mentang sudah mengambil skripsi semua.... topik pembicaraan gak ada yang berubah! Bikin bete aja!” Kinanti memegang tangan Bagus dan menggenggamnya. Kinanti tahu Bagus sedang merasa sangat sensitif. Kinanti berusaha membuat nyaman dan meyakinkan kalau itu semua tidak bermaksud menyindirnya. “Sudahlah, kamu nggak usah kesal hati, tokh semester depan juga proposal skripsi kamu juga akan maju. Setidaknya kalau kamu cepat bisa kejar, Juni tahun depan kalaupun ada halangan Desember tahun depan sudah paling telat untuk kelar. Aku juga bisa konsentrasi ke pekerjaan dulu. Baru kamu wisuda dan setahun bekerja kita akan menikah menyusul Om Paul.” Kinanti berkata lembut mengusap punggung tangan Bagus. “Hmmm ya aku juga berharap begitu! Tapi aku takut aja kamu yang lebih maju dari aku dan lebih mapan akan berubah nantinya!” wajah Bagus mengeras. “Aku tidak akan berubah kalau kamu juga tidak berubah Gus...” Kinanti berusaha tenang.


Download Titik & Koma

* Available on iPhone, iPad and all Android devices