
by Titikoma

Reach The Dream
Segala perjuangan Kinanti siang malam mengejar skripsi agar kelar, juga sisa mata kuliah yang harus dipenuhi di akhir semester menghasilkan nilai maksimal. Sidang skripsi bisa Kinanti lewati dengan sempurna, nilai A dapat Kinanti raih. Semakin memperkuat dirinya menjadi lulusan cumlaude. Tidak ada yang paling membahagiakan ketika namanya dipanggil dalam urutan mahasiswi yang berprestasi dan menerima penghargaan. Saat yang tidak akan dilupa dalam sejarah hidupnya kalau bunda dan ayahnya yang sudah bercerai hadir demi menyaksikan kelulusannya. “Untuk wisudawati Kinanti Pertiwi dengan IPK 3,9 dengan predikat cumlaude dipersilakan ke depan...” MC sudah memanggilnya. Dengan tenang Kinanti maju dan ada rasa haru saat tali toganya bergeser, sekarang dirinya resmi menjadi Sarjana Ekonomi dengan kelulusan yang sempurna. Bayangan Fauzi di awal semester yang sempat membuatnya merasa hancur hadir, masa-masa KKN dan sekarang menghadapi kenyataan dirinya mempunyai seorang kekasih berkelebatan. Tak terasa begitu cepat waktu berjalan dan sekarang untuk pertama kalinya Bagus bertemu dengan kedua orang tua Kinanti. Ayah dan bunda sepertinya tidak terlalu meributkan hubungan mereka. Hanya saja sempat terbersit rasa kecewa juga dari raut bundanya karena Bagus tidak bisa lulus sehebat Kinanti. Tapi sudahlah yang jelas waktu makan bersama selepas Kinanti selesai semua dengan urusan baju kebaya dan toganya, semuanya tampak bahagia, tak terkecuali Bagus. Bagus tidak bisa mencegah kepergian Kinanti kembali ke Jakarta setelah wisuda karena Kinanti sudah akan mulai tes-tes pekerjaan. Kinanti memang mencuri start, saat sedang skripsi juga menunggu waktu wisuda dimanfaatkan untuk menyebar lamaran. Dan ternyata ada beberapa lamarannya yang meminta dia untuk datang dan test interview. “Kinan kuharap kamu akan bersabar menunggu aku dan ingat aku akan tetap mengawasi dan menjagamu, walau jarak yang memisahkan kita. Kinan aku sangat mencintaimu dan kumohon jangan pernah main-main dengan cinta kita!” Kinanti tersenyum melihat kekhawatiran yang jelas terpancar dari wajah Bagus, walau Bagus kadang marah tapi Kinanti tahu kalau memang Bagus sangat mencintainya dan ingin memiliki sepenuhnya. Hanya saja memang mereka harus bersabar untuk menjemput masa depan. “Gus kamu nggak usah berpikiran macam-macam, aku akan setia dan menunggumu kembali ke Jakarta juga. Lagi pula kita bisa saling mengunjungi di week end,” Kinanti menggenggam tangan Bagus dan mencium pipinya karena kereta api Senja akan membawanya kembali ke Jakarta. Kinanti memenuhi beberapa panggilan kerja, ada beberapa perusahaan yang memanggilnya. Dari psikotest, interview yang langsung sistem gugur saat itu juga dan ada yang menunggu pengumuman. Ternyata IPK tinggi pun tak menjamin mudah untuk mendapatkan pekerjaan dengan cepat. Sudah dua bulan Kinanti bergelut dengan berbagai tes, tapi belum ada juga yang menerimanya. “Kinan, hai… kamu lagi apa?” Kinan yang tengah membuka sebuah majalah yang tadi dibeli di bawah gedung Menara Jakarta karena menunggu tes panggilan kaget juga, tidak menyangka akan bertemu dengan Jaka yang memakai jas. “Jaka!” Jaka tersenyum gembira. “Kamu ngapain juga di sini?” Kinanti bertanya antusias. “Aku kerjalah, aku udah dua bulan di sini. Kamu lagi apa? Hmmm kamu lagi nunggu test interview ya?” Jaka menebak gembira. “Iya, aku udah tes ketiga nih, sepertinya ini test final.” “Hmmm iya kamu akan ketemu dengan HRD dan user yang akan menjadi atasanmu. Tenang saja ini akan lebih santai daripada tes pertama dan kedua. Di tes ketiga kalau user-nya cocok kamu akan diterima dan nego gaji, lalu tanda tangan kontrak kerja. Aku yakin kamu bisa Kinan, kamu apply untuk bagian apa?” “Asisten Produk Marketing,” jawab Kinanti yang mendadak antusias karena keterangan Jaka barusan membuat dirinya bersemangat lagi untuk bertempur mendapat pekerjaan yang layak sesuai dengan IPK-nya yang sempurna. “Kinanti Pertiwi,” seorang HRD yang Jaka kenal juga memanggilnya. “Good luck Kinan, kamu pasti bisa. Nanti satu jam lagi aku tunggu ya di sini,” Jaka mengacungkan jempolnya. “Ok,” Kinanti merasa lebih tenang menghadapi test interview yang menjadi tes ketiga setelah psikotes, interview pertama dan ini kedua. Dalam sebuah ruangan yang tidak terlalu luas ada dua orang pria, yang pertama udah berkisar 45 tahunan dan yang kedua lebih muda, sepertinya berumur 35 tahunan. “Kinan, saya Niki sebagai Manajer HRD dan ini Pak Andi, Manajer Produk Marketing yang tengah membutuhkan asisten. Dari sekian pelamar ada beberapa yang kami anggap cocok, termasuk Anda. Jadi yang akan bertanya banyak adalah Pak Andi yang nantinya kalau kamu keterima setiap hari akan berhubungan dengan beliau.” Ternyata Pak Andi orangnya lebih santai, membuat Kinan lancar-lancar saja menjawab pertanyaan beliau yang banyak seputar kegiatan keseharian dirinya dan sempat berdecak kagum dengan angka-angka yang tercetak di transkrip nilainya. “Sepertinya Kinan kamu pekerja keras dan serius ya, kuliah kamu tempuh empat tahun dan cumlaude. Semoga bekerja sama dengan saya akan membuat kamu bersemangat seperti nilai-nilai kamu ini yang sangat hebat.” Tampaknya Pak Andi sudah menjatuhkan pilihan untuk menerimanya dari kalimat yang barusan dia ucapakan. Tapi Kinanti tidak mau gegabah bahagia karena kemarin dia juga sempat yakin diterima setelah interview terakhir, nyatanya sampai batas menunggu telepon panggilan selanjutnya tak kunjung datang dan berarti otomatis dia gugur di tes terakhir. “Pak Niki saya menerima Kinan, tolong untuk interview masalah salary seperti yang sudah kita diskusikan range-nya dan masalah-masalah HRD Bapak tanganin bersama Kinan. Soalnya saya ada meeting nih jam 17.00 dengan supplier,” Pak Andi beranjak pergi. Kinan lihat sekilas mereka berdua sebelum berpisah berdiskusi dan sekarang Pak Niki sudah mulai menginformasikan masalah gaji, kontrak kerja, dan fasilitas-fasilitas yang akan diterima selama bekerja di perusahaan multinasional yang bergerak dalam makanan sehat. “Kinan gimana tesnya?” Jaka yang sudah membawa tas kerjanya menghampiri Kinan yang juga sudah selesai tanda tangan semua yang berhubungan dengan kontrak kerja. “Aku diterima kerja Jaka, Alhamdulillah akhirnya...” Kinanti berbinar riang, kali ini Kak Melati dan bunda pasti sangat bahagia mendengar dirinya diterima di sebuah perusahaan multinasional. “Kinan di bawah ada cafe kopi, ngopi yuk, aku yang traktir deh!” ajak Jaka. “Ayo, sesekali refreshing. Udah dua bulan ini aku berkutat dengan tes-tes dari interview satu ke interview lain.” Sore itu banyak juga pengunjung datang, sepertinya rata-rata orang kantoran dalam gedung Menara Jakarta saja. Ada yang santai tapi ada juga yang sembari meeting dengan sibuk presentasi. “Aku senang kamu ikutan nyoba lowongan yang aku kasih beberapa bulan lalu ya Kin,” Jaka mengawali percakapan setelah dua ukuran tall kopi mochacino-nya datang. “Ia, aku nggak nyangka juga akan ketemu kamu di sini, tapi kamu udah langsung masuk kerja setelah wisuda. Keren, nggak pakai nganggur kaya aku.” Kinanti menyesap kopi yang rasanya nikmat sekali. Hatinya berbunga, Senin depan dia sudah menjadi karyawan salah satu perusahaan makanan kesehatan multinasional, bukan lagi mahasiswa yang rasanya baru kemarin menghabiskan waktu KKN, skripsi mengejar-ngejar Pak Dharma dan wisuda. “Gimana Bagus, kamu masih jalan sama dia kan?” Jaka bertanya hubungan Kinanti dengan Bagus. “Iya baik-baik saja Jak, yah semoga long distance tetap membuat hubungan kita baik-baik saja. Berharap juga Bagus segera bisa menyelesaikan kuliah dan balik ke Jakarta juga. Orang tuanya kan juga menetap di Rawamangun.” “Ooo iya deh semoga apa yang kamu harapkan akan tercapai dan hmmm jalan kita masih panjang Kinan. Kita baru saja menapaki dunia kerja dan aku masih ingin mengejar karier juga kesempatan mengejar S2.” “Evi gimana? Setuju? Jangan-jangan dia sudah segera menunggu kamu lamar lho Jak!” Kinanti mengingatkan Jaka, apalagi mereka sudah bertunangan. “Entahlah Kin, kuharap Evi juga mau ngertiin aku dengan ambisiku. Dia juga tengah merampungkan skripsinya, tapi semoga Juni dia bisa ngejar wisuda.” Baru sekali ini Kinanti lihat wajah Jaka kusut, sepertinya memang ada masalah antara mereka berdua. “Yah sabar Jak, pasti dalam hubungan selalu ada saja masalah. Kamu pikir aku dan Bagus baik-baik saja?” keterbukaan Jaka sepertinya membuka sebuah celah untuk Kinanti berbagi apa yang dirasakan hubungannya dengan Bagus. “Memang kenapa dengan Bagus?” Jaka jadi mengernyitkan wajahnya. “Bagus selalu merasa kalah dan tersaingi dengan aku. Setiap ngebahas mata kuliah, skripsi atau segala hal yang berhubungan dengan kuliah dan masa depan dia akan marah. Dan semakin kesal bawaannya termasuk pada kalian saat acara perkawinan Om Paul, sepanjang jalan dia marah-marah terus. Dia merasa orang yang paling bodoh dan paling gagal. Padahal aku inginnya kita saling terbuka dan saling menolong, bukan malah jadi bersaing,” Kinan merasa lega bisa bercerita apa yang dirasakannya. “Hmm kalau dia marah apakah suka kasar?” Jaka bertanya lanjut. “Yah kadang ucapan-ucapannya menusuk hati dan kalau dia kelihatan geram aku takut juga tangannya bergetar, dan seperti mau melayang ke badanku saja.” “Hmmm, yah seperti kamu bilang Kinan, kadang kita tidak cukup waktu memahami pasangan kita, waktu juga yang akan mengurai kebenaran karakternya. Seperti Bagus yang kamu kenal di KKN sangat perhatian sampai merebut hatimu, semakin ke sini ternyata dia semakin posesif yang malah membuat hubungan kalian menjadi tidak nyaman. Demikian aku dengan Evi, tadinya aku merasa nyaman dengan dia yang membiarkan aku mengejar ambisi dulu setelah siap kita menikah, nyatanya sekarang dia tidak sabar untuk segera dilamar padahal aku tidak akan ke mana-mana. Kita sudah tunangan, hanya butuh waktu aku settle dengan pekerjaan. Sekarang setiap hari dia menelepon aku, kesannya malah seperti teror untuk segera meresmikan dalam perkawinan. Aku belum siap Kinan! Aku belum seratus persen mantap dengan pekerjaan dan karierku, aku ingin lihat setahun bekerja di sini dan melihat prospeknya sembari cari-cari kesempatan mengambil S2.” Kinanti mendengarkan dengan seksama. Dan senja itu seperti senja nostalgia juga senja berbagi.