Kesempurnaan Cintamu

Reads
136
Votes
0
Parts
26
Vote
by Titikoma

Awal Pedekate Yang Menyedihkan

Hidup emang penuh misteri, manusia nggak pernah tahu gimana ke depannya. Seperti hidup gue berawal ditinggal Desi, terus sakau bibir, ketemu banci sampai akhirnya gue dipertemukan dengan Devi Anggraini. Semua terjadi di luar dugaan gue. Ini kebetulan semata ataukah memang takdir Tuhan? Ngomongin soal Devi, dia cantik tiga kuadrat apalagi bibirnya. Aduh, bikin gue mabuk kepayang. Sudah seminggu gue kenal sama dia. Meskipun dia itu jutek bin judes tapi sebenarnya dia baik dan care sama sahabat. Gue jadi naksir sama dia. Mumpung mala mini malam Minggu, gue ajakin dia ngedate aja kali ya? Semoga mala mini menjadi awal pedekate yang menyenangkan. Lebih baik lagi kalau gue bisa menaklukkan hatinya mala mini juga. Jari-jari gue mulai menari indah mengetik pesan buat Devi. To : Devi cantik. Hay, Devi cantik. Lagi ngapain? Kita jalan yuk! Mumpung malming! Gue lagi bête! Baru aja pesan gue terkirim eh sekarang HP sudah bunyi lagi. Gue lihat layar HP, langsung bikin hati gue melonjak kegiranganj. Secara Devi balas sms gue cepat. Gue jadi nggak sabar ingin lihat sms dari Devi. Tanpa banyak cincong, gue klik open. From : Devi Cantik Sorry, gue nggak bisa cz gue lagi sibuk pake banget pula. Ini cewek bikin gue makin penasaran aja. Diajakin malah sok jual mahal. Tapi bukan Adipati Dimas namanya kalau nggak bisa menaklukin cewek. Otak gue mulai berpikir keras untuk menemukan gimana caranya biar mala mini Devi mau gue ajakin jalan. Setelah beberapa menit berpikir, “Aha, gue dapet ide bagus!” Jari-jari gue kembali menari lincah mengetik balasan dari Devi.  To : Devi Cantik Yakin nggak mau? Jangan nyesel ya kalau ntar lo dipecat om gue gara2 nolak gue. Gue Cuma minta temenin gue jalan kok. Kalau lo mau ntar gue suruh om gue naikin gaji buat lo. Setengah jam gue menunggu sms balasan dari Devi tapi nggak dating juga. Gue jadi gelisah sendiri. Devi lo kemana sih? Apa gue telpon dia aja ya? “Telpon … nggak … telpon … nggak,” mulut gue sibuk komat-kamit. Sedangkan tangan gue sibuk menghitung kancing kemeja gue gue kenakan. Dan kancing baju terakhir menunjukkan telpon. Berarti gue harus nelpon Devi. Gue memencet nomor Devi, lalu HP gue dekatkan ke telinga. Tuuut … Tuut Panggilan gue belum tersambung juga. Huft, bête juga sih kalau nggak ada nada sambungnya. “Ya, Allah ya Tuhanku buat lah agar Devi segera mengangkat telpon dariku dan buat juga dia mau menerima ajakan kencan denganku mala mini. Amin,” doaku dalam hati. “Halo,” terdengar suara Devi di seberang telpon. Alhamdulilah, do ague langsung dikabulkan oleh Allah. Mendadak keringat dingin mulai bercucuran dari kening gue. Nggak tahu kenapa setiap telponan sama Devi pasti gue grogi dan gemetar gitu. “Halo, Dim lo niat nelpon nggak sih? Kalau nggak niat gue matiin telponnya!” Devi berbicara dengan ketus. Gue mengelus dada. Menghadapi cewek galak kayak Si Devi memang harus penuh kesabaran. “Jangan! Gue niat nelpon lo kok,” ujar gue. “Ada apa Dim?” “Gue Cuma mau nanya, kok lo nggak bales sms gue lagi?” “Hehehe … sorry pulsa gue habis.” “Terus jawaban lo apa?”  “Jawaban apaan?” Gue menepuk jidat. Si Devi ditanyain dia malah nanya balik. Cantik-cantik kok pikun. “Itu lho jawaban mau nggak gue ajakin jalan malam ini?” “Boleh deh. Tapi jam 8 malam aja ya! Kita malam ini ketemuan di warung bakso Pak Bambang aja ya? Gue lagi pengen makan bakso.” Jawab Devi. Yes, akhirnya Devi luluh juga sama ajakan gue. Siapa sih cewek yang bisa nolak Dimas? Tuuut … Tuut Tiba-tiba Devi memutuskan sambungan telepon dari gue. Dasar Devi nggak sopan banget! Gue kan masih pengen ngobrol lama sama dia. Hmmm … tapi nggak apa-apa deh yang penting sekarang Devi mau jalan sama gue di malam Minggu. Gue ngacir ke kamar mandi. Saatnya siapa-siap kencan pertama. Gue harus mandi yang bersih lalu dandan yang cakep. “Devi, liat aja ntar lo mala mini pasti bakal terpukau oleh ketampan wajah gue, hahaha,” ucap gue bangga di depan cermin.  Di warung Bakso Pak Bambang… “Deviiii … lo ngomong dong! Bete tau, lo dari tadi diem mulu! Makanan lo juga Cuma diaduk-aduk aja,” teriak gue sambil mengguncang tangannya. Gue kesal tiga kuadrat sudah setengah jam gue sama dia ada di warung bakso ini tapi Devi diam aja. Kalau dicuekin kayak gini gue ngerasa dianggap patung. Devi Cuma menyengir, seperti bayi tanpa dosa. “Sorry, Dim gue nggak konsen. Soalnya gue lagi ada masalah.” “Masalah apa? Kalau lo ada masalah cerita dong ma gue! Siapa tahu gue bisa bantu meringankan masalah lo? Masalah itu jangan dipendam sendirian.” Lagi-lagi Devi hanya diam. Ia menyeruput minuman yang ada di hadapannya lalu ia kembali mengaduk-aduk bakso. Gue jadi serba salah deh berhadapan sama Devi. Kalau Devi lagi kumat galaknya hati gue gondok, tapi kalau dia Cuma diam aja kayak patung hati gue malah ngerasa hampa. Gue kangen Devi yang galak. “Oh jadi ini Dev alasan kamu menolak aku ajak kencan,” terdengar suara cowok di sebelah gue. Gue sama Devi sontak menoleh ke samping. Seketika gue melihat cowok ganteng, tinggi, berkulit putih, hidung mancung, dan rambutnya seperti rambut Morgan Oey. Glek! Gue menelan ludah, “Cowok di samping gue perfect banget, dia siapanya Devi ya? Mana dia bilang kencan pula.” Hati gue mulai terbakar api cemburu. “Rifky, ngapain kamu ke sini?” Tanya Devi. Gue manggut-manggut. Jadi nama cowok ini Rifky. Wah, nama yang cakep mirip nama artis yang main sinetron Anak-anak manusia. Itu lho Rifky bawel. “Gue lagi bête abis lo gue ajakin kencan malah nolak. Makanya gue ke sini. Ternyata gue di sini malah melihat penghianatan lo sama cowok lain.” Nada bicara Rifky mulai meninggi. “Kenapa lo nggak suka lihat gue jalan sama cowok lain?” “Bukan nggak suka tapi hati gue sakit. Kurang apa sih gue selama 7 tahun menjalin cinta sama lo? Balasan lo malah sebuah penghianatan!” “Kalau lo nggak suka mulai sekarang kita putus!” bentak Devi. Aduh, gawat nih suasana makin memanas. Gue harus segera melerai pertengkaran mereka sebelum terjadi adegan tampar-tamparan seperti di sinetron-sinetron Indonesia. “Oh, jadi itu maumu? Oke, fine. Mulai sekarang kita putus!” setelah mengucapkan kalimat itu Rifky pun pergi dari hadapan kami. Gue bernapas lega, akhirnya dia pergi juga. Nggak ada yang bisa ganggu kemesraan gue sama Devi lagi. Pandangan mat ague beralih ke Devi. Gue melihat air mata Devi mengalir deras di pipinya. Sekarang gue ngerti kenapa Devi sempat menolak ajakan kencan dari gue ternyata dia lagi ada masalah sama cowoknya. Ancaman gue tadi sore malah bikin masalah Devi tambah keruh. Gue benar-benar nggak menyangka mala mini merupakan awal pedekate yang menyedihkan. Aduh, gue makin ngerasa nggak enak sama Devi. Gue sudah menghancurkan kebahagiannya. “Maafin gue ya Dev! Gara-gara gue ngajakin lo jalan, lo malah putusan ma cowok lo,” ujar gue dengan nada sedih. Gue kan cowok macho, kalau gue salah y ague segera minta maaf sama orang itu. “Nggak apa-apa kok Dim. Gue justru berterima kasih sama lo.” Dahi gue berkerut, “Hah? Berterima kasih? Berterima kasih atas apa?” Tanya gue bingung. “Berterimakasih karena lo sudah bantuin gue buat putusan sama Rifky,” jawab Devi seraya menyunggingkan senyumannya. Gue tahu banget bahwa senyumannya itu adalah senyum terpaksa. “Lo yang sabar ya Dev. Mungkin Rifky bukan jodoh lo,” ucap gue mencoba menenangkan hati Devi. Padahal dalam hati gue melonjak kegirangan. Akhirnya Devi putus juga sama cowoknya. Harapan gue memiliki Devi makin terbuka lebar. 


Download Titik & Koma

* Available on iPhone, iPad and all Android devices