Kesempurnaan Cintamu

Reads
134
Votes
0
Parts
26
Vote
by Titikoma

Telat Jadi Pahlawan

 Malam ini gue galau lagi. Galaunya itu gara-gara Devi sudah 4 hari nggak masuk kerja. Konon kata Ivana, Devi ambil cuti selama 7 hari. Dia c karena depresi pasca putusan sama cowoknya. Devi Anggraini, 2 kata saja tapi namanya sangat indah di hati gue. Meskipun sikap Devi selalu jutek bin judes di hadapan gue, gue nggak pernah bisa marah sama dia. Yang ada malah bikin hati gue makin ingin menaklukkan hatinya. Kayaknya gue mulai jatuh cinta sama Devi nih. Baru kali ini gue jatuh cinta sama cewek judes. Rasanya itu sesuatu banget. Salah satu cara biar gue bisa menaklukkan hati Devi adalah dengan cara gue harus bisa pahlawan di hatinya. Pahlawan karena berhasil menyembuhkan luka hatinya. Tapi gimana caranya ya? Gue menggaruk kepala yang gatal. Dulu waktu gue naklukkin hati Desi Azzahra gampang banget. Cukup kasih rayuan gombal dan bunga aja dia sudah kelepek-kelepek ma gue. Nah, Devi beda sama Desi Azzahra. Dia nggak mungkin mempan dirayu memakai gombalan dan bunga saja. Gue mondar-mandir nggak jelas di depan kamar. Sebab gue pernah baca di sebuah artikel yang ada di internet, katanya kalau mondar-mandir selain bisa menyehatkan badan juga bisa menumbuhkan ide-ide cemerlang dalam waktu yang cepat. Setengah jam telah berlalu. Aha! Bola lampu menyala di otakku. Akhirnya aku menemukan ide cemerlang untuk menaklukkan hati Devi. Om gue, beliau pasti bisa membantu gue menaklukkan hati Devi. Gue minta beliau untuk memberi tugas di luar kota bersama Devi. Kota yang gue tuju adalah Malang, biar bisa sekalian mendaki gunung. Cewek tomboy, jutek bin judes kan biasanya suka banget berpetualang dan mendaki gunung. Tempatnya juga bisa dijadikan tempat yang romantic. Gue mengambil HP untuk menelpon om gue meminta persetujuan beliau tentang ide gue. Om kan sayang sayang banget sama gue. Pasti beliau langsung menyetujui ide gue.  “Halo, maaf om malam-malam saya ganggu om,” ujar gue ketika telpon mulai tersambung. “Nggak apa-apa kok Dim, ada apa nelpon? Tumben amat.” “Gini om saya teh nelpon hanya ingin minta bantuan om.” “Bantuan apa?” “Zttt …. Bla … bla …” gue menceritakan ide tadi ke om secara jelas. Hati gue harap-harap cemas takut beliau nggak setuju dan marah sama gue. Gue tunggu-tunggu jawabannya si om malah diam. Gue lihat layar HP, telpon masih tersambung. Aduh, jadi serba salah gue. “Halo, om. Kalau om keberatan dengan ide saya the nggak masalah kok. Tapi om jangan marah ya?” “Siapa bilang om nggak setuju?” “Jadi gimana?” “Ya, pasti om setuju dong. Udah lama juga om merencanakan kamu dan tugas di luar kota.” “Serius om?” “Kapan sih om main-main sama kamu?” “Wah, makasih banyak ya om? Om baik banget.” “Iya, sama-sama. Oh ya udah dulu ya telponannya, om sudah disuruh tantemu buat tidur lebih cepet.” “Oke, om. Sekali lagi makasih ya?” Klik, gue mematikan sambungan telpon. Gue melonjak kegirangan detik ini juga. Yes, akhirnya harapan gue untuk menaklukkan hati Devi semakin terbuka lebar. “Ya, Alllah. Hamba mohon, restui aku berjodoh sama Devi.” Gue berdoa khusus dalam hati. Gue sengaja berdoa seperti itu. Karena kalau Allah sudah merestui segala yang kita inginkan maka hal yang kita inginkan itu mudah terlaksana.  “Devi, tunggu cintaku di hatimu!” gue teriak sekencang-kencangnya. Begitulah gue kalau lagi senang teriak-teriak sendiri. Nggak peduli bakal dimarahi orang sekampung. Berhubung ini sudah larut malam, gue mau tidur dulu ahh. Semoga esok hari Devi sudah kembali masuk kerja. Jadi om gue bisa melaksanakan ide gue. Cerahnya sinar matahari di pagi ini seolah menyambut kebahagiaan gue. Begitu gue memasuki kantor redaksi gue melihat Devi sudah stand by di meja kerja. Gue langsung memanjatkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT, karena beliau telah mengabulkan doa gue dengan cepat bahkan lebih cepat dari yang gue kira. Dari kejauhan gue melihat penampilan Devi ada yang berbeda. Tapi apa ya? Gue mencoba mengingat-ingat lagi tapi tetap aja nggak bisa menemukannya. Ya, sudahlah. Lupakan! Yang penting Devi sekarang sudah masuk kerja lagi. Dengan hati berbunga-bunga gue melangkahkan kaki untuk mendekati Devi. Gue semakin nggak sabar ingin mengobrol sama dia lagi. “Lo serius Dev sudah jadian sama cowok yang mirip Adipati Dolken? Wah, gue senang banget dengarnya, akhirnya sahabat gue menemukan cowok yang sesuai dengan keinginan.” Kalimat itulah yang berhasil ditangkap oleh indera pendengaran gue. Kalimat itu keluar dari mulut Ivana. “Gue pasti salah dengar,” batin gue. “Iya, Van. Gue juga nggak nyangka dapet cowok seperti yang gue inginkan. Semua ini juga karena lo Van.” Kali ini Devi sendiri yang mengucapkan kalimat itu. Berarti tadi gue nggak salah dengar dong? Pantas saja dari tadi gue merasa penampilan Devi ada berubah. Gue baru sadar perubahannya itu terletak di wajah. Wajah Devi terlihat lebih ceria dari hari-hari sebelumnya. Ya, iyalah dia ceria, kan dia baru jadian sama cowok ganteng apalagi cowoknya itu mirip sama Adipati Dolken, idola Devi dari tahun 2009. Gue terpaku, mulut gue nggak bisa berkata-kata lagi. Sumpah, hati gue sakit banget dengarnya. Rasanya itu bagaikan dihujam dengan katana 70 cm tepat di jantung gue. Gue itu diibaratkan seperti pahlawan di medan perang yang kalah duluan sebelum berperang. Baru aja gue mau jadi pahlawan di hati Devi eh malah telat. Orang lain yang jadi pahlawan di hatinya. Kenapa nasib gue apes banget ya? Baru aja mulai jatuh cinta, patah hati lagi. Kapan gue bisa bersatu dengan cinta gue? “Tapi bukan Adipati Dimas dong kalau menyerah gitu aja. Sebelum janur kuning melengkung Devi masih milik umum dan masih bisa direbut. Yang sudah nikah aja bisa cerai apalagi yang pacaran? Seribu harapan masih terbentang luas di hadapan gue. Gue harus harus semangat dapetin cinta Devi!” batin gue menyemangati diri sendiri.


Download Titik & Koma

* Available on iPhone, iPad and all Android devices