
by Titikoma

Devi Sakit
Wah, nggak terasa sudah 3 hari gue sama Devi berada di Coban Rondo. Hari ini saatnya kembali lagi ke Bekasi. Gue pribadi masih ingin bersama Devi lebih lama lagi di sini. Kenyataannya nggak bisa. Si om pasti marah besar kalau gue nggak pulang-pulang. Mobil jemputan tinggal 1 jam lagi datangnya. Gue kembali mengecek barang-barang di koper. Baju, celana, dompet, HP, android, dan jaket semua sudah gue masukin ke koper. Berhubung semua sudah beres sekarang gue ngajakin Devi makan terakhir di Coban Rondo dulu ahhh. Meskipun gue sempat sakit hati karena Devi menolak cinta gue. Tapi gue nggak bisa membenci Devi dan menjauh darinya. Malahan gue semakin penasaran sama Devi. Bukan Dimas namanya kalau gue menyerah gitu aja. Gue yakin Devi menolak lamaran gue bukan karena nggak cinta tapi karena belum siap jadi istri gue aja. Gue yakin 100% cepat atau lambat hati Devi pasti luluh sama ketulusan cinta dari gue. Gue bangkit dari duduk, lalu menggendong tas ransel yang berisi barangbarang gue. Kini gue sudah siap pulang ke Bekasi. “Dev, mobil jemputan bentar lagi dating nih. Lo sudah siap-siap kan? Kita makan dulu yuk sebelum mobil jemputan dating!” teriak gue setelah keluar dari kamar. Namun nggak ada jawaban dari Devi. Apa Devi belum bangun ya? Rasanya mustahil jam segini Devi belum bangun. Selama 3 hari dia berada di sini, selalu bangun pagi. Paling kesiangan dia bangun jam 6 pagi. Lebih baik gue ke kamarnya aja kali ya! Siapa tahu dia perlu bantuan gue, dan gue bisa jadi pahlawan di hatinya. Tok..tok…Tok Tangan gue mengetuk pintu Kamar Devi. Gue kan dari kecil diajarin sopan santun, kalau mau masuk ke rumah atau kamar orang harus ketuk pintu dulu. “Dev, lo masih ada di dalam kan? Kita makan dulu yuk!” ujar gue membujuk Devi. Namun tetap saja hening. Nggak ada satu pun jawaban yang keluar dari mulut Devi. Gue jadi mengkhawatirkan Devi, takut terjadi apa-apa di kamarnya. Gue mencoba membuka pintu. Kalau pintu terkunci baru gue dobrak. Syukurlah, pintu nggak di di kunci jadi gue bisa masuk ke kamarnya dengan mudah. Gue melihat kamar dan tempat tidur sudah bersih. Mungkin Devi masih berat meninggalkan Coban Rondo makanya jam segini masih ada di dalam selimut. Gue mendekati tempat tidur Devi. “Dev, bangun! Sudah pagi bentar lagi mobil jemputan dating.” Gue mengguncang tubuh Devi. Devi pun menarik selimutnya. Gue langsung teriak. Sumpah, kaget banget. Gue melihat Devi dalam keadaan pucat pasi, bibirnya kering dan sariawan gitu. “Dev, lo sakit?” Tanya gue. Devi hanya mengangguk pelan. Dia juga menyerahkan secarik kertas ke gue. Gue membaca tulisan yang ada di kertas. Sorry, ya Dim gue tadi nggak jawab lo. Bibir gue lagi sariawan, kepala gue pusing, badan gue juga meriang jadi susah banget buat ngomong. Itulah isi tulisan yang ditulis Devi di kertas. Gue menyentuh kening jidat Devi. OMG, panas banget. Gue langsung lari keluar dari kamar menuju dapur. Mau ambil es batu, air, dan kain buat mengompres kepala Devi. Seumur hidup gue nggak pernah merawat orang sakit. Tapi sekarang gue harus merawat orang yang gue cintai. Merepotkan memang. Gue ikhlas melakukannya demi cinta. 10 menit kemudian gue kembali lagi ke kamar Devi dengan membawa baskom yang berisi es batu, air, dan kain kompres. Gue duduk di sebelah Devi. Gue memerah kain yang sudah basah karena air es. Lalu kain itu gue tempelkan ke jidat Devi. Devi tersenyum simpul. Dari tatapan matanya gue bisa membaca pikirannya bahwa dia lagi terenyuh dengan apa yang gue lakuin ke dia. Semoga ini menjadi awal luluhnya hati Devi. Devi kembali menyerahkan kertas padaku. Dim, makasih ya lo dah merawat gue. Gue berhutang budi sama lo. Maaf banget, kemarin gue mengecewakan hati lo. Oh iya Dim kalau lo mau pulang hari ini lo pulang aja. Gue ntar bisa pulang bareng Ivana atau naik bus. “Sama-sama Dev sudah seharusnya kan kita sebagai manusia saling tolong menolong? Kalau soal itu lo nggak usah mikirin, gue nggak sakit hati kok. De, Ivana sudah pulang tadi jam 5 pagi sama Rifky. Gue nggak bakal ninggalin lo. Ntar gue nelpon om biar kepulangan kita diundur sampai lo sembuh total. Gue nggak mau terjadi apa-apa sama lo dijalan.” Gue menyuruh Devi untuk segera minum obat. Untung kemarin gue bawa obat-obatan dari rumah. Setelah minum obat Devi tertidur pulas. Mungkin efek samping obat yang ia minum menyebabkan mengantuk. Gue menyelimuti Devi dengan hati-hati. Baru gue bisa keluar dengan tenang. Baru kusadari cintaku bertepuk sebelah tangan Kau buat remuk seluruh hatiku Lagu Dewa 19 berjudul Pupus mengalun indah di HP gue. Sengaja gue memakai lagu itu sebagai nada dering di HP. Soalnya gue lagi merasakan cinta bertepuk sebelah tangan sama Devi. Gue merogoh saku celana untuk mengambil HP yang ada di sana. Membaca nama penelpon yang tertera di layar HP membuat gue senang. Pucuk dicinta ulampun tiba. Baru aja gue mau nelpon si om bos eh sekarang yang nelpon duluan. Lumayang pulsa gue nggak berkurang. Gue klik tombol answer. “Halo, om bos.” “Dim, om minta maaf ya sama kamu dan Devi.” “Loh, minta maaf kenapa om?” “Mobil jemputan yang om kirim buat kalian hari ini tiba-tiba mogok. Om baru bisa kirim mobil jemputan yang lain 1 jam kemudian. Gimana? Nggak papa kan?” “Emmm, nggak usah om.” “Nggak usah gimana? Kamu sama Devi mau naik taksi or travel aja pulang ke Jakartanya?” “Bukan gitu om. Gini lho om, Devi sekarang lagi sakit. Dimas mau minta ijin kepulangan kami diundur sampai Devi sembuh bisa nggak om? Please,” “Whats? Devi sakit? Sakit apa? Om segera kirim ambulan beserta dokter professional ke sana.” “Makasih om. Tapi nggak perlu deh. Biar Dimas aja yang merawat Devi. Dimas ingin jadi pahlawan di hati Devi. Lagipula sakitnya Devi nggak parah kok. Cuma masuk angin dan sariawan. Dimas hanya minta ijin sama om agar kepulangan kami ke Jakarta diundur sampai Devi sembuh bisa kan om?” “Hmmm …, baiklah kalau begitu. Tapi kamu jangan macem-macem sama Devi dan kalau penyakit Devi tambah parah langsung hubungi om.” “Oke, bos.” Tuuut …tuuut telpon pun terputus. Gue merebahkan tubuh ke pulau kapuk yang benar-benar empuk. Lega rasanya om bos mengijinkan kepulangan ke Jakarta diundur sampai Devi sembuh. Gue bisa berduaan sama Devi lebih lama lagi. Dan lebih bahagianya lagi gue bisa jadi pahlawan di hati Devi. Devi, I love u Full. Gue rela melakukan apa aja demi mendapatkan cintamu.