Kucing Emas

Reads
92
Votes
0
Parts
14
Vote
by Titikoma

Kembali Ke Jakarta

Bandara Internasional Minangkabau sudah menyapa pada pukul 16.00 WIB. Ya, hari itu juga mereka akan kembali ke Jakarta. Mereka berangkat pada pukul 09.00 WIB dari Kersik Tuo dengan sebelumnya berpamitan pada Ki Eten dan tetua kampung lainnya di Rumah Panjang. Kesan mendalam pada tempat itu dibawa tiap masing-masing siswa, termasuk Kara. Malah, gadis itu juga membawa serta kenang-kenangan dari Gunung Kerinci yang akan menemaninya dua tahun ke depan. Seperti yang dikatakan Zed, kutukan itu mulai aktif saat gadis itu sudah menginjakkan kaki di dunia asalnya. Sepanjang perjalan di Bus Kara wanti-wanti dengan perubahan dirinya sendiri. Dia menghitung, jika kutukan itu benar-benar berekasi, dia akan berubah menjadi kucing pada pukul enam atau tujuh sore nanti. Dan jika itu terjadi, bukan tidak mungkin Kara sudah menjelma menjadi kucing sebelum sampai di kamarnya. Benar saja. Tiba di Jakarta pukul 17.50 WIB Kara sudah merasakan sesuatu yang tidak beres pada tubuhnya. Seperti ada benda asing yang tumbuh di beberapa bagian tubuhnya. Kara bergegas mencari toilet begitu mereka sudah sampai di Bandara Soekarno-Hatta. Betapa kagetnya Kara saat melihat beberapa helai kumis panjang khas kucing mulai tumbuh di sudut atas bibirnya. Begitu juga dengan kuku tangannya yang mulai panjang meruncing, serta bulubulu halus mulai tumbuh memanjang di lengannya. Dan satu lagi yang menambah kekhawatirannya, ekor kucing mulai tumbuh. Untuk menutupi kumis kucinya, Kara menutupnya dengan masker. Lalu untuk bulu dan kukunya, Kara sengaja memakai jaket panjangnya agak diturunkan ke bawah, agar bagian tangannya tertutup semua. Dan untuk ekornya, Kara hanya bisa berharap agar tidak lebih panjang dari ini dulu, sebelum dia sampai di rumah. Kara langsung berinisiatif menjauh begitu mereka sudah sampai sekolah. Kara beralasan bahwa orang tuanya sudah menjemput. Bu Olive mengiyakan, dengan sebelumnya memberi saran pada Kara untuk segera istirahat begitu sampai di rumah.  “Mau ke mana?” Venus bertanya saat Kara telihat hendak meninggalkan halaman sekolah. “Mau pulang.” “Biar gue anter, sopir gue udah datang.” Venus menawarkan bantuan. Kara lantas menolak, “Ayahku sudah ada di depan.” Venus melongok ke depan gerbang sekolah, dia bisa melihat belum ada mobil di sana. “Aku duluan.” Kara langsung pamit, tidak ingin Venus menahannya lebih lama. Venus tidak mengejarnya. Lelaki bermata cokelat itu merasa ada yang aneh dengan Kara sejak di dalam bus, pesawat dan ketika mereka sudah tiba di sini. Venus merasa ada yang ditutup-tutupi, apalagi saat tiba-tiba Kara mengenakan masker dan berbohong kalau Ayahnya sudah ada di depan sekolah. Namun hati kecil Venus segera menyadarkan tentang kejadian kemarin. Mungkin Kara sedang tidak enak badan, makanya mengenakan masker. Lalu, untuk mobil Ayah Kara yang tidak terlihat, mungkin Ayahnya itu menungu di sedut lain sekolah yang tidak kelihatan dari pandangan dirinya. Begitu tiba di rumah, Kara buru-buru menaiki anak tangga, memasuki kamarnya. Kutukan itu benar-benar bekerja, tubuhnya kini sudah dipenuhi bulu-bulu halus yang lumayan panjang, gigi taringnya memanjang, dan ekornya tumbuh sempurna sudah. Kara benar-benar tidak menyangka kalau kutukan itu bekerja. Kejadian masuk ke dunia kucing itu juga sudah tidak bisa dia bantah kebenarannya. Ternyata saat itu bukanlah halusinasi berlebihan yang disebabkan kelelahan otak, atau bukan juga imajinasinya yang berlebihan. Itu benarbenar terjadi, negeri itu benar-benar ada. Ingatan Kara kembali menerawang ke negeri kucing itu, tatapan nyalang sang ratu, mata indah Zed, dan kalung tiga warna dengan jarum kecil di tengahnya. Kara merogoh kantung celananya, dan mengambil kalung itu, menatapnya lamat-lamat. “Kara, makan malamnya sudah siap. Ayo makan dulu, Ibu sudah ambilkan.  Kamu makan di kamar saja kalau kelelahan.” Dari luar kamar, Ibunya mengetuk pintu. Kara terperanjat, lantas berlari ke kamar mandi. “Ibu masuk, ya.” Kara tidak menjawab. “Kamu lagi mandi, Nak?” “Iya, Bu. Makanannya taruh di meja saja, ya?” “Iya, Nak. Jangan lupa minum vitamin, Ibu sudah sediakan di meja.” “Meau …,” Kara tercekat, suaranya berubah menjadi suara kucing. Jantung Kara berdebar, dia takut ibunya curiga. Ibu Kara terlihat berpaling kembali ke dalam kamar sesaat sebelum menutup pintu kamar Kara. Lantas dia berkata, “Jendela kamarmu jangan lupa ditutup. Banyak kucing liar beberapa hari ini.” Kara tidak merespon, takut-takut suara kucingnya bisa membuat Ibunya menjadi curiga lagi. Barulah, saat suara klik dari pintu kamarnya berbunyi, Kara keluar dari kamar mandi. Ibunya sudah benar-benar pergi dari kamarnya. Segera Kara mengunci pintu. Dua langkah dari pintu, saat dia hendak beranjak ke kasur tibatiba tubuh Kara terasa ringan. Kakinya menjadi kecil, dan dalam sekejap wujudnya berubah menjadi kucing. Sebuah kalung jatuh ke lantai. Kara yang sudah berubah wujud menjadi kucing kemudian menggigitnya dan membawa serta melompat, naik ke kasur. Benda itu mengingatkannya pada Andakara, Saanjh, dan Swapan, buah dari tree of life negeri kucing. Karena dialah, sekali lagi penduduk negeri itu menderita. Tidak ada malam, dan Kara pun tahu, meski langit jingga di negeri itu sangat indah, tanpa malam adalah sebuah kenestapaan. Kara menatap langit malam dari balik jendelanya yang tidak tertutup gorden. Menatap jutaan bintang di langit sana yang berkelap-kelip seolah menyapa mereka, penduduk bumi. Apakah mereka bisa melihat jutaan bintang itu dikala senja? Apakah mereka menderita? Apakah mereka tetap terjaga sepanjang hari? Apakah mereka tidur? Pertanyaan-pertanyaan itu yang menggelayut dalam benaknya. Ting! Suara notifikasi messenger berdenting dari poselnya. Kara menatap layar ukuran 4 inci itu dengan saksama. Meski tidak bisa membuka pesan itu, Kara bisa melihat siapa dan dan apa yang dikirim. Setidaknya ada tiga pesan terpampang anggun di depan antar muka smartphone-nya. Dan semuanya dari Venus. From : Send Hallo, Kara. Gimana kondisi lo? Sudah sehat? From : Send Maafin gue ya, Kara. Gara-gara gue lo jadi pingsan. From : Send Semoga, atas kejadian ini lo masih maafin gue dan kita bisa berteman. From : Send Lo sudah tidur, ya?  Yasudah kalau gitu, cepat sembuh, ya. Sampai ketemu besok. Sekali lagi gue minta maaf, selamat malam. Melihat semua pesan itu, Kara merasa berhutang budi juga pada Venus. Kara berpikir kalau seharusnya dialah yang meminta maaf pada Venus. Karena tingkahnya yang ceroboh, Venus harus menanggung semuanya. Belum lagi, jika mendengar cerita dari Key tentang Venus yang menggendongnya yang pingsan sambil mencari jalan, tentu terlalu banyak dia merepotkan Venus. Mulai saat ini, aku harus bisa berdamai dengan Venus. Tidak peduli apakah dia anak nakal atau bukan, katanya dalam hati. Bahkan Kara tergelak saat menyadari bahwa dirinyalah yang seharusnya di cap sebagai ‘anak nakal’ yang selama seminggu ini telah banyak berulah. Maka kutukan itu dirasanya layak untuk dia dapatkan. Kamar itu, tak biasanya menyala ketika waktu tidur tiba. Bukan karena si pemilik kamar tengah terjaga, atau lupa mematikan lampu. Namun lebih karena dia tidak bisa menjangkau saklar lampu di kamarnya. Gadis dengan perwujudan kucing itu tengah terbaring pulas—kelelahan.


Download Titik & Koma

* Available on iPhone, iPad and all Android devices