Kucing Emas

Reads
89
Votes
0
Parts
14
Vote
by Titikoma

Berburu

Awan berarak syahdu dari utara. Seminggu terakhir hubungan Kara dan Venus benar-benar membaik. Setiap hari Venus selalu menjemput Kara di depan rumah. Kadang lelaki bermata cokelat itu ikut serta sarapan bersama dengan keluarga Kara. Tapi kadang Venus sengaja datang lebih telat, karena takut merepotkan jika setiap hari dia harus ikut sarapan bersama dengan keluarga Kara. Venus juga besedia mengantar Kara pulang. Seminggu ini sepedanya tak lagi pernah Kara gunakan untuk transportasinya pulang-pergi sekolah. Hari itu Weekend. Dan itu adalah hari di mana Havier—Ayah Kara— menunaikan janjinya senin lalu. Istora Senayan menjadi pilihan. Mereka akan menonton laga final bulutangkis dalam gelaran Indonesia Open. Kebetulan saat itu 2 wakil Indonesia lolos ke babak final. Yakni tunggal putra Ihsan Maulana Mustofa, dan pasangan Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan di nomor ganda putra. Kara, Ayah dan Ibu, serta Venus berada di tengah para penonton yang hadir. Kemeriahan penonton membuat area indor Senayan begitu terasa atmosfer semangatnya. Mereka berempat melebur bersama dengan yang lain, menyemangati pemain asal Indonesia yang tengah bertanding. Pertandingan pertama yang menempatkan pemain asal Indonesia antara para pebulutangkis ganda putra. Pasangan Mohammad Ahsan dan Hendra Setiawan melawan ganda putra unggulan Denmark, yakni Mads ConradPetersen dan Mads Pieler Kolding. Pertandingan seru itu dituntaskan dengan dua set langsung, dengan kemenangan Ahsan dan Hendra, asal Indonesia. Lagu Indonesia berkumandang, Istora Senayan riuh. Semua bersuka cita, termasuk yang paling bersuka cita atas kemenangan itu adalah Ayah Kara dan Venus. Keduanya dengan semangat bak pejuang 45 menyanyikan lagu Indonesia Raya. “Berikutnya, Ihsan Maulana Mustofa tidak boleh kalah, Om!” Teriak Venus di tengah keriuhan Istora Senayan. “Betul. Ini jagoanmu, kan? Om ikut berdoa supaya Ihsan bisa menyusul Ahsan dan Hendra. Biar Indonesia kembali jaya,” katanya tak kalah semangat.  Kara dan Ibunya hanya bisa memperhatikan tingkah kedua lelaki di samping mereka sambil sesekali tersenyum dan tertawa. Di partai final Indonesia Open, tunggal putra Indonesia Ihsan Maulana Mustofa berhadapan dengan pebulutangkis unggulan asal Malaysia, Lee Chong Wei. Sudah beberapa kali sebenarnya Ihsan bertemu dengan Lee di beberapa kejuaraan sebelumnya. Bahkan Ihsan di tahun 2016 harus tunduk dengan kekuatan Lee Chong Wei dua set langsung, di partai semifinal di ajang yang sama. Suasana Istora Senayan semakin mengaum oleh semangat yang dikeluarkan para pendukung saat Ihsan memasuki lapangan utama. “Ayo, Bang Ihsan. Buat bangga bangsamu!” Venus berteriak lantang. Tanpa ada yang mengantisipasi, Ihsan menengok ke arah Venus. Sepertinya pebulutangkis andalan Indonesia itu mendengar teriakan Venus. Teriakan penyemangat semakin bergemuruh. Istora Senayan dibakar semangat siang itu. Pertandingan antara Ihsan Maulana dengan Lee Chong Wei berlangsung sengit. Pemain muda Indonesia itu harus terjatuh beberapa kali untuk mencoba menghalau smash keras dan terukur dari Lee. Di babak pertama, Ihsan dipaksa tunduk dengan sekor 21-16 untuk Lee Chong Wei. Di babak kedua, semangat Istora Senayan untuk Ihsan tidak luntur. Sorak demi sorak menggema menyemangati pebulutangkis muda Indonesia itu. Kembali, Ihsan harus ke sana kemari untuk melawan permainan apik Lee Chong Wei. Pukulan demi pukulan dan rally-rally panjang diperlihatkan keduanya. Penonton dipaksa gemas menonton keduanya bertanding. Skor saat itu 19-18 untuk Lee. Ihsan mencoba menyusul, smash keras dipukulnya ke bidang sebelah kiri yang kosong, namun Chong Wei bisa mengembalikan. Shuttlecock melambung kembali ke bidang pertahanan Ihsan. Dengan teknik Dropshot[1], Ihsan menempatkan shuttlecock di depan net. Karena terlalu jauh di belakang, shuttlecock tidak berhasil dikembalikan Lee Chong Wei. Skor imbang 19-19. Istora Senayan bergemuruh. Poin kembali didulang Ihsan saat Lee Chong Wei salah memperhitungkan pukulan Ihsan. Dia mengira pukuan pemain Indonesia itu keluar garis permainan. Angka kembali bertambah untuk Ihsan 20-19. Game Point[2]. Istora Senayan semakin bergemuruh. Pukulan demi pukulan keras dipertontonkan keduanya. Tiba di suatu waktu, saat shuttlecock yang dipukul Lee Chong Wei terlalu tanggung. Maka dengan sigap Ihsan berhasil memanfaatkan kesempatan itu, Jumping smash kerasnya tidak mampu dikembalikan Lee. Babak kedua kemenangan diraih Ihsan Maulana Mustofa dengan skor 21-19. “Ayo sedikit lagi, Bang Ihsan. Sedikit lagi,” kebali Venus berkata. Kali ini lebih pelan. Namun Kara yang berada di sebelahnya bisa mendengar jelas ucapan Venus itu. Dari mata cokelat Venus, Kara bisa melihat kesungguhan di dalamnya. Kara takjub. Rubber Set[3] pun di mulai. Ihsan dan pemain asal Malaysia kembali ke lapangan untuk bersiap melanjutkan pertandingan penentuan, siapa yang akan menjuarai kejuaraan bulutangkis Indonesia Open tahun ini. Dalam babak penentu ini keduanya bermain lebih santai, mencoba menjaga tempo permainan. Tujuannya agar tidak terburu-buru dan mengurangi resiko kesalahan sendiri. Game-game panjang masih diperlihatkan keduanya. Pukulan Lob[4], Dropshot, serta Jumping smash, dipertontonkan keduanya dengan apik. Angka demi angka diraih keduanya dengan bergantian, sorak-sorai tetap bergemuruh menyerukan semangat. Huh! Hah! Begitu gemuruh yang terdengar, tiap kali Ihsan dan Lee saling memukul shuttlecock. Pertandingan di game ketiga pun semakin sengit. Walau di kandang lawan, dominasi Lee Chong Wei masih terjaga hingga poin demi poin dikumpulkannya. Kali ini pemain andalan Malaysia itu masih memimpin pertandingan dengan perolehan angka 19-18 untuknya. Shuttlecock mulai di service Oleh Lee Chong Wei. Kemudian dikembalikan kembali oleh Ihsan, tepat di bibir net. Keberuntungan ada di pihak Ihsan kali ini, karena shuttlecock terlalu tipis berada di bibir net. Chong Wei mencoba menaikkan Kok, tapi karena posisi yang tanggung, shuttlecock itu kemudian disambar dengan cepat oleh Ihsan, berhasil masuk dan menghasilkan poin. Skor imbang 19-19. Kembali Istora Senayan bergemuruh. Kali ini service dimulai dari Ihsan. Dia mengangkat bola ke belakang. Dengan sigap dan penuh percaya diri, Chong Wei bersiap melompat, mekakukan Jumping smash. Namun Ihsan jauh lebih siap dari yang dibayangkan pemain andalan Malaysia itu. Ihsan berhasil mengembalikan shuttlecock ke depan net lapangan Chong Wei. Pria itu melompat mencoba menjangkau Kok, dan berhasil. Namun lagi-lagi pengembalian bolanya tanggung. Untuk kedua kalinya Ihsan tidak menyia-nyiakan kesempatan. Smash kerasnya berhasil masuk dan mendulang angka. Skor bertambah menjadi 20-19 untuk Ihsan. Match Point.[5] Istora Senayan semakin bergemuruh. “Ayo, satu angka lagi!” Venus berteriak kencang. Kali ini Kara ikut merasakan sensasi ketegangan dan semangat yang menggebu-gebu yang ditularkan Ayahnya dan juga Venus. Kara merasa gemas juga dengan permainan kedua pebulutangkis andalan masingmasing Negara itu. INDONESIA! Prok … Prok … Prok … Prok … Prok …. INDONESIA! Prok … Prok … Prok … Prok … Prok …. Begitu, tiap kali seseorang menyuarakan nama Indonesia, maka akan  disambut tepuk tangan yang kompak dan berirama. Semangat para pendukung tak sedikitpun kendur. Ihsan terlihat siap melakukan service. Namun sayang, entah karena gugup atau apa, shuttlecock yang dipukul Ihsan tidak sampai pada bidang lapangan lawan. Lee Chong Wei mendapat angka cuma-cuma. Skor kembali imbang 20-20. Deuce.[6] Pertandingan dilanjutkan dengan posisi shuttlecock ada di posisi Lee Chong Wei. Dia mulai mengangkat bola, rendah saja, tak jauh dari bibir net. Shuttlecock berhasil dikembalikan oleh Ihsan. Satu pukulan, dua pukulan, dan banyak pukulan mulai diperagakan keduanya. Boleh dibilang ini adalah rally terpanjang selama game berlangsung. Satu dropshot menyilang dilayangkan Lee Chong Wei. Ihsan sempat tertipu, tapi berhasil mengangkat bola tepat di bibir net. Penonton berteriak histeris. Chong Wei yang terlampau jauh di belakang susah payah menjangkau shuttlecock. Beruntung, shuttlecock bisa dikembalikan. Rally itu belum usai. Kali ini giliran Ihsan melakukan dropshot menyilang. Posisi Lee Chong Wei sudah mati langkah, bola berhasil masuk, dan rally panjang itu jadi milik Ihsan. Skor 21-20 untuk Ihsan. Kembali, match point. Seisi Istora Senayan bergemuruh luar biasa. Banyak orang-orang yang histeris dan gemas melihat pertandingan kelas dunia yang diperagakan kedua pebulutangkis kenamaan tersebut. Pertandingan kembali dilanjutkan dengan service yang dimulai dari Ihsan Maulana. Tak seperi rally-rally sebelumnya dipenuhi suara-suara ‘Huh … Hah …,” dari penonton. Kali ini rally terasa lebih tenang. Para penonton ikut tegang, hanyut dalam pukulan demi pukulan yang diperagakan Ihsan dan Lee Chong Wei. Ihsan yang tersudut melakukan lop. Namun ternyata justru Chong Wei bersiap melompat, akan melakukan jumping smash. Venus, Kara dan penonton lain menarik napas panjang. Smash keras. Beruntung, Ihsan bisa menjangkau bola. Shuttlecock itu berputar mencoba melewati net. Adegan itu berlangsung sangat lama, seperti adegan slow motion. Penonton ternganga, menanti hasil akhir. Shuttlecock berhasil menyentuh bibir net, kemudian berputar dan melewati net. Shuttlecock itu kemudian mulai turun sangat tipis di bibir net, di bidang permainan lawan. Lee Chong Wei yang terlalu jauh, mencoba melompat … namun sayang raketnya tidak mampu menjangkau shuttlecock yang sepersekian detik berikutnya sudah berhasil menyentuh lantai lapangan permainan. Emosi penonton pecah. Ihsan Maulana Mustofa berteriak histeris, dari unjung kelopak matanya meluncur air mata kemenangan. Istora Senayan bergemuruh. Lagu Indonesia Raya berkumandang. Venus ikut histeris, hanyut dalam kemenangan Idolanya Untuk pertama kalinya sejak tahun 2014 Indonesia kembali mencatatkan diri sebagai peserta pada babak final Indonesia Open. Jauh lebih membanggakan, dua wakilnya berhasil keluar menjadi juara. Lembayung senja mulai menyelimuti kompleks perumahan di bilangan Jakarta Barat itu. Dua anak manusia sedang duduk bersantai di halaman rumah sambil menikmati teh hangat dan kue kering yang disediakan. Sebelum semua partai final usai, mereka memang sudah meninggalkan Istora Senayan. Bukannya tidak ingin melihat pertandingan bulutangkis yang lainnya, Ibu Kara tiba-tiba diminta datang ke rumah sakit tempatnya bekerja. Maka dari itulah mereka pulang lebih awal. Setelah mengantar Kara dan Venus kembali ke rumah, Ayah dan Ibunya sudah bergegas kembali pergi manuju rumah sakit yang dimaksud. Venus tak langsung pulang, dia masih ingin bersama dengan Kara, paling tidak sampai senja benar-benar hilang digantikan malam. Kara sejak tadi diam dan hanya menanggapi seperlunya saja ucapan Venus yang mendominasi obrolan mereka. Dalam hati kecilnya, Kara ingin berteriak. Kalau dia kena kutukan dari seorang ratu dari sebuah negeri kucing. Wujudnya berubah kala malam tiba. Berkali-kali niatnya bercerita ingin mencelat keluar, namun berkali-kali pula bibirnya kelu, tak ingin menceritakan apapun. Apalagi pada Venus. Tapi jujur saja, Kara mulai tersiksa dengan kondisinya tiap malam datang. Dia harus menyiapkan beribu alasan mengapa kamarnya dikunci lebih awal, atau mengapa setiap hari Kara selalu membawa naik makan malamnya ke dalam kamar. Belum lagi kejadian dua hari lalu, tiba-tiba kucing belang hitam-putih bernama Rex yang ditemui Kara waktu itu mendatanginya. Lalu menceritakan tentang pemburu kucing yang semakin gencar keliling kompleks, untuk mencuri kucing peliharaan milik penghuni kompleks perumahan. Apalagi mereka melihat wujud Kara—kucing. Sungguh, Kara ingin meledak. Saat ingin mengaduk teh hangatnya, Kara ingat sesuatu. Ya, kalung yang sedang dipakainya. Tiba-tiba gendang telinganya dipenuhi suara-suara Ratu kucing yang memerintahkannya untuk mencari seseorang yang mampu menumbuhkan kembali Kasyapi yang berbuah Swapan. Ya, Kara mulai menyadari bahwa dia memang harus memulai berburu sosok yang dimaksud itu. Tapi untuk orang yang ada di hadapannya. Apakah Venus akan percaya dan menjaga rahasia ini? Pikirnya. “Ada apa, Kara? Kenapa bengong? Lo dari tadi nggak dengerin gue ngomong ya?” “Eh, sorry. Sampai mana tadi?” Kara bertanya balik. “Berburu,” ucap Venus. “Berburu?” Kara mengulang kata itu. “Ya, sejak 2014 Ihsan Maulana Mustofa berburu gelar Indonesia Open. Penantian cukup panjang itu berhasil terwujud hari ini. Itu keren!” Venus menjawab dengan antusias. Kara terdiam sejenak. Berburu, agaknya kata itu mengganggu pikirannya. Baru saja dia memikirkan untuk ‘berburu’ sosok yang dimaksud Ratu kucing yang mengutuknya. Namun ucapan Venus barusan telah menyadarkannya. Dia pernah membaca tulisan seorang pengarang, ‘Bahwa kadang menemukan sesuatu yang kau cari tidaklah sesulit dan serumit yang kau bayangkan. Kau hanya perlu merasa, sesungguhnya apa yang dibutuhkan ada di dekatmu.’ Apa ini artinya? Apa Venus yang aku cari? Kara sedang bergelung dengan pikirannya sendiri. “Kara, lo bengong lagi?” Ucapan Venus kembali menyadarkan Kara. “Eh, e—enggak,” jawab Kara gelagapan. “Terus kenapa diam?” “Aku … aku lagi berburu,” jawab Kara. “Berburu?” “Bu—bukan, bukan berburu yang itu maksudnya.” “Ada apa sih, Ra? Kenapa jawabnya gelagapan gitu?” “Enggak ada apa-apa.” “Lo makin kelihatan aneh.” Saat itu juga lengang terasa. Kara diam, Venus pun belum kembali menimpali perkataan apapun. Lelaki bermata cokelat itu menunggu. Untuk menghilangkan rasa nervous, Kara mengaduk cangkir tehnya yang sudah agak dingin. Lalu Kara mengangkat cangkir itu, lantas meminumnya. “Sebenarnya …,” Kara berucap tertahan sesaat setelah meletakan kembali cangkir tehnya. Venus masih menunggu kata berikutnya. Namun sampai beberapa detik berlalu, kata yang lainnya belum juga terucap dari bibir Kara. “Sebenarnya?” Venus mengulang kata itu, gemas juga dia rupanya. “Ada yang ingin aku omongin,” ucap Kara akhirnya. “Apa? Lo mau ngomong apa?” “Kejadian di hutan Gunung Kerinci waktu itu. Aku memakan Swapan,  buah terlarang,” ucap Kara. Kali ini lancar, tanpa beban. Venus menelan ludah, belum mengerti arah pembicaraan. “Tubuhku terlempar ke negeri kucing. Di sana Ratu kucing menghukumku, dia mengutukku menjadi kucing saat malam tiba. Setiap malam aku takut, Venus. Bukan hanya takut ketahuan orang tuaku. Tapi beberapa hari ini ada orang yang memburuku. Dan jauh lebih buruk, kutukan ini akan permanen jika aku tidak bisa menemukan orang yang bisa menumbuhkan kembali Swapan dalam dua tahun.” Venus masih terdiam, mencoba mencerna kemustahilan yang baru saja diucapkan Kara. Baginya, cerita gadis itu seperti cerita-cerita novel fantasi yang kerap adiknya baca. Itu sebuah kekonyolan yang paling konyol. Bagaimana mungkin ada hal yang seperti itu, di kehidupan nyata? Pikirnya. Baginya saat itu Kara memang dalam kondisi kelelahan. Jika hari ini dia bercerita tentang sebuah kemustahilan, Venus yakin itu hanyalah halusinasi yang masih dia bawa dari peristiwa di Gunung Kerinci waktu itu. “Aku pikir kamu satu-satunya orang yang bisa bantu permasalahanku ini. Maka dari itu, aku harap kamu bisa bantu aku.” Kali ini entah dapat keberanian dari mana, Kara memegang lengan kanan Venus. Bahasa tubuhnya benar-benar menyiratkan permohonan bantuan. Venus melirik lengannya yang dipegang Kara, lantas tersenyum simpul. “Gue akan bantu,” katanya. “Terima kasih.” “Kara, sebaiknya gue pulang. Sudah terlalu sore.” Kara mengangguk. “Terima kasih,” untuk kedua kalinya Kara berucap. Venus menatap mata itu, lantas mengangguk dan tersenyum samar. Lembayung senja yang mulai digantikan malam itu memancarkan keindahan. Keindahan yang membuat damai, membuat lega. Seperti paruparu Kara yang luar biasa lega dan pikirannya yang lebih damai. Sungguh, Kara benar-benar mengharapkan bantuan lelaki bermata cokelat itu. []  [1] Pukulan mematikan yang dilepaskan dengan tenaga ringan sehingga bola menukik dalam gerakan mirip jatuh [2] Angka terakhir yang diperlukan oleh satu pemain untuk menyelesaikan satu game(set) [3] Keadaan ketika masing-masing pemain memenangi satu game (set) sehingga perluka set ketiga untuk menentukan pemenang [4] Pukulan keras yang menghasilkan bola melambung. Bila bersifat ofensif, digunakan untuk menyudutkan lawan dipojok lapangan. Bila bersifat difensif, digunakan untuk memperbaiki posisi selagi lawan mengejar lob. [5] Angka terakhir yang diperlukan oleh salah satu pemain yantuk memenangi satu pertandingan [6] Posisi angka sama saat kedudukan seharusnya game point atau match point untuk salah satu pihak


Download Titik & Koma

* Available on iPhone, iPad and all Android devices