
by Titikoma

18
Ku coba ungkap tabir ini
Kisah antara kau dan aku
Terpisahkan oleh ruang dan waktu
Menyudutkanmu meninggalkanku
Ku merasa tlah kehilangan
Cintamu yang tlah lama hilang
Kau pergi jauh karena salahku
Yang tak pernah menganggap kamu ada
***
Pagi hari. Sembari menyeruput kopi manis ditemani lagu melow-nya khas Firman, Kehilangan, Gladys masih saja mengingat dan memikirkan peristiwa yang terjadi tadi malam. Ada rasa bersalah di dadanya, namun juga tak luput perasaan kesal yang berkepanjangan di hatinya itu turut memperkeruh keadaan batinnya. “Miko, lo kenapa sih bikin gue sebingung ini?” jeritnya dalam hati. “Kenapa sih lo nyelamatin gue? Tapi kenapa juga pas gue pingsan lo sama sekali nggak peduli? Coba aja kalau lo perhatian ama gue saat itu. Pasti gue bakalan milih lu ketimbang Bang Vino.” “Ih, ngapain sih gue ngomong kayak gitu? Emang sepenting apa sih Miko buat gue? Yang terpenting kan Bang Vino yang dari dulu gue cintai selalu ada di samping gue.” “Ahh… Miko nyebeliiin,” sergah Gladys kembali. Trettt... trettt... trettt.... Tiba-tiba BlackBerry Gladys berbunyi. “Dys, bagaimana keadaan kamu? Udah mendingan kan?” Ternyata dari Bang Vino. Kembali Gladys memejamkan matanya seraya berharap Miko lah yang lebih peduli terhadap dirinya. Namun tetap saja nihil. Miko tak ada kabar. Beberapa hari sudah Miko dan Gladys seperti orang asing yang tak pernah saling mengenal sebelumnya. Keduanya sama-sama bersikap saling acuh dan seakan tak peduli satu sama lain. “Miko, lo tahu bagaimana keadaan Gladys sekarang? Tumben banget beberapa hari ini Abang nggak pernah lihat kamu jalan sama dia. Padahal kan seringnya kalian lengket banget kayak perangko,” tanya Bang Vino. “Ya mana gue tahu Bang, gue kan bukan pacarnya Gladys. Abang sendiri dong yang harusnya lebih tahu tentang Gladys.” “Lah, kok lo jawabnya ketus gitu sih, Mik? Gue kan nanya baik-baik ama lo. Kalau lo nggak tahu ya udah bilang aja. Nggak usah nyolot kayak gitu!” muka Bang Vino semakin memerah menahan emosi. “Gue nggak nyolot kok, Bang. Lo tuh yang nyolot dan sok tahu sendiri,” balas Miko geram. “Kok jadi gue sih yang lo bilang nyolot? Gue kan bilangnya lo. Tentang lo, Miko. Tentang lo!” gertak bang Vino. “Nggak, Bang. Sama sekali bukan tentang gue. Tapi tentang lo. Lo sendiri, Bang. Lo aja yang nggak sadar. Selama ini gue udah berkorban banyak buat lo. Tapi apa yang gue dapat? Gue sama sekali nggak dapat apa-apa Bang. Yang ada hanya sakit. Di sini!” timpal Miko seraya memukul dan menunjuk ke dadanya sendiri. “Maksud lo? Pengorbanan? Sakit? Apanya? Emang gue punya salah apa sama lo?” Bang Vino mengernyitkan dahinya pertanda ia sedang berpikir keras saat itu. “Sudahlah Bang. Dari awal dan sampai kapanpun lo emang nggak bakalan paham,” lanjut Miko. Perlahan Miko pun membalikkan badannya dan meninggalkan Bang Vino seorang diri. “Lo nggak bakalan paham Bang dengan apa yang gue rasain sekarang. Apalagi lo adalah abang gue sendiri. Ini sulit banget Bang. Tapi lo yang paling beruntung dibanding gue. Gladys mencintai lo. Bukan gue. Dan seberapapun gue nunjukin perasaan dan sayang gue ke dia, dia nggak bakalan bisa paham dan mau ngerti. Karena hati Gladys emang buat lo,” batin Miko seakan turut berkaca membersamai raut wajahnya yang semakin berembun. “Apa sih yang salah sama gue? Gue kurang apa coba dibanding Bang Vino? Warisan Ariel Noah juga udah ada pada diri gue. Terus apa lagi? Nasib… nasib… kandas,” tambah Miko. Dahinya mengernyit. Sementara di sisi lain, Vino juga semakin dibingungkan dengan kisah cintanya bersama Gladys. “Emangnya gue salah apa sih hingga Gladys nggak mau ketemuan lagi sama gue? Gue antar pulang, udah. Terus? Bukannya gue nggak ada permasalahan apa-apa ya ama Gladys? Lalu, apa hubungannya antara gue, Gladys ama Miko? Miko kan adik kandung gue. Apanya yang salah?” tanya bang Vino dalam batinnya. “Miko.” Tiba-tiba Vino teringat akan sesuatu. “Kotak itu! Pemberian Gladys. Seharusnya aku tidak boleh membukanya. Tapi, bukankah Gladys sama sekali tidak mengetahui hal ini. Dan hanya Miko yang tahu bahwa aku telah membacanya.” Bang Vino kembali berpikir. Pikirannya mencoba menerka apa yang terjadi. “Miko… Kamu benar-benar keterlaluan. Pasti kamu yang telah mengatakannya kepada Gladys hingga dia tidak mau lagi menemuiku. Dasar Miko, aku menyesal telah mempercayaimu,” emosi bang Vino kian memuncak saat itu. Bergegas ia menuju ruang tamu untuk mencari keberadaan Miko. “Miko... keluar lo! Tidak usah bersembunyi lagi. Gue akan memberi lo pelajaran sekarang!” gertaknya. “Emangnya ada apa sih Bang elu teriak-teriak kayak gitu? Kayak nggak ada kerjaan aja,” sela Miko. “Gue emang nggak ada kerjaan. Terus lo mau apa? Hah?” bentak Bang Vino seraya memegang kerah baju Miko. “Gue benar-benar nggak paham dengan maksud omongan lo Bang,” bantah Miko. “Lo bilang pengorbanan? Sakit? Atau apalah itu. Mana buktinya? Gue kali Mik yang harusnya ngomong kayak gitu. Lo sendiri yang ngekhianatin gue. Lo kan yang pasti bilang ke Gladys kalau gue udah baca apa yang tertulis di kotak itu? Secara lo aja kan yang tahu bahwa gue udah membukanya? Nggak ada orang lain yang tahu permasalahan ini selain gue dan lo. Ya iyalah! Pasti lo. Emang siapa lagi?” tuduh Bang Vino. “Lo hanya salah paham Bang. Gue nggak pernah ngasih tahu ke Gladys bahwa lo yang udah membuka duluan kotak itu. Malahan...” dengan terbata Miko mencoba menjelaskan. “Ahh, gue udah nggak mau lagi mendengarkan semua perkataan lo!” Vino langsung meninggalkan Miko begitu saja dan langsung menemui Gladys di rumahnya. “Dys, gue pengen ngejelasin sesuatu ke lo. Gue harap lo nggak salah paham,” ujar Bang Vino berharap. “Udah nggak ada lagi yang perlu dijelasin Bang. Gladys hanya pengen sendiri sekarang,” Gladys masih dengan sikap tak acuhnya. “Dys, gue mohon. Sebentar aja. Gue nggak tahu Miko ngomong apa ke lo, hingga lo tiba-tiba benci banget ama gue. Barangkali dia ngejelek-jelekin gue di depan lo. Tapi itu semua sebenarnya hanya salah paham, Dys. Gue udah mau bilang ke lo duluan kalau gue udah lebih dulu membacanya, gue mau ngejelasinnya baik-baik. Tapi rupanya Miko yang duluan ngasih tahu lo kalau gue udah ngebacanya duluan. Gue tahu lo pasti kecewa banget. Emang dasar tuh Miko,” jelas Bang Vino. “Maksud Bang Vino???” tanya Gladys penasaran. “Ya, gue udah membaca surat di kotak itu. Dan itu kan yang membuat lo membenci gue, gara-gara lo tahu bahwa gue nggak menepati janji pasti dari Miko kan? Gue tahu, Dys, Miko pasti ngejelek-jelekin gue di depan lo,” ucap Bang Vino lagi. “Tapi, lo tenang aja, Miko udah gue kasih pelajaran dan dia nggak bakalan lagi berani mengganggu hubungan kita,” tambah Bang Vino. Tanpa terasa, setelah mendengar semua perkataan Vino, Gladys tak lagi mampu membendung perasaannya. Air matanya menetes. “Bang, Miko nggak pernah jelek-jelekin Abang sedikitpun di depan Gladys. Justru dia yang mengatakan bahwa yang lebih dulu membuka kotak itu adalah dia sendiri. Bukan Abang. Dia yang udah berkorban untuk Abang.” Mendengar penjelasan Gladys, tubuh Vino terasa lunglai. Ia tak lagi mampu mengutarakan apapun tentang apa yang dirasakannya saat ini. Ia merasa teramat bersalah atas perlakuan kasarnya terhadap Miko. Begitupun Gladys.