mauren, lupakan masa lalu
Mauren, Lupakan Masa Lalu

Mauren, Lupakan Masa Lalu

Reads
86
Votes
0
Parts
12
Vote
by Titikoma

Dunia Yang Terbalik

 “Haahh hari cepat sekali sih ... sudah hari Jumat lagi, ahhh males sekali aku mesti latihan jalan lagi.” Mauren menggerutu sambil memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi, tadi ada kuliah tambahan jadi pasti dia akan datang terlambat ke butik Ratna. Terbayang wajah Om Roki yang masam sewaktu Lolita model senior dan dengar-dengar mulai merambah bintang iklan di omeli, apa kabar dirinya datang telat. Belum lagi harus ganti kostum, Mauren melirik baju yang tadi pagi sengaja dibawakan mamanya. Mama membawakan jeans tiga perempat dengan ujungnya berpita kanan kiri ada motif payet bunga mawar sangat manis di padu dengan baju katun semi you can see berwarna broken white dengan gambar model Merlin Monroe tokoh favorit mamanya. Mauren tersenyum melihat usaha mamanya akan baju yang akan dipakai dalam latihan model. Juga sebuah sepatu berpita silver treples mama bawakan. Sebuah paduan yang manis. Untung jalan tol Jagorawi jam siang ini bersahabat, jam 13.45 Mauren sampai di butik Ratna dan tergesa-gesa memasuki pintu sampai bertubrukan dengan seorang cowok. “Buug!” “Aduh ... aduh maaaf! Kamu!” Mauren berteriak. Ternyata cowok yang akan keluar Nico dan di belakangnya Om Roki yang juga melotot karena Nico masih memeluknya. “Ihhh apaan sih! Aku telat nih!” Mauren tak kalah melotot juga. Nico hanya senyum-senyum, “Yah kamu telat hampir satu jam Mauren, oh kamu ganti dulu gih dari pada Om Roki marah lagi di ruangan. Ruang ganti tahukan atau kalau mau ke toilet kamu lurus dan belok kiri. Aku bantuin Om Roki bentar masukin baju-baju.” Mauren terperangah sebenarnya Nico sabar juga menghadapi kejutekannya, tapi dendam semua mimpi buruk ini terjadi awalnya adalah gara-gara dia! Nico yang berkomentar tentang dirinya yang cocok jadi model membuat Om Roki jadi ikutan mengamati dan tertarik. Tentu saja mamanya menjadi lebih bersemangat mewujudkan mimpinya memiliki anak gadis yang modis. “Aku sangat membencinya, mau dia bersikap ramah! Tidak akan pernah mengurangi kebencianku terhadapnya!” Mauren membulatkan perasaannya. Setelah memakai baju pilihan mamanya Mauren merasa aneh dengan penampilannya, tapi di sisi lain hatinya berseru,”Wah kamu keren Mauren memakai baju sportif faminin!” Mauren jadi mematut-matut sambil tersenyum, sekilas memandang telinga kanan dengan tindikan duanya jadi tampak nggak macho kalau pakainnya sudah feminin gini malah sebaliknya mempermanis dirinya. “Hmmm ok juga memilih baju buatku,” Mauren berkata sembari cepat memasukan kaos, celana jeans dan sepatu kets ke tas besar. Setengah berlari menuju tempat latihan. Saat membuka pintu yang lain sudah berkeringat karena sudah satu jam berlatih, ternyata sebagian sedang mencoba-coba baju yang nantinya dipakai untuk tampil. Sepertinya barusan dibagi-bagi Om Roki. Semua kembali menatap Mauren, sesaat Mauren menunggu reaksi mereka. Ternyata ada yang langsung tersenyum ramah sumringah sambil berkomentar,”Waaahhh keren!” Tapi ada juga yang cuek saja tak peduli, tapi Mauren lihat ada binar di mata Nico dan senyumnya juga mengembang sembari tangan kirinya memaku di dagu. Sesaat mata Mauren bersirobok dengan mata Nico dan wajah Mauren serasa memanas melihat senyumnya. Mauren bersikeras melawan rasa aneh tiba-tiba menjalari hatinya. “Wah, keren Mauren, jadi seterusnya Om nggak perlu ngomong lagi tentang penampilan kamu! Hari ini kamu keren dengan baju sportif feminimnya. Om harap hari ini kamu berlatih lebih sungguh-sungguh. Kamu punya waktu satu bulan untuk Om gembleng agar bisa menyesuaikan dengan yang lainnya. Akhir bulan ini kita tampil di pembukaan mall Citra dengan tema Flower Season, jadi nanti baju yang kita peragakan baju dengan corak bunga berbagai paduan dari baju santai, baju kantor dan beberapa baju pesta.” Mauren mengangguk-angguk saja dan ada aura lain yang menyelubungi dirinya, sesuatu baru yang sekarang sedang dicoba dan merubah hidupnya tanpa dirinya berdaya untuk menolaknya. Sepertinya start from here and let it go.  Latihan hari kedua ini Om Roki juga tidak terlalu sering marah seperti latihan pertama, sesaat Mauren merasakan ketenangan meskipun jalan peragawatinya masih saja diketawain teman-teman seniornya tapi tidak waktu hari pertama mereka sampai tertawa ngakak. Ada juga model yang kemarin tidak hadir di latihan pertama kini ada, model yang ternyata pernah disebut-sebut Salsa bernama Marsya dan Trisna selain Lolita. Mauren tahu dari Om Roki yang memanggil mereka berdua dan memeperkenalkan dirinya. Mauren agak tidak enak hati dengan tatapan mereka dan melihat tampilan dirinya juga. Apalagi Marsya sempat mencletuk, “Oh ini yang Nico ceritain kemarin, beruntung lho kamu ketemu Nico. Dia tidak pernah tertarik mengajak orang untuk gabung di agensi ini, yang ada orang ramairamai mendaftar.” “Oh gitu ...” Mauren tidak mau memasang peperangan. Walau di hatinya jelas-jelas merutuk,”Emang gue mau apa jadi model kaya patung manekin, sial! Kalo bukan demi mama dan sebuah pembuktian penting aku gadis normal, hallooooo everbody! Ogah aku ikut-ikutan!” “Aduuh Maureni, lebih rileks! Ayo jangan kaku dan tegang ... nah jalan ....” Om Roki menyemangati Mauren. Mauren menata hatinya meneken ego dan mencoba konsentrasi mengikuti instruksi Om Roki. Rasanya nggak enak dari hari pertama sampai sekarang Om Roki memandang remeh dirinya hanya untuk masalah jalan. “Sial! Aku harus cepat bisa jalan di panggung kalau nggak aku jadi objek kemarahan Om Roki terus nih! Aku nggak salah tapi dia ngomelnya ke aku! Eeeh!”Mauren menengeluh dalam hati. Mauren mantap berjalan dan berjalan, sesaat tidak ada komentar Om Roki menyelesaikan jalan memutari ruangan latihan. Beberapa pasang mata tertegun, tetapi ada juga yang mencibir. Sementara wajah Om Roki terbesit sedikit senyum. “Oke Mauren, nggak jelek-jelek amat. Sekarang kamu latihan memakai high heel.” Kata Om Roki lanjut intruksi. “High heel ?” Mauren menegerutkan wajahnya.  “Bagaimana aku bisa pakai high heel seumur-umur aku hanya pakai sepatu kets dan sandal treples.” “Mauren! Ayo jangan bengong-bengong saja! Kalau nggak bawa sepatu tinggi pinjam ke eehhh ... Marsya! Marsya Darlinggg! Pinjamin Mauren sepatu kamu Sayang ..,” Om Roki memanggil Marsya dengan lembut. Cewek berambut sebahu dengan tinggi sekitar 165 cm dari wajahnya keberatan meminjamkan sepatunya, tapi mau menolak pasti tidak enak. Mauren tahu Marsya tidak rela meminjamkan propertinya. “Nih, ati-ati ya pakainya! Sepatu kesayangan!” Marsya memberikan sepatunya dengan ancaman halus dan pelan. Diam-diam Nico selalu mencuri waktu untuk melihat kemajuan Mauren, sebenarnya dalam hatinya terdalam ada rasa bersalah. Gara-gara komentar yang terlontar begitu saja saat melihat Mauren pertama kali di hadapan Om Roki, mama Rafika dan mamanya sendiri semua menjadi perhatian terhadap Mauren terutama Om Roki yang suka iseng dengan instingnya kalau bisa menebak orang ini bakalan bisa jadi model besar. Nggak menyangka juga Om Roki jadi tertarik mengubah Mauren yang cowok menjadi model. Jujur di sisi lain Nico mengagumi cewek itu apa adanya tapi di sisi hati yang lain ingin merubah cewek jutek yang menyentuh hatinya pertama kali. Baru kali ini ketemu cewek yang super jutek, galak dan bahkan tidak mengenal dirinya yang model papan atas bahkan sudah merambah menjadi artis terkenal. Selama ini dia harus lari-lari sembunyi bahkan kerap menyamar agar bisa jalan nyaman tanpa dikuntit wartawan, tapi cewek yang sedang mencoba memakai sepatu high heel sekarang sangat berbeda. “Tontonan acara TV dia apa sih di rumah, sampai-sampai tidak tahu siapa aku?” Nico jadi penasaran dengan cewek yang nggak ada kagumkagumnya terhadap dirinya, bahkan tidak berterima kasih bisa jadi bagaian agensi bergengsi miliknya. “Nah ayo mulai jalan Mauren, jangan kaku! Badan lemas ... ups pandangan ke depan! Ayo!” Om Roki mulai mencoba Mauren untuk memakai sepatu  tinggi. Mauren tidak yakin bisa jalan dengan sepatu yang menambah tingginya 10 cm, semakin membuat dirinya tambah tinggi saja. Dengan tinggi 175 cm masih juga harus memakai sepatu tinggi lancip 10 cm. “Aku harus bisa!” tekad Mauren. Mauren memejamkan mata sejenak mengingat dia pernah melihat di salah satu acara TV peragaan model yang berjalan di panggung catwalk dengan sepatu tinggi. Mereka bisa tetap jalan santai dengan tatapan mata menyorot ke depan, sesekali tersenyum pada penonton atau fotografer yang ingin mengambil gambarnya. “Ya bagus Mauren terus!” Om Roki tersenyum sumringah. Nico dari jauh juga tersenyum senang, ternyata dia tidak salah menebak gadis super tomboy itu ternyata mulai bisa berjalan dengan sepatu high heel milik Marsya. Tanpa sadar Mauren tersenyum senang, sepertinya asik juga memulai hal baru yang tidak sedikitpun terlintas dalam benaknya. Dengan membayangkan dirinya menjadi model seperti di TV yang pernah dilihat tanpa sengaja membuat mempermudah Mauren berjalan ala model di panggung catwalk. Tapi tiba-tiba .... “Auuuhhhhh ....” Mauren pucat bukan karena kaget dan sakit utamanya, tapi melihat hak sepatu high heel-nya Marsya patah gara-gara dia terlalu percaya diri berjalan membuat dia malah keseleo. Mauren sendiri terjembab, ada rasa nyeri menjalari kakinya yang dari kemarin belum juga sembuh pegalnya ditambah hari ini sepertinya terkilir. “Aduh ... aduh ....” Nico berlari memburu. “Mauren nggak apa-apa?” “Nggak!” sangat ketus.  Melihat cowok yang menyebabkan dia terjebak kegiatan yang diakui baru saja menyenangkan tapi sekarang membuatnya sakit sekali di kaki membuat Mauren meradang lagi. Sebal sekali melihat wajah khawatir Nico yang menurut Mauren hanya kamuflase. Semua menyaksikan peristiwa yang membuat patah sepatu kesayangan Marsya dan Mauren yang keseleo mencoba jalan meskipun terpincangpincang. Semua juga melihat ketika Nico coba membantu berdiri dan akan memapah Mauren berjalan tapi dia tepis dengan kasar. Dalam sekian detik semua seperti menyaksikan adegan sinetron yang biasa Nico perankan. “Hoiiii kenapa semua diam!” Semua kaget dengan teriakan Om Roki, semua terpaku dengan peristiwa barusan. Wajah Nico merah padam atas tepisan tangan Mauren yang membuat tubuhnya tadi sempat terdorong menjauh. Marsya segera memungut sepatu tingginya dan wajahnya marah bukan main dengan Mauren. Memang tidak terlontar dalam kata-kata tapi kedua tangannya sempat mengepal keras dihentakan saking sebalnya. Jelas Marsya kesal sepatu high heel hitam yang sekarang patah adalah sepatu yang dibeli hasil pemotretan kalender tahun baru untuk 2014, baru satu bulan dimiliki. Kalau tadi bukan Om Roki yang berteriak untuk meminjamkan, Marsya tidak akan pernah ada satu orang pun menyentuh properti apa pun yang dia miliki. Sebenarnya Marsya tahu sudah banyak yang bilang dia pelit! Tapi peduli setan semua yang didapatkan adalah hasil kerja keras dan tidak mudah mencari uang halal di metropolitan apalagi bisa eksis di dunia glamour. Terlalu banyak yang dikorbankan kalau harus hidup berboros-boros. Begini-begini harga diri adalah segalanya. Marsya mempunyai perinsip lebih baik di bilang model pelit! Daripada menjadi model plus plus seperti yang dilakukan Lolita dan akhir-akhir ini bahkan Trisna pun mulai mengikuti gaya hidup Lolita. Marsya menyayangkan dua sahabatnya yang juga icon kebanggaan Ratna Agenci karena mereka bertiga yang sekarang mendapat julukan model papan atas. Marsya masih mengusap-usap sepatunya dengan wajah kesal. Mauren duduk di pojok mengusap-usap punggung kaki kanan dan jari-jarinya yang mengeras, tadi Mauren sempat sakit sekali karena kakinya kram. Nico memilih mendekati Marsya dan sepertinya dari kejauhan Mauren melihat mereka berdua berdiskusi singkat. Yang akhirnya malah Marsya tersenyum sumringah memberi kode baik-baik saja atau ya sudahlah nggak apa-apa. Tapi ketika mata Mauren dan Marsya bertatapan jelas ada kilatan marah di mata Marsya, sepertinya tidak hanya masalah sepatu tingginya tapi entahlah yang Mauren sendiri tidak mengerti perasaan apa yang membuatnya Marsya sepertinya tidak suka. Tanpa sadar Mauren mengingat dari awal kedatangan dia wajah yang paling tidak bersahabat tadi Marsya, dari tadi Bibirnya mencibir saat dia berlatih jalan, untung dia tidak tahu kedatangan dirinya di hari pertama saat Om Roki lebih parah memarahi cara jalan dia yang seperti tentara dan pakaian dia yang kaya preman. Om Roki menyuruh Mauren istirahat dulu. Seperinya Lolita, Trisna, Marsya memang model yang menjadi andalan Ratna agensi. Mauren melihat mereka bertiga menjadi bintang utama di event pembukaan Citra Mall dengan tema Flower Season. Bertiga memakai baju pengantin motif bunga mawar yang sangat cantik. Diam-diam Mauren mengamati cara jalan mereka, wajah, tatapan dan mata mereka yang tampak hidup. Tanpa sadar Mauren mengagumi mereka bertiga, walau setiap mata Marsya bertemu tatap langsung buang muka dan menganggap dirinya tak ada. “Masih sakit kakinya? Ini ada air hangat kamu kompres ya ...” Nico dengan tatapan bersahabat menyodorkan sebuah baskom merah dengan waslap di samping Mauren duduk memegang kaki yang sudah dia baluri minyak kayu putih. Tanpa menunggu jawaban, Nico memilih untuk cepat pergi. Jujur dia nggak mau tersakiti kalau tiba-tiba yang ada Mauren malah marah dan bahkan mengguyur dirinya dengan air yang hangat-hangat kuku ke wajahnya. Akan sangat memalukan kalau sampai kejadian maka Nico memilih cepat kabur.  “Eee ma ... makasih ya ...” Mauren nggak nyangka Nico cepat menjauh darinya. Sejenak Nico membalik badan dan tersenyum. “Sama-sama ....” Mauren sejenak menatap nanar punggung cowok tinggi besar proposional berlalu. Ada rasa tidak enak hati tadi dengan waktu persekian detik membuat dirinya seakan dipermalukan dengan sikap kasarnya. “Ah go to hell-lah! Semua ini juga gara-gara dia!” Mauren berusaha keras menepis rasa bersalah yang diam-diam merambati hatinya. Sikap dia yang sangat kasar, sikap yang belum pernah dia tunjukan pada siapa pun kecuali pada Nico. “Wah kereeen ... aduh kayanya memang aku hanya akan jadi pengacau nih di acara pembukaan mall Citra. Bagaimana bisa aku menjadi model seperti mereka.” Mauren melihat para model yang sudah asik blocking dan berjalan lenggak-lenggok dengan iringan musik. Tangannya mengompres punggung kakinya yang terasa enak dijalari rasa hangat. Hampir satu jam Mauren mengawasi para model termasuk Nico yang berpasangan dengan Marsya untuk baju pengantin. “Mereka tampak serasi ...” komentar hati Mauren. Tapi yang diawasi ternyata balik menatapnya dengan senyum. Nico sengaja menatapnya dengan senyum sambil jalan sebagai seorang peragawan. Mau tidak mau Mauren membalas tersenyum. Sepertinya hawa panas menyelimuti wajahnya dan perasaan berdebar tidak jelas berdetak kencang. Tapi tidak bisa lama-lama menikmati sensasi yang baru saja dia rasakan, suara menggelagar Om Roki membuatnya kaget. “Ayo Mauren jangan malas-malasan habis Nico dan Marsya kamu masuk! Sendiri tanpa pasangan! Kamu pakai baju santai. Cepetan!” Tanpa protes Mauren berdiri dan hampir saja bertubrukan dengan Nico dan Marsya yang baru saja selesai maju.  “Ihhh ini bocah!” Marsya mengomel pendek saat Mauren gelagapan maju jalan. Sementara malah Nico menepuk bahu Mauren sambil komentar, “Cayoooo.” Marsya semakin bete dengan satu kedipan mata Nico buat Mauren. Entah kekuatan dari mana atau semangat yang tiba-tiba membara membuat Mauren bisa jalan tanpa sepatu tinggi dulu, tapi sepertinya dia bisa menyeimbangi dengan model yang lain. Om Roki juga mengangguk-angguk kepalanya. Mauren jadi semakin percaya diri seperti yang ditunjukan teman-teman model lainnya, saat berjalan sepertinya sangat percaya diri dengan penampilan tubuh mereka. Dan terus berlanjut model lain yang bersiap untuk maju, Mauren kebagian memeragakan tiga baju. Dari tiga baju tersebut yang pertama baju santai, kedua baju kantor dan ketiga berpasangan dengan Boy memakai baju pesta santai juga. Sementara model-model lain memeragakan sampai delapan baju. Mauren maklum dia pendatang baru dan tidak masalah kalau hanya satu baju juga yang harus diperagakan. Toh, alasan dia mau ikut acara model ini hanya akan membuat mamanya bahagia kalau anak gadisnya bisa menjadi perempuan. Jujur untuk ini Mauren prediksi dia bisa tapi pembuktian yang kedua agak sulit! Mama mengharapkan dia punya teman dekat sebagai bukti kalau dirinya gadis normal yang masih menyukai pria. “Hmmm ....” Mauren merasa lega jam 17.00 selesai juga latihan. Masih ada waktu untuk salat asar. Mauren membereskan tasnya bergegas dengan jalan terpincang-pincang menuju mushola yang terletak di dekat ruang ganti. “Mauren hati-hati ya!” Boy menyapanya. Mauren paling senang dengan Boy, dari beberapa model cowok dia yang paling kelihatan down to earth. Beruntung banget dia dipasangin dengan Boy untuk memeragakan satu baju pesta santai. Nggak beyang kalau harus berpasangan dengan Luki, Aras atau lainnya sepertinya yang ada hanya akan diremehin atau malah dibentak-bentak karena nggak bisa-bisa selaras jalan dengan mereka di panggung catwalk. Boy berbeda dia lebih sabar, kalau Mauren melakukan kesalahan Boy tenang-tenang aja malah dia yang mencoba menyesuaikan agar Mauren tidak kelihatan salah. “Ya Allah mudahlanlah segala urusan hamba, semoga jalan yang tengah hamba tempuh selalu mendapat perlindungan-Mu. Seperti dunia yang terbalik Ya Allah apa yang harus hamba jalani, tapi semua hamba lakukan demi membahagiakan mama yang amat hamba sayangi. Ya Allah mudahkanlah dan janga dipersulit.” Mauren menutup doanya dan bergegas keluar dari mushola, dia prediksi setengah jam bisa sampai di rumah jadi masih dapat salat magrib.


Download Titik & Koma

* Available on iPhone, iPad and all Android devices