
by Titikoma

Lepaskan... Let It Go...
Sabtu pagi jam menunjukan sudah pukul 07.30 , “I can see clearly now, the rain is gone, I can see all the obstacles in my way...Gone are the dark clouds that had me blindIt’s gonna be a bright (bright), bright (bright) SunShiny day. It’s gonna be a bright bright, bright bright Sun Shiny day.” HP Mauren meraung-raung minta diangkat. “Hai bangun pemalas sudah jam 07.30, kamu pasti nggak salat subuh ya!” suara penuh semnagat 45 membuat Mauren kaget, memang subuh pagi ini terlewati. “Uppps, siapa nih ?” “Ihh sombong banget! Nggk kenal suara orang ganteng kaya gini!” suara di seberang handphone kedengaran ngamuk. Dari awal jelas Mauren tahu itu suara Nico tapi tentu saja gengsi dong kalau langsung nebak, bisa Gedhe Rasa pikir Mauren tuh anak. “Iyeee gue kan nggak punya nomor lo, syukur gue angkat nomor asing. Biasanya gue cuekin habis kalau nggak dari kantor bank pasti kantor asuransi, dari pada bohong mendingan nggak gue angkat!” “Ya udah salat dulu sana gih nanti aku telepon lagi, eiiits simpan dulu nomorku dengan nama Nico Ganteng atau Nico Tersayang juga boleh,” terdengar suara meledek. “Ih sok kepedean,” gerutu Mauren tapi bergegas juga ke kamar mandi. Ajaib pijatan Mbok Tinem benar-benar manjur, semalaman tidur nyenyak mimpi aneh tapi indah membuat subuh pun terlewati. Biasanya kalau libur abis salat subuh tidur lagi kalau kondisi badan capai. Tak urung Mauren tersenyum sembari wudu dia ingat semalam mimpi bisa begitu dekat dengan Nico, memang tampak samar Mauren tidak bisa mengingat sepenuhnya tapi dalam mimpinya seakan nyata dia tidak bisa pungkiri kalau Nico membuat rasa yang berbeda dan untuk pertama kalinya dia rasakan dalam hidupnya. “Sepertinya jatuh cinta memang menyenangkan, apa yang tadinya dibenci menjadi sesuatu yang memacu adrenalin penuh dengan penasaran dan semuanya berubah,” bisik hati Mauren setelah menjalankan salat subuh yang sangat kesiangan. Baru saja selesai memebereskan mukena, telpon genggam Mauren sudah bernyanyi lagi dan sebuah nama di layar “Nico Jelek” terpampang. “Ya si jelek apa lagi?” sapa Mauren. “Ih kok jelek sih? Gimana kaki kamu udah baikan?” “Untuk satu ini aku akui pijatan Mbok Tinem manjur juuuur aseli aku udah nggak sakit sama sekali,” Mauren berkata riang sambil mencari-caru adakah rasa sakit di kakinya ternyata tidak ada. “Sip! kalau gitu kita bisa pergi bareng.”Di seberang telepon Nico juga tidak kalah riang. “Ih kemana? Males ah week end gini kemana-mana pasti muacet!” Mauren paling males pergi Sabtu Minggu, jujur dia lebih suka menghabiskan di depan TV dengan HBO dan discovery channel ketimbang jalan bergelut dengan kemacetan metropolitan. “Aduh Non, aku yang setir. Pokoknya kamu tinggal tidur aja nyampe di mall paling dekat rumah kita aja Mall Ciputra dan kita pilih sepatu high heel Marsya yang kamu patahin. Ingat Rabu aku janji mengganti sapu yang kamu patahin. Sudah paling makan siang bentar kita pulang.” Nico menerangkan rencana hari ini. “Hmmm kalau bukan karena kamu janji ngegantiin sepatu tuan putri Marsya dan aku yang matahin ... iiihhhh males aku keluar Nico! Muaceeet ! Apa lagi film HBO ada film animasi the Brave aku gak sempet nonton waktu lalu. “The Brave ooh iya sih bagus juga awalnya sih bisa terbilang biasa, mengisahkan tentang seorang anak perempuan yang memiliki problem dengan ibunya. Disini ibunya Merida, Elinor, yang adalah seorang ratu, ia ingin mempersiapkan anaknya tersebut untuk bisa menjadi sama seperti dirinya di kemudian hari nanti. Namun sayangnya Merida tak suka, ia yang sangat menyukai memanah dan berkelana di alam liar, atau bisa terbilang agak tomboy dari hobi sama sekali tak mau dipaksakan untuk menjadi anggun selayaknya wanita terhormat di dalam kerajaan. Dan karena mereka berdua sangat sulit dalam hal mendengarkan dan saling mengerti, mau tak mau pada suatu hari akhirnya terciptalah sebuah masalah yang besar. Pada saat Merida sedang dijodohkan oleh ibunya dengan ketiga kandidat laki-laki dari tiga suku yang berbeda, dengan beraninya Merida melakukan hal yang bisa mempermalukan ketiga laki-laki tersebut, yang lalu membuat ibunya gusar dan marah sekali. Ee iya Merida tomboy seperti kamu! Cerita ini persis kamu dan Tante Rafika,“ Nico bercerita panjang lebar tidak beda jauh dari sinopsis yang Mauren baca. “Sialan!” gerutu Mauren disamakan dengan Merida. “Eh sekarang lagi di putar film bagus juga lho kamu pasti juga nunggununggu. Tapi sih aku cek belum hadir di mall terdekat. Kalau kita ke daerah Semanggi bisa saja ke Mall Semanggi ada 21 aku cek filmnya di putar 12.30 jadi paslah kita jalan dari rumah jam 10.00 kita sampai mall Semanggi mampir ke Centro beli sepatu Marsya lalu kita nonton sambil beli hot dog dan pop corn terus pulang.” “Filmnya Frozen ya?” Mauren memastikan, diakui dia juga suka film-film animasi, entahlah setiap film keluaran Disney dan Pixar pasti keren-keren terutama buat tokohnya itu unik-unik. “Sepertinya kamu sudah bisa menebak kesukaan aku ya, baiklah tuan Nico yang terhormat! Kali ini di week end saya mau jalan dengan Anda,” kata Mauren terdengar resmi. Di kamar Nico tersenyum ringan, “Gila nih cewek semua orang ingin dekat dirinya, mengenalnya dan mungkin memiliki tapi cewek cantik ini unik bahkan nggak mengenal siapa dia sebenarnya.” Nico tersenyum, sepertinya dia harus dibuat sadar sedang jalan dengan siapa. Nico tersenyum riang lalu meleset ke kamar mandi. Baru saja selesai mandi, Mauren kaget di tempat tidurnya sudah ada baju katun warna putih ada bordiran bunga matahari di tengahnya dan tali selempang lalu bawahnya langsung menyambung berbentuk rok susun jeans. “Wow simple, keren sih ... tapi enggak terlalu pendek apa yah? Pasti ini ulah mama deh!” Mauren mendengus agak kesal juga. Soalnya dia berencana memakai jeans dan kaos kombrangnya, males banget sih waktu libur juga harus memakai baju modis ala mama. “Wahhh yang mau nge-date mandinya lama banget dan hmmm wangi banget!” mama tahu-tahu sudah menampakan diri dari balik pintu dan menggodanya. “Siapa yang mau juga nge-date ?” Mauren memasang wajah jutek, dalam hatinya bertanya-tanya apakah Nico juga ijin sama mama untuk pergi siang ini. “Ya elaaaa Mauren, Mama tahu orang Nico tadi minta ijin mau ngajak kamu nonton sama cari sepatu yang kamu patahin,” Mama Rafika tersenyumsenyum kalem, kali ini dia tidak mau memperolok putrinya karena jujur mama Rafika berharap kalau kegalauan selama ini salah! Kalau putrinya tidak bisa suka dengan cowok. Sejak semalam Nico mengantarkan Mauren yang terkilir dan melihat sepertinya Nico menyukai Mauren ada kebahagiaan terbit dalam hatinya. Siapa pun pasti akan senang bila anak gadisnya punya cowok seperti Nico, menurut pandangan mama Rafika Nico anaknya santai, rendah hati, pintar di perkuliahan dan karir model dan keartisannya juga melejit. “Mam ini nggak terlalu kependekan?” Mauren berkaca dengan memakai baju yang mamanya siapkan. “Ehmm bentar, Mama ambilkan legging biar paha kamu nggak kemanamana.” Mama Rafika bergegas keluar dan kembali dengan celana katun kaos ketat hitam. “Nahh sip baguskan ?” Mama dan Mauren mengamati baju kaos putih rok sedikit di atas lutut dan paduan legging hitam. “Iya Mam Perfect! Ini baru enak nggak perlu harus jaga kaki hehehehe.” “Aih kamu tetep harus sopanlah Sayang, ayo tuh sepertinya Nico sudah datang. Good luck ya Sayang ... Mama bangga dengan kamu,” Mama Rafika mencium pipi Mauren. Jujur tidak ada yang lebih membahagiakan hatinya setiap saat bisa memenuhi apa yang mama inginkan, walau kadang keinginan mama bertentangan dengan hatinya. Tapi apa pun demi mama Mauren pasti akan selalu mengusahakan termasuk tidak menjadi dirinya sendiri, nyatanya ada hal lain yang membuat hidupnya berbeda warna. Sekarang Mauren tidak hanya mengenal dunia karate, panjat gunung, sahabat-sahabat ceweknya yang menggantungkan untuk tempat curhat dan perlindungan juga kampus saja. Ada dunia baru! Dunia model yang Mauren belum tahu kemana akan membawanya. “Wow ... cantik sekali!” Tanpa berusaha sok mengagumi Nico terangterangan komentar kalau hari Sabtu ini penampilan Mauren memang cantik. “Apaan sih, biasa aja kali!” Mauren malah menjadi risi dan malu tak terkendali. Mama Rafika hanya tersenyum tipis. Mama Rafika tidak mau banyak menggoda, yang jelas terbesit doa dan harapan, mama Rafika berusaha membuat Mauren agar nyaman sehingga akan terbuka tentang apa saja saat jalan dengan Nico putra Ratna sekaligus sahabatnya. “Yuk jalan, aku nggak mau lho telat nonton film Frozen-nya,” ancam Mauren dengan mendelik galak. “Siap Tuan Putri Mauren Malala Putri,” Nico bergaya seperti seorang pangeran setengah menunduk kaki di mundurkan menyamping dan tangannya diayunkan atas ke bawah. Persis patih yang menerima perintah sang ratu. “Tante aku pergi dulu ya dengan Mauren, Tante mau dibawain apa oleh kita dari Plasa Semanggi?” tanya Nico akrab dan hangat. Sejenak Mauren tercengang, mama dan Nico kelihatan seperti sudah sangat akrab. Mauren tersadar dia ingat saat menyamperin mama yang hampir tiga jam di butik Tante Ratna tengah ngobrol dengan Nico juga. Sepertinya mama suka cerita tentang dirinya tanpa sengaja pada Nico makanya Nico merekam semuanya dan tahu banyak tentang dirinya termasuk Oh My God dirinya yangbelum pernah punya teman dekat sekalipun jelang dua puluh tahun. “Terserah kalian aja deh, yang jelas hati-hati ya. Selesai film langsung pulang,” Mama Rafika menyambut cium tangan Nico berpamitan. “Ok Tante dagh ...” Nico menggamit tangan Mauren. “Dagh Mam Mauren jalan dulu ya,” Mauren mencium tangan mamanya juga. “Gila ya! Sepertinya kamu akrab banget dengan mamaku. Awas aja ya mentang-mentang dekat dengan mama dan mama sepertinya senang sekali kita dekat! kamu kalau apa-apa akan minta ijin dan mengadu pada mama! Jangan harap ya besok-besok akan berlanjut!” ancam Mauren. “Aduh Mauren, mama kamu dengan aku sudah menganggap anak sendiri. Kamu sih sombong nggak pernah mau turun berbulan-bulan setiap mengantar mama ke butik. Kamu tahu nggak mama Rafika memilih baju yang dibeli itu cepat tapi lamanya ngobrol dengan aku, Om Roki dan mamaku. Kita menghargai Tante Rafika sebagai pelanggan sekaligus sahabat mama makanya kamipun tahan berlama-lama. Kasihan lho, papa kamu sangat sibuk, terus kamu dan kakak kamu! kata mama Rafika juga sibuk dengan dunia kalian. Bagaimana mama Rafika akan ada kesempatan bercerita tentang problem hidupnya. Kamu pikir orang nggak ada masalah apa? Termasuk mama kamu yang butuh teman bicara?” Nico nyerocos sambil tetap konsentarsi di setir. Jalanan Cibubur untuk keluar ke tol Jagorawi di week end luar biasa merambat. “Hmmm sampai segitunya ya, kupikir mama berlama-lama di butik karena terlalu banyak pilihan baju yang mama kamu tawarkan,” dengan jujur Mauren mengemukakan pendapatnya. “Nggaklah, mama kamu itu sudah tahu persis model baju yang pas dengan diri beliau. Paling coba sebentar dirasa enak atau nggak udah ambil keputusan akan dibeli atau tidak! dan sisa waktu panjang adalah bercerita. Aku dan mamaku memang menjual baju tapi tidak sekedar menjual dibeli dan pulang. Tapi kita harus memahami keinginan mereka berlama-lama di butik kita. Dan aku tahu sekali mama Rafika suka teh hangat buatan mamaku dan mama selalu menyediakan kudapan dalam bentuk mini yang disukai tamu-tamu pengunjung. Aku kerap menamani Tante Rafika yang menceritakan kamu dan Kakak Morena juga papa kalian. Yang pasti Tante Rafika sangat bangga dengan kamu lho,” Nico melirik Mauren yang tampak menengang. Bagaimanapun ada sesekali pertentangan dirinya dan mama yang mungkin mebuat mamanya merasa sakit hati, terutama pertentanganpertentangan untuk tampil feminin, tidak bawa ngobil ngebut, tidak hanya menonton HBO dan discovery channel di rumah, memiliki teman dekat tapi semua Mauren bantah. Mauren mulai mengingat-ingat kapan dirinya dan mama ngobrol untuk sekedar sharing kegiatan kampus atau apalah. Mauren terhenyak selama ini dia malah hanya sibuk dengan urusan sahabat-sahabatnya yang bermasalah dengan pacar-pacar mereka, karate dengan pertandingan-pertandingan sesekali diikuti dan kalau suntuk kabur dengan manjat gunung. “Kasihan Mama pasti kesepian, mengingat papa yang bekerja di perusahaan perminyakan Prancis kerap keliling dalam negeri maupun luar negeri, Kak Moreno sibuk dengan dunia balap mobil sementara dirinya yang seharusnya dekat karena anak cewek satu-satuny di rumah malah sibuk dengan dunia kelakian yang dianggap membuatnya merasa aman dan nyaman,” laras hati Mauren. Melihat pengalaman sahabat-sahabatnya semua berantakan gara-gara cowok membuat Mauren males dengan kaum adam yang hanya akan membuat hatinya nanti terluka sama seperti yang dilakukan cowokcowok sahabatnya yang membuat sahabatnya nangis. Mauren jadi ingat Cika yang sedang bemasalah dengan Bram. Mauren segera mengebel Cika, tiba-tiba instingnya ingat tiga minggu lalu saat dia meminta Bram dan berkelahi karena Bram yang tidak mau bertanggung jawab. “Aduh Cika kok nggak diangkat sih ...” Mauren menutup teleponnya dengan kecewa. “Kamu telepon siapa kok kayanya penting dan sekarang wajah kamu murung?” Nico menatap wajah Mauren yang tadi ceria mau menonton film Frozen yang ternyata di tunggu-tunggu juga. “Ini aku telepon Cika sahabatku dia lagi ada masalah dengan cowoknya, terakhir aku nantangin Bram cowoknya yang nggak mau bertanggung jawab atas kehamilan Cika ee belum pasti juga sih hamil ...” “Tunggu-tunggu kamu nantangin cowoknya Cika? Maksudnya berkelahi?” Nico bertanya ingin tahu. “Ya iyalah! Kalau Cika nggak memisahkan sudah babak belur dia!” Mauren mengepal tangan kanannya. “Hmmm ...” Nico hanya menggeleng-gelengkan kepala sambil tersenyum. “Cika itu sangat berarti yang buat kamu? sampai-sampai kamu ngebelain berani babak belur, untung Bram gak jago berkelahi atau jangan-jangan dia pura-pura kalah daripada harus berkelahi dengan cewek,” kata Nico lanjut. “ Ah whatever-lah!” Mauren membalas cuek. “Kamu baik banget ya, aku tahu sahabat adalah segalanya buat kamu ... nggak usah kaget Tante Rafika banyak cerita kok tentang kamu dan sepertinya memang benar adanya.” Mauren terdiam menatap Nico yang tenang menghadapi jalanan tol dalam kota menuju plasa Semanggi tersendat. “Hmmm kamu sendiri sebenarnya selain dunia model apa lagi aktivitas lainnya?” tanya Mauren balik. “Aku mahasiswa Teknik Industri semseter tujuh, yah dengan aktivitas model aku yang seabrek lumayanlah aku masih bisa tetap kuliah dengan IPK yang gak jatuh-jatuh amat. Yah itu aja sih kuliah dan dunia model tapi aku merasa kurang dengan waktu yang hanya dua puluh empat jam sehari.” “Cuiih kaya pejabat aja atau apa ya eee kaya artis yang jam terbangnya tinggi aja!” Mauren mencibir. “That’s I am! ” kata Nico serius. “Aku sangat sibuk sampai kekurangan jam untuk diriku sendiri terkadang, jadi kamu beruntung saat ini menjadi orang yang bisa dekat menemani aku di waktuku yang sebenarnya nggak senggang sih ... ada pembatalan syut ... enggak ding ada pembatalan janji aja,” hampir saja Nico keceplosan ada pembatalan syuting stripping salah stasiun televisi. “Aduh sampai juga, masih satu setengah jam nih dari waktu nonton. Enakan kita beli tiket dulu terus kita ke Centro dan salat zuhur dulu lalu pas deh 12.30 Frozen mulai. Gimana?” Nico meminta pendapat Mauren. “Kelihatannya sangat sistematis, setujuuu!” lama-kelamaan Nico asik juga jadi teman pikir Mauren. “Nico memang ukuran kaki Marsya berapa, lo tahu ya?” pancing Mauren dengan senyum selidik sembari menunggu lift. “Kalau cuma ukuran kaki tahulah, kaki lo gua juga bisa tebak.” Pandangan Nico ke kaki Mauren. Tiba-tiba segerombolan cewek ABG berbisik-bisik lalu terseyum cekikian. Mauren melihat tingkah mereka aneh saja, apalagi sambil menatap Nico yang hanya senyum-senyum sekilas berusaha tenang. “Nico kamu kenal ama anak-anak ABG itu?” bisik Mauren. “Udah diam aja, mereka sirik sama kamu tuh! Bisa jalan dengan aku,” jawab Nico cuek. “Ih narsis! Nggaklah!” otomatis Mauren menjauh dari Nico dan melempar pandangan ke lantai-lantai yang akan terlewati dengan lift. Pas di lantai dasar tempat Centro terkenal sepatu dan tasnya, Nico menarik tangan Mauren yang menjauh dan ternyata tiga cewek ABG centil mengekor. “Mas Nico boleh nggak kita foto bersama, please sekali saja ...” kata salah seorang yang paling menor dan sudah menyodorkan handphone pada Mauren yang menerima dengan bingung. “Maaf Mas Nico, cewek ini ?” tanya seorang lagi. “Oh nggak apa-apa ini cewek paling baik, untuk dimintain tolong mengambil gambar kita berempat nggak masalah kok. Ayo Mauren tolong fotoin kita berempat,” Nico memberikan perintah pada Mauren. Mauren sempat melotot tapi kondisi seperti ini begitu mendadak dan Mauren hanya bisa mengikuti perintah Nico saja dari pada mengajak ribut nanti Nico ngambek dan tidak dianterin pulang lebih menyebalkan pulang naik taksi mahal dan macet. “Siap, satu ... dua ... tiga ... smile!” “Trak” Bunyi kamera dari sebuah hp android dan sebuah foto narsis dua cewek di kanan Nico dan satu di sebelah kiri dengan senyum sumringah sepertinya memuaskan hati ketiga cewek ABG yang sudah capai-capai menguntit. Untung langsung jadi bagus kalau nggak! Mauren males juga kalau harus jadi tukang foto dadakan. Ternyata baru saja tiga cewek berlalu ada seorang ibu-ibu berbadan gendut tergopoh-gopoh menghampiri sambil langsung menyodorkan hp-nya kepada Mauren dan langsung menyuruh, “Tolong ambil foto saya dengan Mas Nico, saya ngefans banget lho Mas dengan peran ada jadi Akbar di sinetron” Ketika Cinta Suci Menyapa” ampun kamu benar-benar pria alim yang kasmaran tapi tidak bisa berbuat apa-apa! Aduh padahal kamu ganteng banget juga pintar.” “Pintar dari Hongkong?” gerutu agak keras Mauren yang sudah mau memoto ibu gendut dengan Nico yang terlihat kalem dengan kehebohan si ibu gendut. “Eh Non ini bodyguard-nya mas Nico ya? Ya jelas pintar Non yang bilang tuh kakak saya sendiri yang jadi dosen wali dia di kampus. IPK kamu katanya nggak kurang dari 3.5 ya!” Mauren makin kaget tapi juga geli soalnya si ibu gendut yang tiba-tiba nyelonong setelah tiga ABG sudah dapat foto mereka kabur, sangat agrsif memeluk-memeluk Nico yang tampak mulai risih. “Oh jadi ibu adik Pak Martono dosen wali saya?” Nico mencoba menjauhkan dari ibu gendut yang memepetkan tubuhnya. “Iya mas Nico, nama saya Martini. Ya sudahlah nanti saya sampain ke Mas Martopo kalau ketemu ama mahasiswanya yang artis terkenal dan kalau nggak percaya ini ada buktinya. Aduh makasih ya Mbak bodyguard udah fotoin saya ama Mas Nico, sampai ketemu.” Nico tersenyum ditahan melihat Mauren yang terbengong-bengong bingung. “Hahahaha, bingung ya ... udah nggak usah dipikirin yuk kita masih harus beli sepatu Marsya.” Nico menarik tangan Mauren yang masih bingung sebenarnya dia jalan sama siapa sih? kok tadi si anak ABG bilang model ganteng, terus ibu gendut tadi bilang main sinteronnya bagus. “Eh kamu tuh terkenal ya?” Mauren bertanya mencecar tolol. “Baru tahu?“ jawab Nico cuek. “Tahu gitu males deh gue jalan ama lo, bikin gue kaya bodyguard, tukang potret! Sebentar apa lagi!” Mauren bersungut-sungut. “Ayo sudahlah nggak semua kenal aku kok, yo tuh sepatu high heel hitam ... kita cari yang model dan merknya sama,” Nico melangkah lebih dahulu dan Mauren mengekor. Belum lagi memilih, tiba-tiba Sales Promotion Girl yang tengah merapikan sepatu high heel yang mirip dengan milik Marsya histeris. “Mas Nico Dirgantara, aduhhh beli sepatu buat pacarnya ya Mas?” SPG yang berdandan tebal melirik sirik pada Mauren yang mulai pasang agak jutek. Kali ini dia nggak mau disuruh fotoin lagi. Melihat wajah Mauren yang jutek, SPG yang sudah mengeluarkan handphonnya surut dan memanggil temannya untuk meminta tolong. Sebalnya Nico melayani permintaan para SPG yang merambat satu persatu jadi ingin difoto juga, Mauren geleng-geleng kepala melihat kerumunan mengelilingi Nico ada SPG, pembeli yang tahu ada model ganteng berkeliaran minta di foto bareng juga. Mauren lihat jam, “Ya ampun sudah sepuluh menit dari waktu harusnya nonton Frozen! Nico ... Nico ...” Mauren menunjukan jam tangan memberi kode waktu nonton sudah mulai. Tapi Nico hanya mengangkat tangannya mengkode untuk memberi waktu lebih lama. Kalau tiket dipegang sendiri sudah ditinggal Nico yang sibuk melayani para penggemarnya. Sialnya tiket ada di saku jeans Nico. Mauren membayar sepatu yang sudah di tangan, tadi Nico sempat bilang ukuran Marsya 39 berarti di bawah dia yang mempunyai ukuran kaki 40. Dengan tinggi semampai hampir 175 cm dan kaki yang panjang kadang Mauren agak kesulitan mencari sepatu yang feminim untung selera dia lebih enjoy dengan sepatu kets. Dulu pernah dipaksa mama untuk beberapa kali menemani ke resepsi dan batal karena tidak menemukan ukuran sepatu 40 yang cocok dengan baju resepsinya. Ditambah rasa malas untuk acara-acara resmi Mauren tidak mau pusing keliling-keliling menghabiskan waktu dan uang hanya demi sepatu yang akan dipakai untuk acara kawinan yang jarang didatangi kecuali urusan saudara atau sahabat. Setelah membayar sepatu yang cukup mahal menurut Mauren, agak menyesal juga teledor sampai mematahkan haknya dan sudah pasti Marsya bermuka super masam selain modelnya manis harganya juga sangat manis alias menguras nilai cash di dompetnya. Kira-kira harus tampil berapa kali di Selesai membayar pun ternyata Nico masih sibuk meladeni fans-fansnya. Dan semakin banyak saja kerumunannya tidak cowok dan cewek nggakubahnya jadi ajanag temu fans saja. “Hmmm ...” Mauren menghempaskan badannya pada kursi yang biasa untuk duduk mencoba sepatu, mengutak-atik hp nya. Ada sebuah SMS ternyata dari Cika. SMS Cika : “Mauren aku lagi ada acara pengajian nanti ya call back ....” “Hmmm ....” Ternyata hanya satu SMS dari Cika selanjutnya tidak ada yang lebih menarik untuk mengamati salah satu ibu-ibu hamil besar tergopoh-gopoh mendekati Nico. “Mas Nico tolong ya usap-usap perut ini, kata doketer anaknya cowok aduh saya ingin sekali punya anak seganteng Mas Nico dan setenar, sekaya dan sepintar Mas Nico pokonya semuanya!” Nico bingung lalu melirik Mauren yang sekarang seperti dapat kesempatan untuk menertawakan Nico yang tengah kebingungan atas permintaan ibu-ibu yang tengah hamil besar. Nico mengkode bingung meminta Mauren mendekat. Sambil menahan tawa Mauren mendekat. “Nah coba minta ijin dulu ke dia Bu ....” Si ibu menghadap Mauren, Nico mengkode kedipan dua mata sambil tangannya dikibaskan memberi kode, “Jangan!” “Ini pasti pacar Mas Nico ya, Non maaf ya ibu mau mau minta ijin Mas Nico mengelus perut Ibu yang seminggu lagi perkiraan dokter mau melahirkan bayi laki-laki. Ibu ingin banget punya anak yang semuanya persis kaya Mas Nico. Pokonya cowok yang sempurna. Minta tolong ya Non ijinin Mas Nicomu mengelus sebentar saja.” Tanpa meminta persetujuan lagi pada Nico, dengan spontan Mauren menjawab,”Dengan senang hati Ibu, saya setuju sekali jangankan satu ibu hamil kalau ada sepuluh yang mengidam seperti ibu saya pasti juga mengijinkan.” Nico melotot ke Mauren yang tengah menahan ketawa dalam hati, “Emang enak jadi obat nyamuk nungguin kamu yang super narsis, tahu rasa sekarang semakin menggila saja permintaan fans-fans kamu.” Mauren mendekati Nico yang ragu memegang perut ibu hamil besar. Lalu memegang tangan Nico dan memaksa tangan Nico mengelus perut ibu hamil besar yang sudah standbay. Mauren geli melihat ibu yang memejamkan mata tengah merasakan elusan Nico yang digerakan oleh tangan Mauren. Mauren mengarahkan tangan Nico menggerakan beberapa kali elusan dan sepertinya ibu hamil tua sangat bahagia. “Terima kasih ya Mas Nico nggak nyangka Ibu kesampean bisa ketemu Mas Nico Ibu memang ngidam banget dipegang bahkan dielus perut ini, aduh Non yang cantik terima kasih ya. Pokoknya ibu doakan kalian langgeng pacarannya sampai nanti menikah dan jadi kakek nenek sampai ajal menjemput kalian tetap bersama,” aking bahagianya kata-kata yang meluncur adalah seperti doa. “Amin!” Nico mengamini dengan rasa lega. Jujur Mauren juga mengamini tanpa sadar tapi terucap hanya dalam hati. Sebuah harapan yang spontan. Mauren menatap Nico yang mengamini dengan wajah tak percaya, mata mereka bertatapan tapi kemudian Mauren buang muka, dia tidak mau Nico tahu apa yang tengah bergejolak dalam hatinya tanpa jelas. Semua begitu mendadak dan mendebarkan. “Sekarang gantian dong, ike juga ingin foto dengan Mas Nico yang aiiiih guanteng banget boooo! Aduh licin banget pipinya sih!” seorang cowok yang semi cewek sudah menghampiri Nico. Mauren milih menyingkir dan melihat jam sudah setengah jam dari film main. Sementara masih ada beberapa orang yang pastinya fans Nico dengan sabar menanti untuk foto bersama. “Untung gua nyingkir kalau nggak jadi tukang foto dadakan teruamana banyak gitu, yah batal deh nonton Frozen-nya, tahu gini mending aku jalan sendiri,” Mauren mengeluh dalam hati. Sudah hampir satu jam dan sepertinya semua sudah mau kelar. Nico langsung kabur setelah seorang cewek fans terakhir minta tanda tangan. “Ayoo cepetan, kita ketinggalan yah nontonnya,” tanpa rasa bersalah Nico menarik tangan Mauren. “Nico kita sudah telat satu jam! kalau kamu mau nonton silakan nonton sendiri! Gue mau pulang. Nyesel gue pergi ama orang terkenal!” Mauren memasang wajah super jutek. “Aduuh maaf dong Mauren, tunggu aku beli topi dulu.” Nico memilih sebentar lalu membayar tanpa menawar sebuah topi hitam bertulis BOY berwarna putih siver. “Nah gini aman deh! Sekarang kamu tahukan jalan dengan artis terkenal?” Nico memandang wajah Mauren yang ditekuk. “Oh jadi sengaja kamu nggak pakai penyamaran tho! Biar membuktikan kamu itu siapa dan aku siapa? Sombong!” Mauren berkata sebal. “Ehem, maaf ya aku nggak bermaksud sombong kok. Aku tadi tergesagesa jemput kamu, nanti aku telat kamu marah kata Tante Rafika kamu nggak suka orang yang nggak tepat waktu jadi aku nggak sempat bawa alat-alat penyamaran aku,” terpaksa Nico berbohong demi merendam kemarahan Mauren dan pandangan dia tentang dirinya yang dibilang sombong tentu saja salah. “Oke tunggu aku beli tiket Frozen, kita nonton 15.00 kita ada waktu satu jam yuks kita beli burger dan pop corn sambil menunggu di studio aja.” “Hmmmm kalau bukan demi film Frozen dan sudah kepalang tanggung sampai Plasa Semanggi! Aku nggak akan mau! Dan aku nggak akan mau lagi pergi-pergi dengan orang tenar yang narsis kaya kamu lagi!” Mauren marah-marah. “Aduh plaese dong aku kan sudah minta maaf ini burger, pop corn, dan green tea latte kesukaan kamu. Iya kan?” berbagai cara Nico lakukan agar Mauren tidak marah gara-gara tadi dia melayani para fans-nya, menyesal juga tidak pakai acara menyamar seperti bisa dia lakukan, padahal menyamar bagi dia adalah seni yang meneyenangkan juga. Nico tersenyum sendiri membayangkan berbagai cara penyamaran pernah dia lakukan agar tidak dikenal bila sedang jalan. “Kapan-kapan aku akan kasih kejutan Mauren bagaimana cara aku menyamar,” janji Nico dalam hati. Akhirnya pintu teater tiga dibuka, Nico menuntun Mauren mencari tempat duduk yang dia beli di paling belakang atas. Nico bersyukur Mauren tampaknya memilih diam daripada banyak komentar lagi sampai film Frozen mulai. Nico memperhatikan Mauren yang tampak menghayati sekali bahkan ya ampun anak tomboy gitu air matanya menggenang air saat adegan Ana meminta Elsa kakaknya untuk mau bermain lagi dengannya. Tapi memang keren penciptaan tokohtokoh dalam film animasi Frozen. “Hai kok menangis sih ... ini kan cuma film kartun Sayang ...” Nico berbisik lembut. “Ihh ganggu aja ...” Mauren yang ketahuan merebak sebenarnya malu, sebagai kompensasi mencubit tangan Nico tapi sebaliknya Nico menangkap dan menggengamnya. Saat itu Mauren tidak bisa berkata-kata rasanya sebagian jiwanya terbang entah kemana, tidak ada keinginan sedikit pun untuk menepis tangan yang sekarang menggenggamnya erat dan hangat. Nico menatap lembut dan untung ruangan gelap Mauren bisa menyembunyikan rasa panas yang menajalari wajahnya. Mauren bertanya dalam hati, ”Rasa itu ... apakah ini yang namanya jatuh cinta ... kemudian berubah menjadi mencintai ....” Mauren terdiam saat bingung melanda semua menjadi lega saat Nico berbisik lembut, “Nggak usah bingung, tuh Elsa saja memilih untuk membuka hatinya dan membiarkan apa yang terjadi terjadilah ... aku menyukai kamu sejak Tante Rafika bercerita tentang dirimu, aku suka membayangkan kamu yang tomboy dan sampai aku penasaran dan berharap bertemu dengan kamu suatu saat. Ternyata sekarang aku bisa menggenggam tanganmu dan lepaskan rasa yang memebelenggu hatimu biarkan cinta menuju arah muaranya. Let it go ....” “Let it go, let it go ... Can’t hold it back anymore ... Let it go, let it go ...Turn my back and slam the door ... The snow glows white on the mountain tonight ... Not a footprint to be seen ... A kingdom of isolation and it looks like I’m the queen ... Let it go, let it go ...Can’t hold it back anymore ... Let it go, let it go ... Turn my back and slam the door... Let it go, let it go Demi Lovato - Let It Go (Disney’s Frozen Soundtrack)