
by Titikoma

Rasa Itu
“Hai Mauren kamu belum pulang ternyata!” wajah Nico tampak semangat. “Iya aku salat dulu,”Mauren menjawab santai. “Ooooo,” Nico tampak memerah, harus diakui kalau dirinya sudah seminggu ini malah nggak salat sama sekali. “Kenapa? kamu sudah salat?” Mauren balik bertanya. “Eee belum, ini aku juga baru mau salat zuhur !” Nico menjawab tergagap. “Hah zuhur! Please deh! asar aja udah mau habis! Kamu zuhur belum? Emang sibuk banget ya! Sampai nggak sempat ngadep sama Allah?” Mauren spontan saja ngomong. Nico sempat terbengong-bengong. “Iya-iya tungguin aku jangan kemana-kemana ya please! Aku jamak* dulu salat zuhur dan asar!” Nico terbirit-birit lari ke tempat wudu. “Aku mau pulang sekarang!” Mauren berteriak, sebenarnya teriak menggoda karena hatinya juga tergelitik apa yang akan Nico omongin dengan dirinya. “Please... tunggu aku salat ya ...” dengan muka memelas. “Iya! Iya tapi kamu salat yang khusu! Aku tunggu di ruang tamu,” Mauren menuruti kemauan Nico. Lima belas menit Nico datang, wajahnya tampak bersinar. Jujur Mauren suka melihat wajah Nico yang agak basah tersapu air wudu. Sepertinya tetap ada yang beda kalau ngelihat cowok wajahnya basuhan air wudu. Wajah yang dekat dengan Allah. “Kenapa, ada apa aku harus tungguin kamu?” Mauren memberondong pertanyaan. “Nggak ada apa-apa kok?” Nico tenang-tenang menjawab. “Ihhh ya udah aku mau pulang sekarang! Mau ngejar magrib entar nggak dapat magrib deh di rumah, mama bisa ngomel lagi.” Mauren segera bangkit dan berjalan. “Uppss memang Tante Rafika akan marah-marah kalau kamu pulang malam?” Nico bertanya polos. “Iyalah! Mama mempunyai aturan ekstrim kalau magrib anak-anaknya harus ada di rumah kecuali masih ada urusan di luar yang tidak bisa ditinggalkan.” “Gini aja, dulu Tresna juga pernah keseleo seperti kamu saat belajar memakai sepatu tinggi. Nggak jauh dari sini lima belas menit ada Mbok Tinem yang pinter mengurut, dia tuh langganan model-model di sini kalau keseleo atau pegal-pegal. Aku akan ajak kamu ke situ biar nanti malam bisa tidur enak dan kaki kamu sembuh.” “Nggak usahlah, nggak apa-apa kok nanti biar dipijat Bibi Murijah di rumah,” Mauren menolak. “Nggak! Alasan kedua dan ketiga. Sebenarnya aku janji pada Marsya akan ngeganti sepatu tingginya dan aku ajak kamu menemani untuk membelinya, tapi tidak harus malam ini untuk masalah penggantian sepatu dan ketiga aku nggak tega kamu setir dalam kondisi kaki sakit, apalagi ini jam pulang kantor pasti jalanan Cibubur macet total.” Nico menjelaskan dengan tenang alasan dia melarang Mauren pulang sendiri. “Nggak apa-apa! Tenang aja! Aku udah terbiasa kok kondisi gini. Ini mah nggak ada apa-apanya aku biasa terkilir sehabis karate juga habis mendaki gunung! Kecil ini mah!” Mauren menjentikan jari kelingkingnya. “Mauren kamu itu tetap cewek, gini saja salat magrib sudah mau masuk. Aku akan telpon Tante Rafika sekarang minta ijin membawa kamu ke tukang urut dulu dan setelah itu baru aku anterin pulang. Ok! Nggak ada protes! Stop! Sekarang aku telponin Tante Rafika!” Nico menunjukan sisi keras kepalanya. Mauren nggak bisa mencegah karena tahu-tahu Nico sudah sedang berbicara dengan mamanya. “Tante ini Nico ....” .... “Iya Tante Mauren tadi kakinya terkilir, Nico minta ijin abis salat magrib di sini mau anterin ke tukang urut dekat butik.” .... “Iya Tante sebelum jam 21.00 udah Nico anterin ke rumah Tante,” .... “Ok Tante, terima kasih. dahhhh ....” Senyum mengambang di wajah Nico yang menang mendapat ijin dari Tante Rafika untuk mengantar Mauren ke tukang urut Mbok Tinem. “Ihhh dasar!” Mauren mengepalkan tangannya geram. “Lho Mauren, Nico, ngapain kalian? sudah selesai latihannya?” Tiba-tiba Tante Ratna muncul mengagetkan mereka. “Ini Mah, Mauren kakinya keseleo tadi pas jalan pakai sepatu tinggi, Nico mau nemanin ke Mbok Tinem. Yuk Mauren kita salat magrib dulu.” Nico menarik tangan Mauren tanpa memperdulikan mamanya yang mengkerutkan wajahnya heran. “Salat? Nico ngajak Mauren salat? Nggak salah?” Mama Ratna bergumam sendiri, tapi jujur hatinya bahagia dengar anak kesayangannya mengajak Mauren salat. Mama Ratna sembari membereskan baju-baju sebenarnya penasaran mengamati Nico yang benar-benar salat, bahkan jadi imamnya Mauren. Sepertinya sudah lama sekali tidak melihat Nico melakukan salat. Perasaan mama Ratna mengatakan kalau ada yang spesial dalam diri Mauren sampai bisa merubah Nico yang selama ini banyak menyimpan misteri tentang teman-teman dekatnya. Memang mama Ratna memberikan kepercayaan penuh pada anak tunggalnya termasuk masalah teman dekat. Banyak gosip miring kerap menimpa putranya tapi Nico selalu menyangkal gosip-gosip yang Nico bilang tidak seratus persen benar. Sampai detik ini Tante Ratna lebih percaya pada Nico, apalagi sekarang melihat Nico salat sepertinya hatinya adem. Mama Ratna jadi malu sendiri selama ini dia juga masih bolong-bolong salat apalagi usianya sudah tidak muda lagi. Mama Ratna bergegas mengambil air wudu dan mengikuti salat berjamaah bersama Mauren dan Nico menjadi imamnya. Selesai salat Nico menunggu mamanya yang telat dua rakaat dengan berdzikir demikian Mauren. Setelah mama Ratna selesai Nico mencium tangan mamanya demikian Mauren mencium tangan mama Ratna. Masing-masing terdiam dengan pikiran entah apa yang ada. Mauren merasa aneh tiba-tiba kenapa dia sangat dekat dengan Nico dan mamanya, Nico sendiri merasa lebih tenang sehabis salat seperti yang dirasakan mama Ratna juga. Setelah sekian lama tidak pernah salat bersama putranya, sudah bertahuntahun semenjak kematian papa Nico semua menjadi beku. Nico juga sibuk dengan dunia modelnya dan dirinya sibuk dengan desain-desain baju bersama Roki. “Mah, Nico anterin Mauren dulu ya. Nico usahain sebelum jam 21.00 sudah sampai rumah.” Nico mencium tangan mamanya dan membimbing Mauren yang masih terpincang-pincang. Ternyata rumah kayu Mbok Tinem tampak lenggang dan beruntung Mbok Tinem sudah habis pasien. Jadi Mauren bisa langsung ditangani. Pijatan Mbok Tinem memang sangat lembut dan terasa enak. Pelan-pelan Mbok Tinem mengurut jari-jari kakinya tiba-tiba,”Trak” ditarik jari kelingkingnya. “Aaauw!” Mauren mengaduh. Tanpa sengaja mencengkram pundak Nico. “Sakit ya, tahan ya ...” Nico menenangkan. Setiap pas jari kakinya ditarik mendadak, Mauren mencengkram pundak Nico. Biasanya kalau pegal-pegal karate atau sehabis mendaki cukup pijatan Bibi Murijah tanpa ada acara di tarik-tarik. “Ya udah, enakan kan Non. Urat yang meleset-meleset sudah Mbok rapiin udah lurus lagi pokoknya jamin bisa tidur enak nanti malam,” Mbok Tinem tersenyum, tampak giginya yang merah-merah bekas menginang. Nico tahu-tahu sudah menyiapkan uang dan menyelipkan di tangan Mbok Tinem saat berpamitan pulang. “Jangan kapok-kapok ya Mas bawa pacarnya kalau ada masalah sama keseleo atau sekedar pegal-pegal,” Mbok Tinem tersenyum menggoda Nico. “Saya bukan pacar Nico kok Mbok,” Mauren cepat merevisi. “Oh tapi baru sekali ini lho Mas Nico bawa teman cewek dari kemarin pasti nganterin teman cowok, jadi non pasti teman istimewa sekali,” Mbok Tinem masih saja mencoba meledek. “Bukan Mbok ini model baru di kantor, kasihan tadi terkilir, dari pada besok-besok nggak bisa latihan lagi, padahal kita mau ada event makanya saya bawa kesini” Nico mencoba menetralkan suasana. “Aduh kalau kalian pacaran juga nggak apa-apa kok, Mas Nico ganteng dan Non Mauren cantik kalian serasi. Hehehehe Mbok mah setuju pisan deh!” “Udah Mbok, kita pamit dulu ya soalnya mamanya Mauren kasih ijin sebelum jam 21.00 sampai di rumah,” Nico membantu Mauren yang sudah mulai bisa jalan normal, memang benar pijatan Mbok Tinem manjur. Sesaat dalam mobil perjaalnan pulang menuju rumah Mauren, kedianya terdiam. Membiarkan lagu-lagu Phil Collins menemani jalan yang cukup lenggang. CD Phil Collins You’ll Be in My Hearts mengalun pas mewakili hati yang tengah berdebar,” Come stop your crying It will be all right Just take my hand Hold it tight I will protect you from all around you I will be here Don’t you cry For one so small, you seem so strong My arms will hold you, keep you safe and warm This bond between us Can’t be broken I will be here Don’t you cry ’Cause you’ll be in my heart Yes, you’ll be in my heart From this day on Now and forever more ....” “Mauren, maaf ya kalau kamu menjadi merasa tertekan karena ikut kegiatan yang mungkin sangat bertentangan dengan hati kamu. Jujur aku hanya mencoba membantu Tante Rafika yang kerap berkeluh kesah tentang putri kesayangannya. Tante Rafika suka agak berlama-lama di butik menceritakan kamu yang tomboy tapi perhatian dengan keluarga dan sahabat-sahabat kamu. Juga kekhawatiran Tante Rafika karena kamu tidak pernah menunjukan rasa suka pada laki-laki, beliau takut kamu memang tidak suka dengan laki-laki.” Mauren terperangah ternyata Nico banyak tahu tentangnya gara-gara mama suka menceritakan dirinya saat berbelanja di butik Ratna. “Yah kalau mau jujur aku kesal karena gara-gara kamu maka aku jadi terlibat dunia model yang menjadikan dunia ini seakan terbalik. Ini sangat berlawanan dengan pribadi aku yang cuek. Menjadi model harus menjaga image, penampilan dan tidak bisa semau gue apalagi kalau mulai dikenal. Itu bukan aku banget! Tapi aku juga nggak bisa egois dalam hidupku. Demi mama aku akan berubah sedikit modis mungkin dan satu lagi aku harus bisa membuktikan kalau aku bisa punya kekasih maka mama baru percaya kalau aku ini gadis normal.” Mauren terperangah kenapa dia mudah sekali terbuka dengan Nico yang dia anggap musuh dua minggu ke belakang sejak pertemuan dan perkenalan pertama. “Oh gitu, jadi aku nggak salah sekali kalau gitu ya ... kamu bisa cepat belajar kok jadi model meskipun aslinya tomboy. Jangan salah, Trisna dulu juga tomboy buktinya sekarang jadi model papan atas, Lolita dan Marsya awal juga nggak bisa apa-apa tap sekarang mereka bertiga sudah menjadi ambasador* untuk produk-produk perusaahaan besar yang mempercayakan produknya di promosikan dan di brand-kan dengan mereka jadi modelnya.” Nico menerangkan garis besar atas kesuksesan tiga model besar terbitan Ratna’s agency. Mauren mengangguka-angguk “iya mereka mengagumkan, cuma maaf aku memang gak terlalu mengenal mereka karena aku memang jarang mengikuti berita-berita model, jadi ya nggak tahu lah model siapa yang terkenal.” Mauren menjawab cuek. “Memang kamu di rumah yang ditonton channel apa ? “Hmm aku suka film-film yang ada di HBO dan discovery channel. Kalau nggak aku beli-beli kaset DVD dan nonton deh.” “Oh pantesan, sinetron, gosip atau film Indonesia juga nggak pernah nonton?” “Nggak lahhh malesss apalagi film Indonesia kalau nggak film hantu yah film-film nggak jelas pemainnya.” Mauren jawab jujur. “Hah pemainnya nggak jelas? Gimana kamu mau jelas! orang kamu memang gak mau tahukan?” Nico mempertegas pertanyaannya. “Yah emang masalah ya kalau aku nggak tahu para pemain film atau sinetron? Memang kenapa sih?” Mauren bertanya cuek. “Enggak lah Non ... nggak pengaruh sama sekali ...” sebenarnya ada rasa dongkol juga di hati Nico mengingat dirinya sudah lumayan main di striping FTV, beberapa sinetron, dan beberapa film. “Pantesan tontonannya HBO dan discovery chanel mulu bagaimana dia mau tau artis Indonesia seperti gue,” keluh hati Nico. Ternyata memasuki daerah Cibubur Jumat malam macet luar biasa, semua orang kantor Jumat malam ingin pulang cepat dan sudah pasti jalanan tersendat. “Ternyata enak juga tidak menyetir, biasanya kemana-mana aku yang pegang setir. Enak sepertinya punya sopir, aku bisa santai, nggak harus konsentrasi, dan nggak capai ya,” Mauren berceloteh. “Makanya benar kata Tante Rafika kamu segera punya pacar agar ada yang mengawal kemana-mana,” Nico memandang wajahnya dan tersenyum simpul. Sejenak saling bertatapan, ada tatapan berharap di mata Nico yang bisa Mauren rasakan, hatinya sangat berdebar mendenngar kalimat barusan. “Hmmm, nggak ada cowok yang suka dengan aku! Apalagi sikapku dan penampilanku yang kaya preman,” Mauren bicara blak-blakan. “Kamu itu sebenarnya unik ... aku suka dengan gaya kamu ...” Mauren kaget dan wajah Nico tampak tegang pura-pura menghadap jalan. Berdua jadi terdiam. Mauren bingung dengan tebakan hatinya yang rasanya tidak mungkin diterima akal. Sementara Nico juga kaget dengan dirinya yang tidak bisa mengontrol perkataannya akan hatinya yang tertarik pada Mauren dan ingin mengenalnya lebih jauh. Apalagi tadi saat salat magrib bersama dengan Mauren dan mamanya sepertinya damai sekali. Mamanya yang mau menemani salatnya, selama ini setelah kepergian papa tidak pernah ada lagi salat bersama. Masing-masing sibuk atau kah sungkan untuk menjalankan salat bersama. Tapi tadi sungguh damai dan Mauren seakan membuat dirinya merasa sempurna sebagai laki-laki. Mama juga tampak bahagia pas tadi dirinya dan Mauren mencium tangan beliau, Nico yakin dari tatapan mamanya pun sehati kalau Mauren cocok menjadi kekasih saat ini. Jujur Mauren dibuat bingung dengan kalimat-kalimat Nico, tapi Mauren mencoba bersikap biasa tidak ada apa-apa. Mauren tidak mau terjebak dalam rasa salah sangka atau GR dengan memvonis kalau Nico menyukai dirinya. Jelas Nico pasti banyak yang suka apalagi dia model pasti pergaulannya sangat luas jadi tidak mungkin akan menyukai dirinya yang cupu sekaligus bak preman. Mauren memilih diam dan memejamkan matanya, rasa lelah menyelimuti dirinya apalagi setelah dipijat tubuhnya merasa rileks. Sampai Mauren tertidur dan sulit membuka matanya, tapi suara Nico yang sepertinya sangat dekat dengan telinga membuat bulu kuduknya merinding. Bibirnya berbisik di telinganya sangat dekat bahkan nyaris mencium pipi kanannya. Beberapa menit lalu .... Nico memandang wajah putih yang tampak kelelahan, sudah memasuki kompleks Bukit Golf tapi Nico bingung harus masuk cluster mana dan nomor berapa, sementara jam di mobil sudah menunjukan pukul 20.30 dirinya janji mengantar Mauren sebelum jam pukul 21.00 terhadap Tante Rafika. Tapi melihat Mauren baru saja terlelap tidak tega membangunkan. Tak urung Nico menepikan mobilnya dan menatap puas ada lima belas menit memuaskan matanya untuk memandang wajah yang polos tanpa make up. “Cantik ... alami ... Mauren kamu memiliki kecantikan natural, tidak perlu make up tebal seperti topeng untuk menutupi wajahmu, sifat kamu yang cuek apa adanya ... sepertinya aku jatuh cinta padamu sejak Tante Rafika selalu bercerita tentang kamu dan sekarang kamu nyata di hadapanku ...” bisik hati Nico. “Mauren kita udah sampai di komplek rumahmu ...” bisik Nico sangat dekat di telinga Mauren. “Eeh sorry aku ketiduran!” Mauren sengaja bicara keras dan kaget, sebenarnya Mauren tidak kuat menahan debar dengan bisikan dari bibir Nico yang sangat dekat. Wajahnya memanas dan debaran jantung membuat tangannya panas dingin bergetar. “Rumah kamu cluster mana dan nomor berapa? Aku ngggak tahu,” Nico menatap Mauren. “Ee ikuti aja jalan ini, ayo ...” Mauren berusaha menenangkan hatinya. Malu juga bisa ketiduran, Mauren merutuki dirinya yang gampang tidur bila tidak beraktivitas dan capai. Nico mengikuti sisa jalan menuju rumah Mauren yang tampak megah. Sebuah rumah dengan bangunan dua lantai, di depannya ada taman dan garasi yang memuat dua mobil. Sesampai di pintu gerbang dibukakan oleh seorang penjaga malam. Dan mama Rafika menyambut Mauren yang masih sedikit terpincang-pincang. “Tante maaf ya Mauren tadi terkilir pas latihan jalan pakai sepatu tinggi, tapi sudah diurut kok, belum kemalaman saya anterinya kan Tante?” Nico bicara sopan. “Nggak pas lima menit lagi jam 21.00 mau masuk Nico?” “Ah nggak usah Tante saya langsung pulang saja, o iya ini kunci mobil Mauren. Saya naik taksi aja banyak kok di depan.” “Ooo okay makasi ya Nico,” Tante Rafika mengucapkan rasa terima kasih. “Iya Tante sama-sama, ayo Mauren aku balik dulu ya. Sampai ketemu Rabu depan dahhh,” Nico melambaikan tangan. “Ok makasih ya sudah anterin,” Mauren tersenyum tipis. “Ehem! sepertinya Nico sayang sekali ya ke kamu?” mama Rafika mengerlingkan matanya. “Enggak ah! Biasa saja!” Mauren mengelak tegas. “Beneran, Mama bisa lihat senyum dan binar matanya lho! Dia model dan artis yang sedang naik daun lho Sayang ...” “Nggak tahuuu Mama dan nggak peduliiii!! yang jelas Mauren sekarang mau mandi, capaiiii!” Mauren mengelak ucapan mamanya barusan tapi sungguh hatinya jadi tidak karu-karuan dengar komentar mamanya. “Aiiih anak Mama pipinya kok jadi merah padam gituuuu?” mama Rafika semakin senang meledek Mauren yang untuk pertama kalinya dalam kehidupan mama dan anak gadisnya meledek tentang seseorang laki-laki yang sepertinya menaruh hati pada gadisnya. “Mamaaaa! Nggak! Mauren nggak ada perasaan apa-apa pada Nico dan sebaliknya! Mama jangan mengada-ada dan jangan berharap deh! Udah ah Mauren mau mandi dan tidur!” Mauren segera berlalu dari mamanya. Tak urung wajahnya menyisakan senyum, senyum yang penuh arti tentang sesuatu rasa.