
by Titikoma

Cinta Menemukan Kebenaran
Mauren tidak terlalu tertarik untuk ikutan acara malam yang ternyata merupakan salah satu kebiasaan setelah sukses event fashion show maka ada acara lanjut. “Om sorry gue nggak bisa gabung udah ada urusan lain, maaf ya Om lain kali ikutan.” Lolita ijin pamit. Hanya Marsya dan Trisna yang tahu kalau Lolita ada janji dengan seorang bos besar yang pastinya lebih menjanjikan memberikan honor berlipat dibandingkan malem nanti honor yang dibagi-bagi Om Roki. “Wah keren kamu Sayang! Mama nggak nyangka kamu bisa jalan seperti model-model yang profesional. Terbukti anak Mama memang keren banget!” Mama Rafika memeluk Mauren, sementara Nico di sampingnya hanya senyum-senyum. “Oh ya Tante nanti malam ada acara sebentar sih biasanya... tapi nggak wajib juga, Om Roki ngajak kita yang tadi tampil sukses, untuk makan. Kira-kira Mauren boleh ikutan gabung Tan?” Nico meminta ijin. “Hmmm gimana ya... nggak sampai malam bangetkan?” Mama Rafika mengerutkan wajahhnya. “Nggak Tan pokoknya acara selesai Nico langsung anterin Mauren pulang. Nico cuma ingin nunjukan sisi dunia model yang lain, tapi kalau Tante tidak mengijinkan juga nggak apa-apa.” Mauren tergantung ijin mamanya saja dan ternyata Tante Rafika mengijinkan dengan banyak nasehat tidak boleh minum, merokok, pulang larut, dan hal-hal yang pokoknya aneh-aneh. Nico tersenyum dan berjanji akan mengantarkan Mauren setelah acara makan selesai. Pukul 19.00 semua sudah berkumpul, model dengan baju yang santai dan dandanan natural. Mauren memilih memakai jeans dan kaos bercorak bunga dengan lengan tiga perempat. Kombinasi sepatu treples dan tas mungil cangklong. Selalu sportif dan santai menjadi favorit penampilan Mauren. Ternyata Om Roki mengajak makan di bilangan Kemang lalu membagibagi amplop yang berisi beberapa lembar uang ratus ribuan “Nico ...” Mauren agak ragu menerima. Tapi Nico mengangguk untuk menerimanya. Acara lanjut ke sebuah diskotik, Mauren merasa tenang karena ada Nico yang selalu mendampingi. Dari sorot wajah Trisna dan Marsya tampak sekali mereka membenci dirinya apalagi Nico tidak sedikitpun menggeser jauh dari Mauren. Mereka tampak lengket dan mesra walau sesekali Mauren merasa risih tapi nyatanya bersama Nico dia merasa lebih aman dan nyaman. Musik hingar bingar di malam Minggu, jam sudah menunjukan pukul 22.30 sesekali Mauren menatap jamnya dan mengamati teman-temannya yang sepertinya sudah terbiasa dengan dunia hingar bingar. “Nico jam 23.00 kita pulang ya, aku nggak suka asap rokok dan susana ribut kaya gini swear! Bukannya nggak mau gaul tapi aku memang nggak suka dunia keramaian gini,” Mauren membisikan ketidaknyaman yang dirasakan. “Sama aku juga sudah tidak tertarik dengan keramain seperti ini Mauren, lebih enak di rumah menghabiskan waktu dengan Mama, apalagi setelah papa tiada mama kerap kesepian. Oke kita cabut ya jam 23.00 yang penting kita sudah memenuhi undangan Om Roki.” Mauren merasa lega. Tiba-tiba Marsya datang dengan agak sempoyongan dan langsung memeluk Nico dengan erat. “Eiih sabar! Kamu mabuk ya ...” Nico menyingkirkan pelukan Marsya yang sulit lepas. “Aku cinta kamu Nico sampai mati! kamu jangan tinggalkan aku ... aku tidak rela kamu jadi milik orang lain sampai kapan pun kamu milikku setelah banyak yang kita lewati Nico Sayang ....” Marsya semakin menggila mulai menciumi pipi bahkan bibir Nico. Marsya sendiri semakin menggila saja dalam kepura-puraanya mabuk, dia ingin Mauren tahu kalau ada yang pernah terjadi antara dirinya dan Nico, sebuah keakraban. Mauren terpana saat Nico sempat terdiam saat tidak memprotes apa pun. Sepertinya apa yang keluar dari mulut Marsya adalah sesuatu yang benar. Tiba-tiba ada rasa sakit yang menoreh hatinya, rasa yang ditakutkan selama ini seperti yang telah dialami teman-temannya. Apalagi sepertinya tanpa menjawab apa yang barusan dibilang Marsya tidak ada pembantahan apa pun, Mauren memilih lari tanpa dapat mencegah air matanya mengalir, seumur-umur baru pernah meneteskan air mata gara-gara seorang pria. Sepasang mata Marsya menatap tajam dan bibirnya ditarik sesaat, dengan pura-pura mabuk dan bicara sesuka hatinya memang yang Marsya rencanakan agar membuat Mauren sadar kalau dirinya dulu dan Nico pernah ada hati. Mauren masuk ke dalam sebuah toilet, saking tergesanya saat membuka pintu dia menabrak seseorang yang malah langsung berseru memanggil namanya. “Mauren! Kenapa kamu menangis di sini!” ternyata Marita juga tengah berada dalam toilet yang ternyata sedang sepi, saat ini hanya Mauren dan Marita. Bahkan Mauren membiarkan Marita memeluk dirinya yang berubah jadi melankolis tidak karuan, baru Mauren sadar ternyata luka yang dia akibatkan rasa cinta sangat menyakitkan. “Pasti kamu menangis gara-gara Nico kan? Cowok itu memang selalu membuat cewek-cewek menangis, tidak Marsya, Trisna sempat juga Lolita ... ah kamu juga mau saja jadi korbannya. Sebenarnya aku sudah menduga kalau Nico hanya akan menyakiti kaum cewek! Dia lebih cocok dengan laki-laki saja!” “Apa?!? Kenapa kamu bisa ngomong gitu? Berarti gosip yang aku baca kalau Nico simpanan laki-laki itu benar?” Mauren semakin bingung, kenapa semua baru diketahui kalau dia sudah terlanjur jatuh hati pada Nico dan baru saja mengenal jatuh cinta. “Yah tidak ada asap kalau tidak ada api, yang pasti kamu salah menilai Nico cowok yang sempurna! Juga mama kamu yang senang sekali bercurhat dengan Nico bahkan aneh rasanya kalau Nico bilang dia jatuh cinta ke kamu dari cerita-cerita mamanya,” Marita berkata dengan dingin. Mauren masih tergugu dan tiba-tiba. Marita mengusap wajahnya dan mengelus. Mauren tidak berpikir macam-macam hingga tiba-tiba Marita mencium pipinya dan berusaha mencium bibirnya. Seketika Mauren sadar kalau ada yang tidak beres dengan Marita, seketika jurus karatenya otomatis bergerak cepat. Mauren dengan cekatan menampar Marita, “Plak” dan memasang sikap siaga. “Marita! Kamu apa-apan sih ?” Mauren sadar kalau ada yang tidak beres dengan teman barunya. “Mauren kalau cowok itu memang hanya membuat hati wanita itu sakit! Kamu akan lebih aman bila bersamaku daripada Nico yang homo dan suka berganti-ganti cewek! Percayalah aku akan lebih menjaga kamu! Mauren percayalah!” Marita bicara setengah histeris. Melihat Marita yang tampak kacau karena ditolak dirinya, Mauren memilih keluar dari toilet dan berlari keluar dari diskotik. Ternyata Nico sudah menanti dirinnya di depan diskotik dan langsung menarik tangan Mauren. Jelas Mauren meronta tapi dengan tenang Nico berusaha meyakinkan Mauren, ”Boleh kamu marah tetapi setelah aku jelaskan sebenarnya.” Mauren tidak ada pilihan dia tidak mau mengecewakan hati mamanya juga yang tengah bahagia karena dirinya bisa membuktikan sebagai cewek normal. Baru saja merasakan bahagia punya cowok yang sempurna tapi tadi Marsya dan juga Marita telah menghancurkan sekaligus apa yang tengah berbunga di hatinya. Sebuah cinta sederhana untuk pertama kali dan Mauren ingin pertama untuk terakhir. “Apa yang dikatakan Marsya tidak sepenuhnya benar! Dulu Marsya memang sempat dekat denganku karena dia selalu mencurahkan masalah-masalah dia. Banyaklah masalah model, ekonomi juga cinta dia yang berujung dia mengakui menyukai aku. Tapi aku menganggap dia adalah sahabat sampai sekarang, kemarin dia baik-baik saja karena tidak menduga kalau aku bisa mencintai kamu.” Nico menerangkan dengan tenang, berusaha jujur dan sekaligus berkompromi dengan hatinya yang lain. “Oke! Baik! tapi tadi Marita juga di toilet mengatakan hal yang lebih menyakitkan selain kamu suka membuat hati cewek sakit hati karena kamu selalu memberikan harapan ternyata kamu juga seorang homo! Kamu menjadi simpanan laki-laki! Aaaagggh dunia macam apa ini yang tengah aku jalani!” Mauren menelungkupkan wajah dengan kedua tangannya. Nico hanya bisa menghembuskan nafas panjang. Bukan hatinya tak mau membela tapi sepertinya memang harus ada sisi hati lain waktu lalu yang belum bisa dia buka secara jujur. Nico sepertinya butuh waktu untuk sesuatu yang dirasa berat bagi dirinya dan pasti juga buat Mauren. “Kenapa kamu diam saja?” Mauren menajamkan matanya pada Nico yang agak salah tingkah. Jujur Nico sedih melihat kilat mata kebencian bercampur rasa jijik yang tampak jelas terpeta dari gesture Mauren. “Hoh fine! Mauren ternyata kamu terperosok terlalu cepat dengan pria yang kelihatannya bersahaja di balik kehidupannya yang glamour! Ternyata dia tidak beda dengan kehidupan bebas! Bahkan bisa-bisanya selain menyakiti cewek juga pernah dengan cowok! Apa kata dunia? Dan jangan-jangan kamu masih mencintai cowokmu itu!” Mauren berkata lantang. “Mauren semua sudah berlalu! Sudah lama!” Nico coba bersabar. “Oh dan aku adalah korban baru kamu atau bahkan hanya eksperimen memastikan bahwa kamu laki-laki normal! Oh My God sepertinya kita sama-sama sedang menguji kenormalan diri kita ya! Kamu tertarik mendekatiku karena mama suka bercerita kemungkinan aku tidak normal, aku lebih suka dengan cewek sementara kamu masih bingung dengan diri kamu sendiri apakah akan lebih nyaman dengan cewek atau cowok! Benarkan? Ngaku sajalah!” Mauren mencecar Nico dengan kesimpulan yang dia ambil sepihak. “Aku tidak seperti itu Mauren ...” Sebenarnya Nico hanya ingin berteriak tapi semua hanya dalam hati saja. “Maafkan aku untuk waktu lalu mungkin, tidakah bisa ada hati yang mau membukakan atas sebuah kesalahan lalu dengan sebuah cinta ...” ungkap hati Nico terdalam.