melepasmu untuk sementara
Melepasmu Untuk Sementara

Melepasmu Untuk Sementara

Reads
96
Votes
0
Parts
19
Vote
by Titikoma

Menjelang Hari Disabilitas Nasional

 23 November 2015 

Ada rasa yang tak biasa Yang mulai kurasa, yang ntah mengapa Mungkinkah ini pertanda aku jatuh cinta Cintaku yang pertama. Lagu Mikha Tambayong berjudul Cinta Pertama mengalun indah di telingaku. Lagu itu pula yang membuyarkan seluruh mimpi indahku. “Aduh, siapa sih yang pagi-pagi nelpon aku? Ganggu aku tidur aja!” aku mengomel sendiri. Dengan mata terpejam tanganku meraba-raba mencari HP. Tak berapa lama HP telah berhasil digenggam. Cepat-cepat menekan tombol Answer. Aku sudah hapal pencetan tombol HP jadi tanpa melihat pun aku tahu letak tombol answer. “Halo, dengan siapa dan dimana?” sapaku sambil merem. “Halo, Mbak Ariny ya? Kami dari wartawan Kompas tv dan Mnc tv. Kami mau interview Mbak Ariny bisa?” Mata yang tadinya merem langsung melek ketika mendengar interview wartawan tv. “Serius? Tentu saja bisa. Kapan rencananya mau interview?” “Ini kami lagi ada di depan rumah Mbak Ariny. Kami dapat alamat rumah Mbak dari dinas social.” Mataku melotot. Astaga, ini wartawan mendadak banget. Aku sama sekali belum melakukan persiapan. Jangankan persiapan, mandi aja belum. “Oke, tunggu bentar ya.” Tuuut… tuuut Aku memutuskan telpon. Lalu aku ngacir ke kamar mandi. Bukan untuk mandi, tapi hanya cuci muka dan gosok gigi. Aku itu mandinya sekitar satu sampai jam. Kasihan kan wartawannya nunggu lama di luar. Setelah selesai cuci muka dan gosok gigi, aku keluar kamar buat bukain pintu. Kebetulan mama dan papa lagi nggak ada di rumah.  Wartawannya itu ada tiga orang. Wartawan satu cirri-cirinya badannya kurus, wajahnya lumayan lah, putih dikit, dan mengenakan kacamata. Wartawan kedua badannya agak gemuk dan alisnya tebal, diibaratkan artis dia mirip Ridho Rhoma. Sedangkan wartawan ketiga karakter fisiknya nggak beda jauh denga wartawan satu. Aku persilakan wartawan itu masuk ke rumah. Mereka duduk di ruang tamu. Wartawan satu dan tiga lagi sibuk menyiapkan kamera. “Mbak Ariny, kita ambil 3 take ya. Take 1, Mbak Ariny dorong kursi roda dari pintu sana sampai ke ruang computer. Take 2 Mbak Ariny mulai ngetik computer. Take 3, Mbak Ariny memasukkan buku-buku karya mbak Ariny ke lemari.” Ujar wartawan nomor 2 menerangkan aturan main. Aku jadi garuk-garuk kepala yang nggak gatal. Ribet juga ya ternyata. Tapi mau nggak mau harus kulakuin demi masuk tivi. Pertama-tama aku naik kursi roda dulu. “Oke, Mbak Ariny siap? Camera rolling action!” teriak wartawan nomor 1. Aduh, berasa kayak syuting sinetron aja. Oke, aku mulai dorong kursi roda sendiri sampai ke ruang computer. Lalu perlahan-pelan turun dari kursi roda, dan mulai melakuka take 2 ngetik computer. Take 1-3 berjalan lancar tanpa harus melakukan pengulangan, sehingga dalam waktu 15 menit sudah berhasil dilakukan. Selanjutnya sesi tanya jawab. Wartawan nomor 2 yang kepoin aku. Sedangkan wartawan nomor 1 dan 3 sibuk megangin kamera. Pertanyaan yang dia ajuin hampir sama seperti wartawan-wartawan lainnya. Mulai nulis dari tahu berapa? Sejak kapan menyadari bakat nulis? Novel pertama judulnya apa? Genre karya-karyaku itu genrenya apa? Kendala menulis apa? Alhamdulillah, semua pertanyaan sudah berhasil kujawab dengan lancar. “Apa sih tujuan utama Mbak Ariny jadi penulis?” Deg! Pertanyaannya kali ini bikin aku galau. Aku bingung mau jawab apa. Ingin sekali aku menjawab pertanyaannya seperti ini, “Tujuan utamaku itu Arizal Ridwan Maulana, cinta pertamaku di Solo. Aku ingin bersatu dengannya.” Tapi kuurungkan mengucapkan kalimat itu. Takutnya nih pacarnya Arizal nonton liputanku ini, terus hubungan mereka rusak gara-gara ucapanku. Nggak keren banget kan calon penulis kece merusak hubungan orang lain? Akhirnya aku jawab aja seperti ini, “Tujuan utamaku ingin menunjukkan bahwa penyandang disabilitas itu bukan lemah, bisa sukses dengan caranya sendiri. Aku ingin masyarakat nggak memandang kaum disabilitas dengan sebelah mata lagi.” “Waw, keren jawabannya. Pertanyaan terakhir nih, apa sih harapan Mbak Ariny yang berhubungan dunia literasi yang belum terwujud?” Aku mengambil novel Kau Begitu Sempurna. “Harapanku simple, aku pengen novel Kau Begitu Sempurna difilmkan. Terus pemeran utamanya Dude Harlino.” Wartawan nomor 1-3 malah senyum-senyum sendiri. “Kenapa jadi pengen pemeran utamanya Dude Harlino?” “Gini loh, di novel ini itu ada tokoh Mas Adit. Karakter mas Adit, sosok cowok dewasa, pengertian, penyabar, murah senyum. Aku rasa karakter Mas Adit ada di jiwa Dude Harlino.” “Oh, gitu.” Akhirnya sesi Tanya jawab selesai. Mereka pun berpamitan pulang. Begitu mereka pulang, aku nyari hape. Pengen update status dulu. Bangun di tlpn pihak kompas tv, mnc tv katanya, “Mbak, kami ada di depan rumah Mbak ni. Mau interview anda.” Langsung melotot. Ini interview pertama aku belum mandi wkwkwk jadi klo missal nongo di tv mukaku kucel jangan diketawain ya :v *katanya sih ditayangin pas hari difabel internasional tanggal 3 desember. Klik bagikan. Ajaib, dalam sekejap status yang kuketik tadi banjir like dan koment. Ratarata koment mereka hanya bilang “keren”. Ah, senangnya hatiku. Hari ini tingkat kekerenanku bertambah lagi. Pukul 20.00 wita. Dari jam 19.00-00.30 wita itu jadwalku nonton televisi. Karena aku suka banget sama Ammar Zoni dan Stefan William, jadi aku nggak mau melewatkan dua sinetron mereka : Anak Jalanan dan 7 Manusia Harimau. Sinetron anak jalanan kebanyakan iklan, wajah sih soalnya ratingnya bagus. Saat iklan, aku biasanya sambil BBM-an atau liat-liat barang onlineshop di instagram. Pertama cek BBM dulu. Ada banyak pembaharuan. Ada yang update status, adapula yang ganti foto profil. Status paling atas itu statusnya om Risanta, wartawan trans 7. Isi statusnya gini, “Syuting hitam putih dengan narasumber kai Untung.” Hitam putih adalah acara talk show inspiratif yang ditayangkan di trans 7. Presenternya si Deddy Corbuzier. Terselip keinginan meminta bantuan Om Risanta biar aku juga diundang ke acara hitam putih. Satu sisi aku gengsi. Terus aku kudu piye? “Terkadang kunci utama meraih kesuksesan adalah membuang rasa gengsi jauh-jauh.” Kata-kata sahabatku di facebook kembali terngiang di telingaku. Sepertinya benar, kalau aku ingin sukses aku harus membuang jauh-jauh rasa gengsi. Maka dari itu kuberanikan diri untuk nge-BBM Om Risanta buat minta bantuannya. Aku : Kalau mau jadi bintang tamu di hitam putih harus ngajuin proposal dulu kah? Om Risanta : Nggak juga. Ntar kita bikin liputan inspiratif deh, tentang Ariny penulis muda berbakat. Hehehe. Aku : Boleh banget ya. Om Risanta : Sip. Insya Allah ya. Hati Selasa ke Jakarta syuting hitam putih. Insya Allah aku akan usulkan mbak Ariny ke produser hitam putih. Aku : Beneran, Om? Asyik. Om Risanta : Iya. Mudahan nanti diterima produser hitam putih usulanku. Semangat ya Ariny. Boleh nggak minta nomor mamamu? Aku : Boleh, Om. No. mama 085249618972. Ada apa ya om minta nomor mama? Om Risanta : Cuma pengen sekadar kenal aja sama orang yang sudah melahirkan penulis muda berbakat hehehe Lega rasanya keinginan kita sudah tersampaikan oleh orang yang bersangkutan. Untuk masalah hasilnya, aku serahkan sama Allah aja. Setidaknya aku sudah biar diundang ke acara hitam putih. Usai BBM-an sama Om Risanta, waktunya nonton sinetron Anak Jalanan. 30 November 2015 Jika seorang penyanyi biasanya sebelum perform itu mengalami demam panggung. Begitu juga dengan penulis, sebelum menulis pasti pernah mengalami demam juga. Tapi bukan demam panggung namanya melainkan demam microsoft word. Hah? Demam microsoft word? Penyakit apaan tuh? Demam microsoft word itu, penyakit yang bikin otak blank saat membuka microsoft word. Padahal sebelum buka, dah punya tekad kuat untuk nulis hari ini. Ujung-ujungnya cuma bengong di depan microsoft word. Walaupun aku sudah sering nulis novel, tetap aja demam ms.word menghampiriku. Untungnya aku punya cara sendiri mengatasi demam ms.word yaitu memakai teknik idiom spontan. Idiom spontan adalah menyusun 3 kata di sekitarmu secara spontan. Kuamati semua barang yang di sekitarku. Adanya kertas, computer, dan menulis. Jika 3 kata itu disusun sehingga menjadi kalimat, “Aku melototin daftar target yang aku tulis di tahun 2014. Kebiasaanku itu setiap tahun nulis target di kertas, dan kertas target itu ditempel di dinding samping computer. Tulisan target itu yang bikin aku semangat.” “Rin, lu harus ganti baju.” Tiba-tiba mama muncul dari warung tanpa ngucapin salam dulu. Dahiku berkerut. “Loh, emang kenapa? Kok disuruh ganti baju?” tanyaku heran. “Kita bentar lagi ke Jakarta buat syuting hitam putih.” “Hahaha … mama jangan ngaco deh. Kalau tim hitam putih mau jemput aku, pasti mereka nelpon dulu.” Ujarku nggak percaya dengan ucapan mama.  “Yang dikatakan mamamu benar, Rin. Pas hari difabel nanti kamulah bintang tamu di hitam putih. Tapi syutingnya hari ini. Kami sudah nelpon mamamu, tapi kami sengaja minta mamamu merahasiakan sama kamu, biar surprise.” Terdengar suara bass seorang pria yang sudah nggak asing di telingaku. Tapi bukan suara papa. Aku mendongakkan kepala. Vean Mahardika, tim hitam putih berdiri tegak di sebelah mama. Aku bengong sendiri. Ini mimpi atau nyata? “Hey, kok bengong? Mau nggak nih syuting hitam putih?” “Mau banget.” Tanpa pikir panjang, aku mematikan computer lalu pergi ke kamar buat siap-siap ke Jakarta. Ah, senangnya hatiku. Satu impianku terwujud lagi. Hari Disabilitas Internasional membawa berkah tersendiri buatku. Tentunya juga berkat campur tangan Allah. Terima kasih ya Allah.


Download Titik & Koma

* Available on iPhone, iPad and all Android devices