
by Titikoma

Munculnya Haters
Aku memandangi wajah yang terpantul di cermin. Tinggal memolesi bedan blushon maka wajahku akan kelihatan cantik natural. Dua jam lagi aku akan berbicara di depan ratusan orang. Jadi pembicara seminar menulis di Purwokerto. Di acara seminar itu akan banyak wartawan dari berbagai media, termasuk tivi nasional yang meliputku. Aku nggak mau kejadian tahun 2014 terulang lagi. Waktu itu aku diundang ke acara hari jadi Kabupaten Banjar, akhir acara aku diwawancarai oleh banyak wartawan. Ketika aku lihat beritanya di tivi, wajahku kucel dan nggak banget. Makanya sekarang mau dandan maksmimal dulu sebelum berangkat ke tempat seminar. Athiyah, dia sudah siap berangkat belum ya? “Athiyah!” Senyap. Nggak ada sahutan. Mungkin lagi di kamar mandi, pikirku. Aku kembali melanjutkan merias wajah. “Ri, gawat!” Athiyah tiba-tiba memasuki kamarku tanpa mengetuk pintu. “Hosh … hosh!” keringat bercucuran dari kening Athiiyah. “Lo kenapa ngos-ngos gitu? Abis abis lari marathon karena dikejar anjing?” tanyaku dengan pandangan heran. “Iya, gue abis dikejar anjing. Anjingnya itu haters lo.” Dahiku mengerut. “Hah? Sejak kapan gue punya haters? Gue mah Cuma punya Ariny Holic doing.” Ariny Holic, sebutan untuk para pembaca novelku. “Mulai hari ini lo bukan Cuma punya Ariny Holic, tapi juga punya haters. Kalau lo nggak percaya, nih liat sendiri.” Athiyah menyodorkan smartphone ke aku. Mataku membulat ketika melihat layar smatphone. Di sana terpampang sebuah fanpage bernama ‘ANTINY (Anti Ariny)’. Fanpage itu memposting dua buah foto yang merupakan screenshoot isi smsku dengan pembaca novel menyebalkan tadi malam dan juga postingan blogku yang membahas si LB. Keterangan foto tersebut, “Pantaskah seorang motivator berkata demikian?” Jleb! Keterangan fotonya nyelekit di hatiku. Itu nggak seberapa. Ada yang lebih nyelekit lagi, komentar-komentar di foto itu. Komentar pertama. NGGAK. YANG NAMANYA MOTIVATOR, NGGAK AKAN BERKATA KASAR APALAGI NYEBARIN AIB ORANG. AYO, KITA PAKSA DIA MUNDUR DARI DUNIA LITERASI. Komentor kedua SETUJU SAMA KOMENT DI ATAS. JIKA DIA TERUS ADA MAKA AKA MENCORENG DUNIA LITERASI. Drrrt … Drrrt Smartphone Athiyah bergetar di tanganku. “Eh, Athiyah ada telepon nih. Lo angkat gih.” Aku mengembalikan smartphonenya. Smartphone Athiyah itu otomatis. Begitu di dekatkan di telinga, sudah bias tersambung dengan si penelpon. “Halo, assalamualaikum.” Sapa Athiyah ramah. “Waalaikumsala. Bilang ke Ariny, seminar di Purwokerto jam sepuluh nanti dibatalkan.” Mata Athiyah melotot. “Dari siapa?” tanyaku penasaran. Athiyah menutupi bagian bawah smartphone menggunakan telapak tangan. “Dari panitia seminar di Purwokerto.” “Coba lo speaker, gue mau denger.” Athiyah memenuhi permintaanku. “Ya, nggak bias seenaknya membatalkan seminar dong. Kita kan sudah tanda tangan kontrak.” “SAYA NGGAK MAU ACARA SEMINAR YANG SAYA ADAKAN DIISI OLEH MOTIVATOR SONGONG, BERKATA KASAR DAN NYEBAR AIB ORANG.” Tuuut … tuuut Dengan sangat nggak sopan, panitia itu memutuskan telepon. FP Antini, komenter-komentar yang ada di FP itu serta ucapan panitia barusan membuat kepalaku berdenyut kencang. Pandanganku juga mulai berkunang-kunang. “Rin, lo nggak apa kan?” Tanya Athiyah sedikit cemas. “Iya, gue nggak apa kok. Bisa nggak gue minta tolong beliin obat?” “Bisa. Tunggu sebentar ya!” Menunggu Athiyah membuatku tertidur pulas. Ketika aku membuka mata orang yang tertangkap di kornea mata bukan Athiyah, melainkan Mbak Nanik, Mbak Tika, Huda dan Via. “Hey, ada apa kok rame-rame ke sini?” “Kami ke sini karena khawatir sama kamu. Kamu baik-baik aja kan?” Tanya Mbak Naik. “Iya, aku nggak apa kok.” Aku menjawab pertanyaan Mbak Nanik dengan senyum dipaksakan. “Biasanya kalau cewek bilang nggak apa-apa, pasti di hatinya ada apaapa. Udah lah, nggak usah pura-pura lagi. Kami sudah tau kok masalahmu dari Athiyah,” sahut Mbak Tika. Aku mendesah napas berat. Athiyah emang ember. “Kamu yang sabar ya Rin. Anggep aja itu ujian dari Tuhan sebelum kamu naik level,” ujar Mbak Nanik bijak “Setuju sama Dhe Nanik. Kamu ingat kan kata pepatah, hanya pohon berbuah yang dilempari batu.” Huda ikut menimpali. “Kalau ada 100 orang yang berusaha menjatuhkanmu, kamu harus bangkit 1000 kali biar mereka tercengang dan membuktikan bahwa kamu nggak lemah.” Via nggak mau kalah. Cukup lama aku mengobril dengan mereka. Nggak kerasa sudah azhan Dzhuhur. Mereka berpamitan. Huda dan Via jam satu nanti masuk kuliah, Mbak Tika jawal masuk kerja sedangkan Mbak Nanik mau ketemuan sama calon suaminya. Sepulangnya mereka dari rumahku, aku masih merenungi apa yang terjadi. Air mata yang sedari tadi kutahan akhirnya menetes juga. Ini merupakan air mata penyesalan. Andai saja aku kemarin bias mengontol emosi pasti nggak akan jadi seperti ini. Setelah aku piker-pikir, apa yang dikatakan Mbak Nanik ada benarnya. Mungkin memang ini ujian dari Tuhan sebelum kamu naik level sekaligus peringatan agar ke depannya lebih berhati-hati menjaga sikap. Terutama di dunia maya. Jalan satu-satunya menetralisir keadaan adalah meminta maaf ke public melalui social media. Kuraih smartphone kesayangan, lalu mengupdate status di facebook. Kesempurnaan hanya milik Allah. Aku hanya manusia biasa yang bisa marah, emosi. Namun perlu kalian ketahui tujuanku menulis tentang LB di blog bukan bermaksud menyebar aib orang tapi agar temen-temenku di MI terhindar dari rayuannya. Sedangkan is isms dengan pembacaku itu, dia duluan yang mulai. Pertanyaannya itu kebangetan dan bertanya di saat aku lagi dapet. Kalian sebagai cewek tau kan, kalau lagi dapet kek gimana? Kita nggak bias mengendalikan emosi itu. Jika kalian tak berkenan apa yang aku lakukan, aku minta maaf yang sebesar-besarnya. Sudah gitu aja. Aku bingung mau ngetik apalagi. Aku berharap pernyataanku ini bias diterima dan mulai besok keadaan sudah normal kembali. Dari kejadian ini, aku dapat pelajaran berharga. Mempertahankan kesuksesan itu jauh lebih sulit daripada memulainya.