melepasmu untuk sementara
Melepasmu Untuk Sementara

Melepasmu Untuk Sementara

Reads
80
Votes
0
Parts
19
Vote
by Titikoma

Cintaku Terbalas

20 Maret 2016 Pukul 10.00 

Ada rasa yang tak biasa Yang mulai kurasa, yang ntah mengapa Mungkinkah ini pertanda aku jatuh cinta Cintaku yang pertama. Lagu Mikha Tambayong berjudul Cinta Pertama mengalun indah di telingaku. “Aduh, siapa sih yang nelpon? Nggak tau apa aku lagi sibuk ngitung ulang orderan?” gerutuku. Kuraih hape, lalu merilik layarnya. Di sana tertulis nama “Ibu Calon Mertua” sedang memanggil. Aku sengaja menamai ibunda Arizal di kontak HP dengan nama Ibu Calon mertua. Aku angkat nggak ya? Kugeser icon telepon warna hijau ke warna merah, tanda menerima panggilan. “Assalamualaikum,” sapaku ramah. “Waalaikumsalam. Rin, kamu hari ini sibuk nggak?” Tanya ibunda Arizal. “Memangnya ada apa ya, Bu?” “Kalau kamu nggak sibuk ibu mau ngajakin kamu belanja sekalian makan siang. Kebetulan ada yang ingin ibu bicarain sama kamu. Gimana? Bisa?” Pucuk dicinta ulampun tiba. Baru tadi malam memikirkan cara pedekate sama mamanya Arizal, eh cara itu sudah terbuka lebar. “Oh, tentu bisa. Kebetulan hari ini aku nggak lagi ngapa-ngapain kok,” ujarku berbohong. Yang sebenarnya terjadi, satu jam lagi aku ada jadwal mengisi motivasi menulis di kampus UGM Yogyakarta. Soal itu gampang, aku bisa membatalkannya. Paling ntar ganti rugi. Nggak masalah bagiku. Terpenting bagiku hari ini meluangkan waktu jalan sama ibu calon mertua. Siapa tau dengan jalan dengan beliau, jalanku mendapatkan cinta Arizal semakin terbuka lebar. “Bentar lagi ibu ke tempat kamu ya, Rin.”  “Nggak usah, Bu. Biar saya saja yang ke rumah ibu.” “Oh gitu. Baiklah ibu tunggu di rumah, ya.” Tuuut… Sambungan telpon terputus. “Athiyah!” teriakku sekenceng-kenceng-kencengnya. Terpogoh-pogoh Athiyah menghampiriku. “Ada apa sih lo teriak-teriak? Gue lagi dandan tauuu. Nggak sabaran banget jadi orang.” “Justru gue manggil lo karena pengen nyuruh lo nelpon pihak UGM. Bilang ke mereka gue hari ini nggak bisa ngisi motivasi menulis, ada urusan mendadak.” “Hah? Kok dibatalin? Kalau mereka nggak terima terus minta uang ganti rugi gimana?” Athiyah kepo bertubi-tubi. “Ya, lo transfer aja uang ganti rugi ke mereka. Beres kan?” “Kalau acara motivasinya batal, berarti hari ini kita nganggur dong?” “Kata siapa? Jadwal kita hari ini shoping ke Matahari Singosaren.” “Wuih, tumben banget lo milih shoping daripada ngejar duit? Biasanya kan sebaliknya. Hehehe.” “Bawel banget sih lo. Lo ikutin aja napa, apa yang gue minta.” “Oke, siap laksanakan.” Puas rasanya 2 jam shoping bareng Ibunda Arizal. Kami beli banyak barang. Ada tas, gamis, jilbab, mukena, sajadah, sampe kebutuhan dapur. Kebetulan seleraku dan ibunda Arizal itu sama. Jadi belanjanya enjoy banget. Waktu 2 jam terasa bentar lagi. Setelah shoping, kami mampir dulu ke MCDonald untuk makan siang. Kebetulan etak Mc. Donal nggak jauh dari Matahari Singosaren. Sudah 12 tahun lebih aku nggak makan di sini. Desain interior McDonald nggak beda jauh dengan yang 12 tahun lalu. Yang berbeda hanyalah harga makanannya saja. Jika 12 tahun lalu harga paket hemat yang terdiri dari nasi, ayam fried chiken, cocacola hanya 5 ribu, sekarang paket hemat menjadi 30 ribu belum termasuk PPN. Waw, fantastis. Naik berkali-kali lipat. Antriannya panjang banget. Athiyah lah yang aku tugasi mengantri buat pesan makanan. Dia menanyai kami mau pesan apa. Akhirnya aku dan Ibunda Arizal sepakat mesan paket hemat saja. “Sembari nunggu pesanan datang, boleh nggak ibu cerita tentang Arizal sama kamu?” “Boleh banget. Ibu mau ceritanya apa?” “Jadi gini, Arizal sejak SD sudah cinta banget sama seorang gadis kecil. Waktu dulu dia tiap hari cerita tentang gadis kecil itu ke ibu. Cinta dia ke gadis kecil itu bukan sekadar cinta monyet belaka, melainkan sampai detik ini dia masih mencintai gadis itu.” Jujur aku cemburu beliau menceritakan hal itu ke aku. Aku jadi penasaran siapa sih gadis yang dicintai Arizal sejak SD? Tiba-tiba Athiyah datang membawa pesanan kami. “Kamu tau nggak siapa gadis yang dicintai Arizal sejak SD?” Aku menggeleng pelan. “Memangnya siapa, Bu? Beruntung sekali gadis itu dicintai Arizal sejak SD.” Lalu aku seruput coca colanya. “Gadis yang dicintai Arizal sejak SD itu kamu.” “Uhuk!” Aku kaget bukan main mendengar perkataan ibunda Arizal. Saking kagetnya aku sampai keselek. Beliau bangkit dari tempat duduk, lalu menepuk-nepuk pundakku. “Maaf, ibu bikin kamu keselek.” Aku mengambil tisu, lalu menyapu ke mulut. “Nggak apa kok, Bu. Keselek dikit aja. Ibu yakin Arizal mencintaiku sejak SD? Rasanya mustahil aja, cowok sesempurna Arizal mencintai cewek cacat sepertiku.” “Di mata Arizal kamu adalah cewek yang paling sempurna di dunia ini. Karena kamu punya semangat yang tinggi.” Kata-kata ibunda Arizal kali ini mampu membuatku terbang melayang ke langit tujuh bidadari. “Kalau Arizal mecintaiku kenapa dia nggak pernah  ngungkapin perasaannya saat pertama kali kami bertemu di facebook?” “Waktu pertama kali kamu dan Arizal bertemu di facebook, Arizal sudah jadian sama Isna, cewek yang ngejar-ngejar dia sejak SMA. Akhirnya Arizal memutuskan memendam perasaannya ke kamu karena nggak ingin nyakitin si Isna itu.” Ibunda Arizal menjelasan secara panjang lebar. Cukup masuk akan juga penjelasan ibunda Arizal. “Terus setelah putus kenapa Arizal nggak langsung menyatakan perasaannya ke aku?” Ibunda Arizal tersenyum simpul. “Sebenarnya waktu acara syukuran wisuda kemarin dia mau menyatakan perasaannya ke kamu tapi malu karena banyak orang. Ditambah lagi rasa mindernya.” “Loh, Arizal minder kenapa?” “Minder karena kamu itu sudah jadi bintang, terkenal dimana-mana sedangkan dia belum jadi siapa-siapa. Makanya itu ibu ngajakin kamu ketemuan, ibu ingin menyampaikan perasaan Arizal ke kamu.” Tadinya aku pikir cinta ke Arizal yang bersarang 18 tahun di hati, akhirnya bertepuk sebelah tangan. Namun di luar dugaan Arizal malah membalas perasaanku. Mungkin ini hadiah dari Alah, karena aku berhasil mengikhlaskan Mas Adit untuk kebahagiaan orang yang melahirkannya. Ah, betapa bahagianya hatiku hari ini. Nggak sia-sia aku mengeluarkan uang ganti rugi gara-gara membatalkan janji sama pihak UGM. Masalah Arizal sudah selesai. Tinggal memikirka cara bagaimana agar Arizal nggak minder lagi sama aku. Pukul 19.00 wib Selepas sholat magrib dan membaca Al-Qur’an, aku memberanikan diri menelpon Arizal. Aku ingin dengar sendiri dari mulutnya bahwa dia mencintaiku. Lama kumenunggu sambungan telpin belum diangkatnya. Aku coba sekali nelpon dia. “Assalamualaikum, Rin. Maaf, tadi angkatnya lama soalnya aku lagi sholat.” Telpon kedua akhirnya diangkat. “Iya, nggak apa kok.” “Ada apa nih nelpon aku? Tumben banget.”  “Tadi siang kan aku shoping sama ibumu nih terus beliau menceritakan semuanya tentang kamu.” “Ya, berarti kamu udah tau dong tentang perasaanku.” “Udah. Makanya aku nelpon kamu untuk memastikan sekaligus ingin dengar sendiri dari mulutnya bahwa kamu mencintaiku.” “Oke, aku ngaku deh. Aku memang mencintaimu sejak kelas 1 SD. Tapi apakah aku pantas mencintaimu? Seperti yang kamu bilang di hitam putih, kita sekarang bagai langit dan bumi. Kamu dah jadi bintang, bergelimang harta dan punya banya fans. Sedangkan aku? Aku hanyalah lelaki biasa, belum punya kerjaan pula.” Terdengar jelas nada minder keluar dari mulutku. “Zal, di mataku kamu itu lelaki yang istimewa plus luar biasa. Kalau kamu minder bersamaku, aku rela kok mundur dari dunia literasi terus semua bisnisku, aku serahkan ke kamu biar kamu punya kerjaan dan nggak minder lagi,” ucapku spontanitas. Tapi sepertinya itu cara paling ampuh biar Arizal nggak minder. “Jangan. Kalau kamu ngelakuin itu yang ada aku malah makin nggak enak sama kamu. Aku ngizinin kok kamu tetap berkarir asal kamu ikhlas menerimaku apa adanya.” Walaupun Arizal berkata demikian tapi aku tahu di hatinya masih ada rasa minder jika mempunyai kekasih yang lebih sukses darinya. “Nih, aku kasih tau ya. Di dunia ini tiada yang lebih membahagiakan selain menua bersama cinta pertama. Dan aku ingin melakukan itu, Zal. Kebahagianku itu bersama cinta pertamaku, orang itu kamu. Kalau sudah bahagia buat apalagi aku berkarir? Lagian dari awal aku berkarier, tujuan utamaku itu agar bisa mendapatkan kamu.” Aku menyakinkan Arizal. “Oh gitu. Kalau itu sudah jadi keputusanmu, okelah besok malam aku berserta keluarga akan datang ke rumahmu untuk mengkhitbahmu.” “Aku tunggu kedatanganmu, pangeranku.” Tuuut… Aku tutup telpon darinya ku nggak sanggup berkata-kata lagi. Saking bahagianya gitu. Apa yang aku impian sejak sepuluh tahun yang lalu, kini sudah ada di depan mata.  Mundur dari dunia literasi saat berada di titik puncak kesuksesan demi seorang cowok, mungkin di mata orang adalah hal yang bego banget dilakukan. Namun bagiku itu merupakan pengorbanan cinta untuk mencapai kebahagiaan dan ridho-Nya. Ada satu lagi yang mengganjal di hati. Gimana reaksi keluarga dan rekan terdekat saat mendengar aku mundur dari dunia literasi? Mereka pasti menentangku, sama seperti saat pertama aku terjun ke dunia literasi. Ini jadi PR buatku. Aku harus bisa membuat keluarga dan rekan terdekat menerima keputusanku dengan lapang dada. Ah, aku dapat ide. Satusatunya cara adalah berdoa ke sang pencipta, Allah SWT. “Ya, Allah ridhoilah keputusanku ini. Buatlah semua orang yang aku sayangi merestui akan keputusanku ini.” Doaku dalam hati.


Download Titik & Koma

* Available on iPhone, iPad and all Android devices