
by Titikoma

Tak Terucap
Mall Ciputra di hari Jumat malam masih tampak lenggang, di sebuah kedai kopi yang terletak di pelataran Dion dan Agatha asik berdiskusi tentang buku yang sepertinya baru saja di belinya di toko buku Gramedia yang terletak masih satu lantai dengan kedai kopi. “Kak Dion kenapa suka sekali dengan dunia fotografi?” tanya Agatha sambil membolak-balik buku tentang koreografer yang dibeli Dion. “Kenapa yaaaa, suka saja sih ... dari kecil ayahku juga suka dunia fotografi hanya saja otodidak sekedar hobi. Sementara kalau aku sih ... ingin buat pekerjaan juga nantinya,” jawab Dion sambil menyesap capucinno-nya. “Agatha, kamu sendiri kenapa ingin jadi model?” Dion balik bertanya. “Karena aku ingin bisa hidup mewah lagi Kak, aku bisa ingin beli barangbarang branded yang aku suka yang tidak bisa dengan aku dapat setelah papa dan mama bercerai. Yang kedua aku ingin melanggar apa yang sudah papa terapkan waktu lalu agar aku tidak terjun dunia model, entahlah papa takut aku jadi tidak belajar dengan baik lagi,” Agatha menatap seutuhnya wajah Dion yang tampak serius. “Ini menurut aku ya, semua orang tua entah dalam kondisi apapun pasti tetap menginginkan anak-anaknya mempunyai masa depan yang terbaik. Dan pasti ada alasan papa kamu waktu lalu melarang kamu yang ingin menjadi model. Mungkin ada cita-cita lain yang papa kamu kehendaki dari diri kamu ...” Ada keingin tahuan dari wajah Dion akan gadis cantik dengan wajah tirus dan badan jangkungnya. “Papa itu ingin sekali aku bisa jadi dokter, katanya cita-cita papa waktu lalu yang tak terwujud karena faktor biaya. Dan aku sih ... mau jadi apa saja yang terpenting profesional. Jadi dokter juga perlu biaya banyak, entahlah masih bisa atau tidak?” Agatha menarik napas panjang dan menghembuskan lembut. “Pasti ada jalan Agatha, semangat ya Non jadi model dan dokter juga pekerjaan yang mulia kok, apapun itu diniatkan untuk kebaikan.” Pendapat Dion yang membuat Agatha bersemangat untuk menekuni dua profesi yang akan menyita waktunya mendatang. “Yuk sudah jam tujuh, Kakak antar pulang,” Dion mengajak pulang Agatha sesuai janji pada Mama Sisca mereka tidak akan pulang malam-malam. Beberapa mata selalu melirik melihat kecantikan Agatha dan Dion sadar memang Agatha mempunyai daya tarik tersendiri. Entah kenapa dirinya juga langsung jatuh hati saat harus menyeleksi beberapa foto model yang diberikan oleh Mba Lita. Sesekali Kak Dion kalau tidak banyak kerjaan dan kuliah yang tinggal menghabiskan beberapa mata kuliah dan skripsi main ke rumah Agatha. Pagi juga masih sempet mengantar dan menjemput ke sekolah bila memang bisa. Sabtu dan Minggu juga Dion nyempetin mampir ke rumahnya, menghabiskan malam Minggu atau Sabtu siang ngajak makan di seputaran Cibubur. “Agatha ada kejutan nih ... kamu pasti suka,” tiba-tiba Dion yang janji malam Minggu main ke rumah sudah datang dengan membawa majalah Falia yang bersampul foto dirinya. “Wow ... kok bisa jadi keren begini hasilnya?” Mata Agatha yang agak sipit melebar, dia tidak menyangka pemotretan hampir sebulan lalu hasilnya keren. Masih ingat hasil awal yang wajah dia masih kaku di foto. “Benar kata Mba Lita, kalau ada Kak Dion semuanya pasti akan beres. Ternyata terbukti!” Agatha tak lepas memandang wajahnya dari cover majalah Falia. Rasanya amazing banget. “Udaaah mandangin wajah sendiri terus, liatin dong yang di depan,” Kak Dion menggoda Agatha. “Hehehehe bosan!” jawab Agatha jutek. “Bosaaan, yakiiiin ... ya sudah deh nasib kalau gak seganteng Demitri,” sindir Kak Dion yang pas kemarin siang mendadak pendiam sepanjang jalan saat mengantar pulang. Saat Dion menjemput telat Agatha, Demitri dengan setia menemani Agatha dan menemani ngobrol. Baik Dion dan Demitri sama-sama memasang wajah yang menurut Agatha jadi aneh, ada apa dengan dua cowok ini. Kak Dion sebulan ini baik banget, pokoknya nge-gantiin sosok papa sudah cukup Kak Dion. Kak Dion memperlakukan dirinya seperti seorang adik, tidak beda jauh dengan Kak Andi yang sekarang juga sudah punya pacar jadi sibuk dengan dunia Kak Andi dan Kak Teres pacarnya. Kalau tidak ada Kak Dion pasti dirinya akan kesepian sekali. Bahkan sesekali Kak Dion datang dalam mimpinya menemani tidur dan membuatnya lelap. Hanya saja tak sekalipun Kak Dion mengucapkan cinta ...