Menantimu

Reads
118
Votes
0
Parts
18
Vote
by Titikoma

Cinta Yang Terpilih

“Yes!” Beno berteriak girang. Serentak memelukku “Aha... akhirnya yang kutunggu datang juga, makasih Zani cantik!” “Apaan Ben… malu tau!” aku melepas rangkulan Beno. Melihat ke sekeliling orang yang melihat ke arah kami. “Lihat tuh, orang-orang ngeliatin kita. Ssst…” aku menyimpan telunjuk di bibir. “Biarin. Biar semua orang tau bahwa perjuanganku akhirnya tak siasia. Perjuangan untuk mendapat gadis pujaan yang kurindu... kucinta... kunanti... ku....” “Stop! Kalau kau ngoceh terus, aku batalkan keputusanku,” suaraku meninggi. Berdiri spontan. “Ih, galak!” suara Beno melunak. “Maafkan aku terlalu bahagia. Oke... aku akan kalem,” Beno menarik napas panjang. “Silakan duduk lagi dong, Zani.” “Ya,” ucapku pendek. “Mulai detik ini, aku akan selalu menjagamu. Memilikimu,” Beno tersenyum menggenggam erat tanganku. “Ya. Tapi jangan rese. Jangan kaya barusan, aku nggak suka! Apalagi memproklamirkan hubungan kita.” “Demi pujaanku, hamba siap melakukan titah sang putri.” “Satu lagi.” “Apa?” “Aku tak mau kau nempel terus kaya perangko. Aku ingin hubungan kita biasa-biasa saja.” “Baik... baik... Pokoknya aku akan melakukannya. Dan kalau Pak Nas mengganggumu? Menyentuhmu? Apa aku harus diam. Hehe…” Beno terkekeh. “Jangan sebut nama itu, aku benci...” Aku menyeruput jus melon di depanku. Bayangan Pak Nas yang memuakkan bermain di depanku.  “Iyy...” aku bergidik. “Dingin? Kau pakai saja jaketku, Zani,” Beno melepaskan jaket dan memberikannya padaku. “Makasih, Ben. Aku tidak dingin. Hanya...” “Pak Nas itu?” Beno menatapku. “Sudahlah, lupakan kejadian itu. Aku akan selalu menjagamu, Zani. Aku janji.” “Thanks,” aku melihat ke arah Beno. Dan kedua mata kami bertemu. Kulihat suatu keyakinan ada di sana. Meyakinkanku, bahwa Beno benarbenar serius. Serius untuk menjagaku. Baru kusadari kali ini bahwa Beno benar-benar cowok ganteng. Hidungnya mancung, alisnya tebal. Badannya begitu atletis. Pantaslah selama ini banyak sekali wanita yang mengejar Beno. Pantas pula jika Nola bilang aku buta. Buta bahwa Beno begitu ngebet padaku. Baiklah aku akan belajar mencintai. Mulai belajar membuka diri. Akan belajar menghargai perasaan Beno padaku. Walau jujur aku katakan. Untuk saat ini aku belum merasakan cinta. Belum merasakan adanya getaran indah di dada. Seperti halnya yang mereka katakan ketika bertemu kekasihnya. Yang pasti saat ini aku akan memupuk perasaanku, menjadikan kecambah asmara tumbuh di dada. Kejadian tempo hari yang membuatku selalu merinding dan membuat ketakutan telah menyadarkanku bahwasanya harus ada seseorang yang berada di sampingku untuk menjaga dan melindungi. Dan itulah akhirnya yang kemudian membukakan hatiku, berusaha untuk akhirnya memilih Beno. Menerima cinta Beno. Setidaknya dengan adanya Beno di sampingku, ucapan nyinyir orang akan segera menghilang. Pun perkataan Pak Nas tempo hari tentang keadaan diriku yang selalu sepi dan menyendiri harus terenyahkan. Ia harus melihat kini, bahwa sebenarnya aku adalah orang yang perlu cinta. Beno adalah pilihanku. “Kau harus merasakan kehangatan cinta. Jangan seperti sekarang ini hidupmu begitu kaku dan tak bergairah. Harus merasakan bercinta.” Aku begitu takut. Pak Nas akan terus mengangguku.  Entahlah, aku pun berpikir beribu kali. Apakah benar ini adalah keputusan yang telah kubuat? Keputusan untuk menerima cinta Beno. Padahal banyak laki-laki yang naksir padaku. Ada Arsyad, Yuda, dan lainnya. Mereka semua menunggu jawaban dariku. Salahku mungkin, aku selalu meluangkan waktu untuk jalan bareng. Salahku mungkin, tidak secepatnya memberikan jawaban pada mereka. Sengaja. Karena aku tak mau kehilangan mereka. Aku takut keputusan yang kubuat malah akan merenggangkan hubungan dan pertemanan kami. Dan semua begitu memberi perhatian padaku. Aku ingin mereka tetap teman dan sahabatku, tak lebih. Hanyalah pengalaman burukku kemarin yang kemudian telah membuatku untuk membuat suatu keputusan, secepat mungkin. Bayangan Pak Nas yang mengerikan, ancaman yang dibuatnya selalu berkelebat dalam bayangan. Semoga dengan kehadiran Beno mampu membuat semuanya berubah. Aku tahu sifat Beno yang sedikit urakan, akan berani menghadapi ancaman Pak Nas. “Berani kau mencegah keinginanku. Kau akan tau akibatnya!” Pak Nas menatap liar wajah Beno. “Awas, kau berbuat sesuatu. Hancurlah reputasimu!” “Berani kau mengancamku?” “Memang cuma Anda saja yang bisa mengancam? Saya bisa melakukan yang lebih...” Beno mengepalkan tangan. “Seluruh mahasiswa ini, akan gampang dikerahkan untuk mengenyahkamu!” Ancaman Beno pada Pak Nas pun kiranya tak main-main. “Kalau macam-macam pada Zani. Akan saya berikan foto ini pada istrimu,” ancaman Beno tak kalah sengit, waktu itu. Semoga benar Pak Nas tidak akan macam-macam lagi padaku. Tapi kalau aku sendirian? Apa berani aku menghadapi semua. Itulah yang kemudian membuatku untuk menerima cinta Beno. Keraguan yang sempat hadir. Konflik dalam keluarga kuluruhkan demi keputusan bulat, agar keraguan itu melenyap dan memudar. Ya, cinta  mama papalah yang selama ini membuatku menyendiri. Takut dan takut. Kulihat mama dan papa tidak saling mencintai, tak pernah kulihat mereka bersama dalam sebuah keluarga harmonis. Saling egois dalam memegang prinsip masing-masing. Pertengkaran dan hanya kerumitan keluarga yang selama ini kerap kusaksikan. Dan aku selalu menangis sendiri melihat mereka yang asyik dalam kemarahan. Menenggelamkan perahu yang sedang berlayar. Tak peduli layar akan terseok ke mana. Tujuan atas janji yang pernah terucap sewaktu pernikahan kiranya tak mereka pedulikan lagi. Pernikahan yang menautkan sebuah perbedaan dalam wadah kebersamaan untuk mempersatukan cinta mereka, terlupa sudah. Inilah aku, inilah harta, inilah bisnis dan bermacam argumen yang semakin menenggalamkan tujuan mereka. Kesenangan sendiri yang melulu mereka perdebatkan dalam kebersamaan. Nyaris pertemuan yang kuharap indah tak kutemukan. Setiap kedatangan Papa dalam rumah, pastilah cekcok yang akhirnya mengakhiri pertemuan. Memuakkan! Jangan salahkan jika selama ini mungkin aku terlalu mengekang. Menutup diri untuk cinta para lelaki. Aku tak mau terjerambab, jatuh dan akhirnya hancur sendiri. Mandiri. Itulah yang kemudian mendoktrinku. Bahwa aku tidak harus selalu bergantung pada seorang bernama laki-laki. Awalnya. Tapi kini? Dogma sendiri kiranya luruh. Ada banyak hikmah yang dapat kuambil dari semua masalah yang aku terima. Belajar dewasa dan berani mengambil keputusan sendiri. “Tenang saja. Jangan takut Pak Nas buat macam-macam sama kau, Zani.” “Semoga.” “Sst... Aku puya kartu trup untuknya!” “Maksudmu!” “Sini!” Beno menarik tanganku. Menarik diri dari banyak orang. “Nih, lihatlah,” Beno memberikan sejumlah foto padaku. “Foto apaan ini?” “Lihatlah!” Aku membalikkan foto pemberian Beno. “Beneran ini Pak Nas?” terkejut aku melihat foto di genggamanku. “Ternyata dia bukan dosen yang baik.” desisku. Mataku tajam melihat foto  Pak Nas yang sedang berpose dengan beberapa wanita. Foto tersebut pastilah akan membuat prasangka yang bukan-bukan. Bukan hanya relasi kerja. Tapi lebih dari itu. Dan kupastikan bahwa foto wanita yang bersama Pak Nas bukan wanita baik-baik. Itu kulihat dari penampialn mereka yang agak seronok. Pastilah berpikir seperti itu. Apalagi kalau melihat foto yang sedang kupegang. Pak Nas sedang merangkul mesra pasangannya. Wajah mereka begitu berdekatan. Saling tesenyum, menyeruakkan kebahagiaan. “Ih. Brengsek. Dari mana kau dapatkan foto ini, Ben?” “Rahasia, dong,” dengan cuek Beno mengambil foto dariku. “Yang penting mulai sekarang kau aman denganku. Asal...” “Asal apa?” “Kau selalu bersamaku.” “Ah, kamu Ben. Ada-ada saja,” aku menerawang. Bersama Beno selamanya? Ah, sanggupkah aku? Cinta belum datang hingga kini. Dan Beno meminta untuk selalu bersama. “Zani!” “Hem!” “Apakah kau benar mencintaiku?” “Apa kau tak yakin dengan cintaku, Ben?” aku melihat pada hamparan bunga-bunga yang berada di depanku. Melihat kupu-kupu yang terbang menari dengan lincahnya. Hatiku penuh dengan tanda tanya. Mengapa tiba-tiba Beno berkata seperti itu? Apakah ia dapat menerka gerangan apa yang sebenarnya di hatiku. Apa aku harus jujur mengatakan padanya. Tidak. Tidak mungkin. Aku tak mau ia terluka. “Zani. Aku dapat melihat matamu. Tak ada cinta yang kauperlihatkan untukku. Jawablah pertanyaanku. Aku tak mau kau menerima cintaku haya karena sesuatu, rasa terima kasihmu. Jawablah dengan jujur.” “Apa itu perlu?”  “Sangat. Aku membutuhkannya,” Beno menarik napas panjang, “Jangan takut tentang perasaanku.” “Ben....!” aku menunduk. Perasaan berdosa tiba-tiba menyeruak di hatiku. Ada air mata yang mengenang dan jatuh di pipiku. “Zani. Aku takkan apa-apa kok. Aku mencintaimu dengan tulus. Dan takkan kubiarkan hatimu terluka karena perbuatanku. Maaf jika aku begitu lancang mengambil hakmu. Merampas hatimu di hatiku. Sementara tak pernah aku tau sebenarnya. Adakah sedikit saja namaku tersimpan di ruang hatimu? Aku tak tau. Zan. Maka saat ini adalah saat yang tepat untukku. Aku akan menerimanya. Jangan takut,” Beno menghapus air mataku. Keikhlasan yang membuatku bertambah luka. Beno mencintaiku dengan tulus. “Ben. Aku memintamu untuk membantuku. Bantulah aku, Ben,” aku semakin terisak. “Untukmu aku akan melakukannya. Demi seseorang yang kupuja. Walau kau tak mencintaiku. Aku akan tetap melakukannya untukmu,” suara Beno lembut di telingaku. “Bantu aku untuk mencintaimu. Jujur untuk saat ini belum ada bunga cinta bersemayam di lubuk hatiku.Tapi aku akan mencoba dan mencoba, Ben. Setidaknya aku selalu memberimu ruang di hatiku. Mengisi hatiku yang gersang ini, Ben,” aku menatap Beno. “Mulai sekarang, jagalah aku. Bawalah aku ke mana pun, agar kita selalu bersama. Jangan kau biarkan rasa sepi hadir di hati. Hingga dapat kuyakinkan bahwa kau benar-benar ada untukku,” aku mengambil tangan Beno, menyimpannya di pipiku. “Mau kan, Ben?” Beno mengangguk. Tersenyum. “Ehem. Jadi bolehkah aku memproklamirkan cinta kita pada yang lain? Kalau kau setuju, tentunya. Dengan begitu, mereka akan tau bahwa aku telah menculik hatimu.” Aku terdiam sesaat. Menghayati ucapan Beno. Benar, aku kini harus merasa terbebas. melupakan masa lalu dan mencoba menata hal baru. Merasakan kehangatan dari sesuatu yang bernama cinta. Cinta yang terpilih bersama Beno. Aku mengangguk pelan. Selamat datang cinta... akan kujaga kau selamanya.


Download Titik & Koma

* Available on iPhone, iPad and all Android devices