
by Titikoma

Cintaku Hanya Untukmu
Aku segera meraih HP yang tergeletak di pinggirku. Membaca SMS yang masuk dengan tersenyum. Segera membenarkan tata riasku. Hingga kupastikan aku begitu sempurna. Aku takut penampilanku membuat kecewa. Aku ingin Beno tetap menyanjungku. Dan yang terpenting adalah tetap dapat merasakan cinta Beno padaku. Kesabaran Beno akhirya membuatku mencintainya. Cinta yang tulus. Perhatian dan rasa sayang Beno benar-benar utuh hanya untukku. Dan itu semua semakin membuatku jatuh cinta. Kuperhatikan wajah mulusku di depan cermin. Wajah yang kata orang begitu cantik menawan, tak berbalut riasan. Berlenggok ke sana ke mari, kembali lagi mematung di cermin, meatap kembali wajahku sendiri. Hari ini aku akan bertemu Beno. Dan seperti biasa, kami akan melakukan banyak cerita yang mengasyikkan. Cerita Beno tentang masa jaim-nya, atau cerita tentang naik gunung serta cerita gokil lainnya senantiasa membuat girang pertemuan kami selalu. Aku tersenyum manis, memperhatikan wajah cantikku. Memakai bedak tipis yang baru saja kubeli. Hanya untuk membuat Beno semakin mencintaiku. Dan aku adalah sang bidadari yang siap menemani Beno. Bercerita panjang lebar tentang rencana kami usai kuliah, rencana pernikahan, sampai cerita anak selalu menjadi cerita di sela pertemuan kami. Hubungan kami memang serius. Kembali HP di pinggirku bergetar. Dan aku membaca SMS yang masuk. “Sedang apa Sayang?” “Sedang mempercantik diri,” aku membalas. “Kau kan sudah cantik Sayang. Aku menyukai kecantikanmu. Dan aku ingin segera melihat wajah cantikmu.” “Aku pun, ingin segera bertemu denganmu Ben. Aku kangen,” ucapku manja. Pertemuan dengan Beno yang asalnya hanya karena terpaksa. Terpaksa karena Beno menolongku, kini berubah manis. Menjadi sebuah cinta yang melenakan. Kami berdua saling mencinta seia sekata. Cinta yang kemudian tumbuh menjadi suatu ketulusan. Kami berdua saling menyayangi dan mendamba. Beno senantiasa mampu membuatku bahagia di kala sedih datang bertamu. Pertemuan yang selalu berujung dengan tawa dan tawa. Beno memang pandai membuat cerita lucu ketika bertemu. Tak heran jika aku kini selalu merindukannya. Jika tidak bertemu Beno lama. Ya, Beno adalah lelaki top. Lelaki sejati yang mampu memberi keyakinan cinta padaku. Membisikkan kalimat asmara selalu. Di tengah kegalauan yang kadang hadir bertamu, Beno menguatkanku. Selalu. Tutur dan ucapnya seolah menjadi ritme dan alur seirama yang mengiringi kebersamaan cinta kami. Kembali kuedarkan pandang pada cermin. Melihat wujud utuh yang berdiri di depan cermin. Kulihat ada aku. Aku tanpa bosan memperhatikan kembali wajahku di cermin. Tanpa pernah lelah. Kuteliti dan kutelisik setiap jengkal wajahku, kembali. Aku tak mau Beno kecewa dan kemudian meninggalkanku karena kekuranganku. Walau Beno selalu mengatakan bahwa kecantikan wajah adalah nomor kesekian, karena yang terpenting adalah kecantikan hati. Tetap saja aku ingin terlihat sempurna di mata Beno. Kuberhenti di daerah hidung. Meraba, menelisik kembali begitu lama. Aku tak mau bagian yang paling Beno sukai terlewat dari penglihatanku. Ya, di antara wajahku, bagian hidung inilah yang paling Beno sukai. Hidung mancung yang agak meruncing. Konon pribadi hidung seperti yang kumiliki, mempunyai arti yang sangat disukai Beno. Ia adalah pribadi yang mandiri, gampang mencari teman, sportif, serta selalu berlaku sederhana. Satu lagi yang Beno sukai karena hidungku ini. Menurut Beno, hidungku ini mengandung simbol bahwa aku adalah seorang yang tidak suka membicarakan keburukan orang lain. “Pokoknya di dekatmu aku merasa aman deh,” ujar Beno suatu hari. “Memangnya kenapa?” “Karena menurut ilmu terawang ala Beno. Hidung yang kamu miliki itu membuatku aman. Karena keburukanku tidak akan pernah kau ceritakan pada siapa pun,” Beno menjawil pipiku. “Lagian, apa untungya nyeritain keburukan orang, Ben?” “Nah. Betul kan terawangku. Kamu memang tidak suka menceritakan keburukan orang.” Beno tersenyum. “Aku semakin mencintaimu.” Beno begitu alergi dengan cewek yang sukanya ngerumpi. Itu pulalah kenapa hubungannya dengan Mayang bertahan hanya beberapa bulan saja. Mayang yang cerewet, ngoceh melulu tak sanggup Beno tangani. Alhasil hubungan mereka pun segera bubar. Meski Mayang tetep ngebet sama Beno. Berkoar pada orang-orang bahwa hubungannya tetap berlanjut. Dan gilanya, aku dianggap merusak hubungan mereka. Dianggap sebagai suatu penyebab atas kandasnya hubungan mereka. Dulu sempat kupikirkan. Tapi kini? Tidak. Tak ada guna memikirkan masalah Mayang. Toh, hubungan aku dan Beno baik-baik saja. Beno yang menguatkan dan meyakinkan cintanya. Bahwa cinta Beno tetap untukku. Akhirnya kepercayaanku tumbuh 100 persen untuk Beno. Mayang, bukanlah penghalang untuk hubunganku. Cinta kami tetap terjalin. Merayapi celah-celah imaji yang begitu indah bertebaran dengan pesona memukau. Membiarkan keinginan kami yang menggelitik hati, terbuai dalam sebuah permainan cinta yang membias kemudian melenakan angan kami terbang melayang menemui sagara keindahan cinta. Dari masalah Mayang inilah kedekatan hubungan kami dimulai. Aku mulai merasakan ada cemburu ketika Beno selalu mengungkit Mayang dan Mayang. Aku yang asalnya selalu cuek, menjadi sangat marah ketika Beno membicarakan Mayang. Petualangan cinta kami yang asalnya biasa-biasa saja, luluh sudah ketika Beno melihat ada nada cemburu di hati. Cemburu kata orang berarti telah bersemi benih. Benih cinta mulai bermekaran di hatiku. Benih atas nama Beno. “Akhirnya aku berhasil meyakinkanmu!” “Senang yah, lihat aku cemburu?” mukaku ditekuk. “Senang!” Beno malah menggodaku. “Beno. Kamu tuh. Uh, sebel,” aku memukul Beno. Nyaris air mata ini tumpah karena perlakuan Beno. “Kamu nggak ngerti perasaanku. Aku tuh sayang kamu. Aku nggak suka kalau selalu kamu bandingin sama Mayang... Mayang. Sebeel!” “Ya. Sudah aku mengerti. Yang pasti hari ini aku begitu bahagia.” “Tuh, kan.” “Bahagia karena kau cemburu. Dan berarti kau mulai mencintaiku,” Beno membelaiku. Bagai terkena strum aku terdiam seketika. Tak percaya dengan apa yang terjadi. Ternyata Beno sengaja, selalu memanasiku dengan nama Mayang. Rupanya ia ingin membuktikanku. Apakah aku sudah mencintainya atau tidak? Ah, Beno. Tapi akhirnya aku pun harus berucap terima kasih. Karena masalah ini. Aku mulai mengerti diri sendiri. Bahwa kini, mulai ada nama Beno di hati. Ada cinta yang selalu menyemangati hatiku. Dari sanalah semua dimulai. Petualangan yang membuatku semakin cinta pada Beno. Tersenyum sendiri ketika mengenang masa itu. Ketika Beno berhasil meyakinkanku. Bahwa sebenarnya cintanya hanya untukku. Mayang adalah masa lalunya yang harus segera di-delete. Dihapus dari memori hatinya. Dan dipastikan tak ada lagi namanya terpajang. Yang ada kini hanyalah namaku. ZANI. Pengalaman pertama yang membuatku selalu ingin merasakan kembali lagi dan lagi. Betapa nikmatnya dilanda cemburu. Nikmat ketika kemarahan mereda dan kami kembali menguatkan cinta. Betapa membahagiakan bermain dalam sebuah cinta yang tulus. Semua bisa melerai duka yang bersarang dan selalu bangkitkan energi baru ketika masalah usai terselesaikan. Pesona cinta memang luar biasa. Dan itu kurasakan pada Beno. Cintaku yang dulu biasa menjadi luar biasa dengan petualangan cinta. Beno begitu pintar memamah kata, menuntunku merasakan arti mencinta yang luar biasa. Membuai angan. Dulu kuanggap cinta hanyalah kamuflase yang akan membuat seseorang semakin menubir. Aku tak mau terperosok ke dalamnya. Lihatlah cinta Mama dan Papa. Mereka begitu cuek dengan keadaan rumah tangga. Melulu yang mereka cari adalah uang dan uang. Memupuk harta sedemikian hebat. Tanpa pernah ada cinta di antara mereka. Sering aku melamun atau bertanya pada diri sendiri, benarkah Mama dan Papa saling mencinta? Manakah buktinya? Selama ini tak kulihat mereka bercengkerama atau bermesra. Tak pernah kulihat mereka bersikap romantis di depanku. Atau, apakah cinta harus berlaku dalam kesembunyian tanpa pernah orang lain tahu? Mereka senantiasa bersembunyi di balik gelora yang dipenuhi cinta. Dan hanya merekalah mungkin yang dapat merasakan cinta itu sendiri. Sering aku berkesimpulan sendiri, bahwa cinta tak begitu penting untuk Mama dan Papa. Lihatlah aku, yang senantiasa tak mereka pedulikan. Aku yang haus akan kasih sayang teracuhkan oleh sikap mereka yang selalu asyik dengan caranya. Ah, memuakkan bukan? Itulah pertama kali yang membentengi diriku, bahwa aku takkan pernah merasa jatuh cinta. Lakilaki bagiku adalah penghalang untuk sebuah kemajuan. Tak perlulah berumah tangga, tak perlulah ada cinta. Cinta hanya akan membuat derita. Itu kusaksikan sendiri. Ketika kerap malam-malam hari secara tak sengaja kudengar isak tangis Mama di kamar menyendiri. Melihat foto Papa yang selalu asyik dengan bisnisnya. Sebuah pernikahan yang semu. Mama begitu kesepian ditinggal Papa. Dan Papa begitu asyik dengan bisnisnya tanpa pernah merasakan perasaan Mama yang begitu mendamba. Jangan sampai aku merasakan jatuh cinta. Jangan sampai. Itulah tekadku. Hingga setiap laki-laki yang mendekat, semuanya kuanggap angin lalu saja. Pun pada Beno, yang selama ini bersikeras mendekati. Memberi perhatian berlebih. Tak kuhiraukan. Tapi Beno begitu keukeuh, setiap waktu selalu berusaha mencuri perhatianku, tak segan untuk menggodaku. Hingga akhirnya terpaksa menerima cintanya. Walau selama jalan bareng dengannya tak pernah ada rasa yang bersemai di hati ini. Beno kuanggap sebagai orang pertama yang mendengar keluh kesahku, apalagi ketika keadaan keluarga suntuk. Benih cinta mulai tumbuh padaku ketika ia berhasil memberikan keyakinan bahwa cintanya tulus untukku. Murni abadi. Merasa diri menjadi seorang wanita sempurna karena dicinta Beno. Merasakan desiran indah dari setiap pertemuan dengannya. So, thanks Beno… You have made me become the perfect woman. “Cintaku hanya untukmu,” itulah selalu yang Beno katakan ketika kami bertemu. Seolah selalu meyakinkanku, bahwa cinta Beno memang utuh hanya untukku. Dan semua menjadi isyarat bahwa cinta Beno, cintaku, selalu murni abadi. Takkan terpisah sampai kapan pun. I love you Beno. “Cintaku hanya untukmu!”