Menantimu

Reads
110
Votes
0
Parts
18
Vote
by Titikoma

Pelabuhan Terakhir

Jarum jam semakin merangkak. Semua orang begitu terlelap ditemani mimpi-mimpinya. Kusingkap gorden kamarku, melihat bintang yang berkedip ke arahku. Angin seperti ingin bermain denganku. Ia tak sungkan untuk datang mencubit kulit, hingga gigil terasa menusuk. Lama aku menatap bintang yang tersenyum. Begitu nikmatnya mereka bercengkerama bersama dengan teman-temannya. Sedang aku? Sendirian di kamar sunyi ini. Semenjak kejadian itu. Raka tak berada lagi di rumah, sebenarnya tidak menjadi masalah bagiku, mau ada atau pun tidak ia akan tetap kuhormati dan kucinta. Tapi ada hal lain yang menyebabkanku berubah. Dadaku selalu bergemuruh, membuat kemarahan memuncak bila melihatnya. Itulah yang menyebabkanku tak mau lagi bertegur sapa dengannya. Itu pulalah mungkin yang membuatnya hengkang dari rumah ini. Jikalau benar aku adalah adiknya, satu kandungan. Aku mungkin akan menerima semua dengan ikhlas. Tapi ketidakikhlasanku adalah ucapan Raka yang benar-benar mencabik hatiku. Masa lalu yang kelam yang disimpan rapat di dada. Sengaja kukunci agar tak seorang pun tahu termasuk keluargaku, kini terkuak. Aku memang kotor. Tapi mengapa penghinaan itu justru datang dari orang terdekatku. Orang yang selama ini telah mengangkat derajatku. Mencoret masa laluku, membuat sendiku yang dulu rapuh bangkit kembali hingga akhirnya bisa terbebas dari dunia kelam dan kembali ke jalan benar. Tapi kini? Mengapa berbalik arah. Begitu sulitkah untuk mencari seseorang yang benar? Apakah aku tak boleh untuk merasakan hidup normal dan menjadi seorang yang baik? Terlalu jauh memang kalau disebut orang suci. Dan aku pun tak mau. Tapi setidaknya selama ini aku berusaha untuk memperbaiki diri, menjadi seorang istri yang manut pada suami dan keluarga. Melupakan bayang masa lalu yang kerap hadir. Bayangan yang senantiasa mengajakku untuk melakukannya kembali. Hidup dengan Raka yang ternyata jauh dari kepuasan bercinta, aku telan seorang diri. Biarlah aku tak lagi merasakan kehangatan cinta, yang penting bagiku adalah berusaha merubah sesuatu, kendati sangat sulit dirasa. Setiap malam adalah perjalanan panjang bagiku. Karena aku selalu menginginkan kehangatan tubuhku dijamah oleh Raka. Raka, sangat jarang mengajakku bercinta. Dan aku terbiarkan sendirian dalam  kesenyapan malam. Semua harus aku lalui demi masa baruku. Melupakan masa kelamku. Tapi ternyata perjuanganku sia-sia. Raka tak menghargaiku. Ia memilih untuk mengorek masa laluku. Begitu teganya. Maka biarkanlah kini aku menjalani hidup baru. Memilih jalanku kembali. Mencari orang yang kiranya mengerti posisiku, bersama orang yang bisa merasakan kegalauan hati. Kuambil beberapa helai baju, lalu memasukkanya ke dalam tas yang tersedia. Setelah semua dirasa cukup, aku bangkit. Berjinjit aku meninggalkan kamarku. Menuruni anak tangga. Melewati kamar mama dan papa dalam kesenyapan. Penghinaan Raka benar-benar telah meluruhkan semua ketangguhanku. Penghinaan yang luar biasa. Wanita kotor! Memang aku tetap saja kotor. Kendati niat awalku ingin menjadi orang yang benar. Ingin menghilangkan semua noda yang pernah mengalir dalam tubuhku. Ternyata tetap saja tak bisa. Jika orang yang selama ini begitu aku cinta, begitu dekat di hati tega menghinaku. Perkataan yang sungguh luar biasa. Sekali kotor tetap saja kotor. Apalagi orang lain yang kemudian akan mencaci, ketika tahu siapa diri ini. Ah, ternyata untuk menjadi seorang berjalan benar tidak mudah. Tak kugubris tentang masalahku. Tentang perkawinanku. Entahlah, kebenaran apa yang harus aku terima. Aku akan menyambut hidup baruku. Terbebas dari orang yang suci. Jauh dari hinaan untukku. “Aman,” kataku membatin. Berdiri tegak sebentar lalu berjalan sendiri menyusuri jalan. Berbelok ke sebelah kanan. Mendekati sebuah mobil yang terparkir. Seorang laki-laki dari dalam taksi keluar dan menyambutku. “Kau sehat Zani?” “Memangnya aku terlihat sakit?” aku tersenyum. Mengusap mata agar tak ada yang luruh. Aku harus kuat dan mengenyahkan duka. Aku membuka pintu mobil dan segera duduk. Selamat tinggal masa lalu, aku berguman. Memutar pandangan ke balik kaca mobil. Melihat jalanan yang menuju ke  rumahku, meninggalkan berjuta kenangan. “Siap Zani?” “It’s okay! Ke mana dulu sekarang?” “Ke rumah Mama Ira. Never mind?” Tak kujawab. Hanya acungan jempol yang mewakili suara hatiku.  Tempat yang dituju akhirnya sampai. Rumah Mama Ira masih seperti dulu, asri dan menyejukkan. Seorang perempuan keluar ketika mendengar deru mobil. “Akhirnya kau datang kembali Zani,” Mama Ira menyambutku. Ia merangkulku. “Syukurlah kau datang,” dia mengambil tas yang ada di tanganku “Ya. Ma. Aku sudah memutuskannya,” aku tersenyum. “Anggaplah rumah ini milikmu,” Mama Ira berjalan di depanku. “Itu adalah kamarmu,” Mama menunjuk sebuah kamar. “Makasih, Ma.” “Ya, beristirahatlah segera. Ingat besok kau mulai bekerja.” Aku melangkahkan kaki memasuki kamar yang ditunjuk Mama Ira. Kamar baruku. Kamar yang mulai sekarang akan menemani perjalananku menuju masa yang baru. Meninggalkan masa indah yang dulu pernah menemaniku. Kuhapus bayang-bayang Raka, mma, papaku. Aku mulai menata hati, tegar di atas derita yang pernah menemaniku. Ya, mulai sekarang aku harus berusaha menjadi wanita baru. Menyambut pagi hari dengan keceriaan atas sebuah jalan yang telah kupilih sendiri.  “Nih pakailah baju ini, cocok sekali untuk badanmu. Ingat, bekerja yang maksimal, Nak. Usah pikirkan masa lalumu, yang penting lihat masa depan menantimu. Jangan kau buat kecewa pelangganmu nanti,” Mama Ira masuk ke kamarku, memberikan beberapa helai baju baru. Tanpa bicara aku mengambil baju itu, memperhatikan sekilas. Begitu pas di badan. Mama Ira memang pandai memilih mode. “Oh ya, besok kau mulai bekerja. Tak usah khawatir nanti ada taksi yang menjemputmu,” Mama Ira kembali muncul dari balik pintu. “Mama ke luar dulu.” “Ya, Ma.” Aku mulai melucuti bajuku lalu memakai baju baru yang diberikan Mama Ira. Tubuhku masih penuh pesona, setiap orang pasti tak percaya kalau aku sebenarnya sudah pernah melahirkan. Tubuh ini harus terlihat menawan dan memesona. Ucapku lirih, meneliti setiap jengkal tubuhku. Kutata diri dan hatiku, kupastikan dengan yakin bahwa besok hari adalah masa depanku. Aku tak mau lagi melihat masa lalu. Aku harus maju dan maju. Walau air mata selalu menjadi bagian dari hidupku. Tapi setidaknya itu dulu. Kini Mama Ira telah membantuku mencari pekerjaan baru yang cocok untukku. Pertemuan yang tidak disengaja di sebuah supermarket membuka mata hatiku. Dan yang pasti ini adalah pilihanku. Aku berjalan ke arah taksi yang sudah menungguku. Berjalan untuk menghantarkan keinginan yang liar tak terpendam. Menggantikan kisah yang dulu menjadi cerita baru. Aku telah menetapkan hati bahwa ini adalah jalanku. Pelabuhan terakhirku.


Download Titik & Koma

* Available on iPhone, iPad and all Android devices