
by Titikoma

Tantang Di Tahun Ajaran Baru
“Yah seperti setahun yang lalu Bu Ayu, saya hanya bisa mendampingi dengan feeling sebagai seorang ibu. Saya masih sama, bukan guru pendamping yang berpengalaman.Lagi-lagi akan banyak main hati saja. Seperti Setelah saya merekomendasikan anak shadow yang pertama saya pegang (Lintang) selama satu tahun (2 semester) untuk tidak lagi perlu shadow teacher sudah saya ceritakan di buku pertama.
Lintang Athaya Gemilang, sosok anak yang memiliki IQ dibawah standar.Berdasarkan test masuk hanya 80, yang berarti dalam klasifikasi umum tingkat kecerdasan modifikasi dianggap 80 – 90 = Tingkat IQ rendah yang masih dalam kategori normal (Dull Normal). Normal rendah (below avarage), IQ 80-89.Kelompok ini termasuk kelompok normal,rata-rata atau sedang tapi pada tingkat terbawah.Mereka agak lambat dalam belajarnya.Mereka dapat menyelesaikan sekolah menengah tingkat pertama tapi agak kesulitan untuk dapat menyelesaikan tugas-tugas pada jenjang SLTA.
Alhamdulillah hampir satu semester melewati tidak lagi dengan Kakak Lintang, tapi kali ini bersama anak istimewa juga. Kakak Lintang semakin matang dan mandiri. Walaupun dalam pelajaran ada saja kesulitan, tapi memang inilah tantangan orang-orang di sekitar Kakak Lintang untuk membantunya dalam pelajaran. Apalagi kakak sekarang sudah mempunyai bunda baru yang semoga akan banyak membantu Kakak Lintang dalam melewati kesulitan untuk pelajaran dan juga pertumbuhan menjelang semakin dewasa.
Kembali ke awal jelang semester ajaran baru. Saya dipanggil Bu Ayu sehubungan dengan apakah saya masih bersedia untuk menjadi guru pendamping Anak Berkebutuhan Khusus.
Sempat kepikiran saya ingin rehat setelah setahun berpengalaman menjadi guru pendamping,karena pekerjaan di Sanggar Rumah Hijau dan Penerbitan Indie yang saya punya juga tengah banyak membutuhkan keseriusan saya dalam menjalankan bisnis ini. Tapi entah kenapa ada sisi hati yang ingin saya tetap menjadi tenaga pengajar dan pendidik, walau saya hanya sebagai guru pendamping.
“Sebenarnya saya ingin menjadikan Bu Nenny guru wali kelas...” tawaran Bu Ayu kepada saya. Tentunya tawaran yang menarik, berarti saya akan lebih banyak meluangkan waktu di sekolah dan tidak lagi bisa pulang seperti sekarang. Kebebasan dan kelonggaran waktu yang luar biasa saya terima sebagai guru pendamping adalah waktu.Saat anak shadow yang saya pegang sudah dijemput, maka saya bisa langsung absensi finger print dan jemput dua putri saya.
Mengingat juga saya memutuskan bekerja kembali setelah 2 tahun resign dari perusahaan multinasional.Yang terpenting adalah pekerjaannya masih bisa mengawasi dan bersama anak-anak, maka saya tolak dengan halus tawaran ini¾menjadi guru wali kelas. Dan saya lebih menerima kembali menjadi guru pendamping.Karena kesepakatan dengan Bu Ayu di awal, saya bisa pulang setelah anak shadow saya pulang di jam 13.00 dan sayapun bisa menjemput dua putri saya yang sekolahnya tidak lebih berjarak 1 km dari sekolah saya mengajar.
“Baiklah bila Bu Nenny masih bersedia untuk menjadi guru pendamping di sini, saya akan kasih tantangan memegang anak yang lebih sulit dari Lintang. Anak ini autis, namanya Ramzy.Anaknya sangat ganteng, tapi memang Allah jugalah yang berkuasa atas setiap penciptaan-Nya.Sehingga Ramzy terlahir seperti sekarang,” terang Bu Ayu.
Saya hanya terdiam.Terdiam karena seperti setahun lalu pun saya tidak mempunyai pengalaman untuk memegang anak-anak istimewa. Dan sekarang dengan diagnosa autis, apalagi yang harus saya lakukan? Setidaknya pasti ada tanggung jawab moral untuk membuat Ramzy lebih baik dari sekarang.
“Perlu Bu Nenny ketahui… untuk orang tuanya, mendapatkan Ramzy bukan hal yang mudah.Pasangan suami istri ini menunggu puluhan tahun, saat Ayahnya berusia 53 tahun dan Bundanya 43 tahun, baru dapat Ramzy. Dan katanya, Ramzy sudah berobat dimana-mana.Tapi, ya… begitulah.Sepertinya berat autis yang Ramzy sandang. Bagaimana Bu Nenny?” tanya Bu Ayu lanjut.
yang saya lakukan untuk Kakak Lintang,” jawabku.
“Hmmm… syukurlah, saya senang Bu Nenny masih mau bergabung di sekolah ini. Semoga Bu Nenny bisa mendampingi Ramzy.Dan hmmm… anak istimewa, pasti dititipkan dengan orang tua yang istimewa juga,” terang Bu Ayu.
“Maksudnya…‘orang tua istimewa juga’ seperti apa ya Bu?” kenapa Bu Ayu bilang seperti itu ya? Saya jadi bertanya-tanya.
“Yah maksud saya, yaaa begitulah Bu Nenny... Ramzy anak satu-satunya, pasti harapan mereka juga besar ya.Akan tetapi kita pun belum tahu kemampuan Ramzy sejauh mana dan pastilah dua bulan ini kita masih butuh banyak melakukan observasi,” terang ibu kepala sekolah lebih lanjut.
Dan saya hanya bisa mengangguk-angguk mencoba memahami apa yang memang terjadi adanya.Mencoba empati dengan ayah-bundanya Ramzy yang tentunya melewati fase-fase perkembangan putranya tidak sebagaimana semestinya, dan mungkin jauh dari harapan mereka saat Ramzy lahir.
Yah, orang tua mana yang tidak ingin mempunyai anak sempurna? Tapi Ayah, Bunda… haruskah Ramzy sempurna sehingga kalian mau menerima dengan sepenuh hati?