Always In My Mind

Reads
64
Votes
0
Parts
4
Vote
by Titikoma

Hari Pertama

17 Juli 2017…

Sebagai hari pertama di tahun ajaran 2017, tentu saja hal yang paling mendebarkan dan excaitinguntuk temen-temen guru yaitu saat menyambut murid-murid kecil baru kelas 1 yang untuk tiga hari pertama menjadi masa orientasi. Baru di tanggal 20-nyabergabung dengan kakak kelas yang baru masuk.

            Demikian dengan saya yang hanya sebagai shadow teacher untuk satu anak.Saya pun tak kalah berdebar menyambut Ramzy yang cukup jadi perbincangan saat akan diterima di sekolah kami.

Sepertinya Ramzy menjadi magnet daya tarik yang luar biasa karena sebenarnya dia sempat trial beberapa kali sebelum libur panjang di sekolah kami. Hanya saja saya masih sibuk dengan Lintang, anak shadow saya yang lalu.Dan waktu itu belum tentu juga saya yang akan mendampingi Ramzy di tahun ajaran baru, jadi saya pun tidak dilibatkan.

            Berbeda dengan Bu Dedeh yang memang koordinator shadow teacher sekaligus menjadi wali kelas satu.Di kelas beliau, Ramzy free trial. Dari hasil trial ini memang menunjukkan Ramzy belum bisa bersosialisasi dengan anak-anak lain. Dia sama sekali tidak peduli apa pun di sekelilingnya.Benar-benar Ramzy sibuk dengan dunianya sendiri.

            Dunia Ramzy yang bisa kita bilang Ramzy dengan rohnya ada di sebuah alam menyerupai gelembung yang tertutup dunia luar, dan hanya Ramzy sendiri yang menikmati. Ramzy tertawa sendiri, tiba-tiba bersungut-sungut sendiri, berbicara tanpa arti dan Ramzy yang riang berlarian tanpa beban dengan tatapan mata yang tak terarah pada sekeliling. Mata berbinar kosong dan tertawa berlarian keras mengelilingi ruang kelas dengan selalu memegang benda di tangannya yang selalu dimainkan dengan cara diputar-putar.

            Entahlah saya hanya baru bisa membayangkan sekilas.Dan satu lagi, Ramzy yang tampan, kata Bu Dedeh. “Ramzy tampan dengan keautisannya.Kasihan... dan tahun ini bersamamu, Bu Nenny...” kata Bu Dedeh sebagai koordinator shadow teacher di sekolah kami.

            “Baiklah… dan the show must go on.Apapun itu. Bismillah... saya yakin Allah mempertemukan kita dengan setiap orang, termasuk saya yang dipertemukan dengan anak spesial yang didiagnosis autis hiperaktif, pastilah ada hikmah yang bisa saya petik. Ah setidaknya lagi-lagi saya bisa berbagi lewat tulisan.Dan inilah mulai saya mencatat setiap kisah Ramzy, murid spesial yang Insya Allah setahun ini akan mengisi hidup saya dengan cerita-cerita seru.”

            Cerita seru yang akan menjadi bagian dari buku kedua saya tentang seri shadow teacher life.

            Tampak teman-teman guru mulai menyambut murid-murid kecil baru yang melewati masa orientasi. Hingga waktu sepertinya sudah habis menyambut hari pertama masuk sekolah. Arloji di tangan kananku sudah menunjukkan pukul 07.00. Ramzy belum datang juga.

“Ramzy paling telat Bu Nenny, apalagi ini hari pertama anak-anak sekolah masuk setelah libur panjang. Rumah Ramzy jauh.Butuh 1 jam kemari, dan belum lagi maceeet,” info Bu Dedeh sambil menuntun salah satu murid anak barunya.

“Iya, Bu...” dan sayapun mengikutiBu Dedeh ke aula penyambutan anak-anak baru kelas satu.

Seharusnya ada 14 anak baru untuk kelas 1, termasuk Ramzy.Waktu sudah hampir satu jam dari jam 07.00.Sementara saat saya masih berpikir kira-kira apa yang akan saya tulis untuk novel kedua saya tentang shadow teacher life, tiba-tiba sebuah seruan mengagetkan saya yang tengah melamun akan Ramzy.

            “Bu Neniiii… kemari, anakmu sudah datang!” seru Bu Dedeh, sosok guru matang seumuran aku yang sudah mengalami manis pahit sebagai guru senior di sekolah ini.

Bu Dedeh adalah sosok ibu guru yang sekilas susah akrab, beliau tampak tegas dan pemilih. Bersyukur akhirnya beliau memercayakan tahun ini saya memegang murid spesial yang paling berat kasusnya, setelah ada beberapa anak spesial yang diterima juga di sekolah kami.

            Dan Subhanallah… memang Ramzy anak usia 9 tahun yang sangat tampan, saya membayangkan saat dia dewasa jadi pemuda yang gagah dan ganteng sekali. Ya, Ramzy itu mengingatkan saya pada pemain sinetron si kembar Mischa dan Marcel, adiknya Nadine Candrawinata.

            Wajah ganteng yang sangat sempurna dengan pipi chubby, karena badannya juga gemuk.Berkulit putih dan cukup tinggi,seperti anak indo.Mata bulat besar, alis tebal, hidung mancung, bibir tipis dan dagu agak belah, rambut yang agak merah alami.Sungguh ciptaan Allah yang sempurna.

            Kalau dia tengah diam, tidak tampak seperti anak autis. Dia seperti foto model tampan yang memesona dan pasti akan banyak membuat kaum hawa jatuh hati.

Tapi hmmm… bila sudah bergerak, barulah tampak ketidaksempurnaan Ramzy. Ramzy tidak bisa diam! Sangat aktif. Dia akan berlari-lari kesana kemari sambil tertawa-tawa.Kadang lengkingan yang keras dan tatapan matanya yang entah tak jelas kemana sambil tangannya ¾baik kanan dan kiri¾selalu aktif mengambil benda di sekitarnya untuk diputar-putar, sambil berjalan bahkan berlari. Sadarlah bahwa Ramzy memang berbeda dengan anak lainnya.

            “Bu Noni, ini Bu Nenny yang Insya Allah nanti yang akan pegang Kakak Ramzy. Bu Noni ini mamanya Ramzy, Bu Nen...”  Bu Dedeh mengenalkan saya dengan sosok seorang ibu yang hmmm… sepertinya tidak mau memandang saya, ah perasaan saya mendadak tidak enak.

Saya sadar betul kehadiran saya sepertinya tidak dianggap sama sekali.Ya, saya sadar diri kalau saya hanya anak buah Bu Dedeh, dan pengalaman jadi guru pendamping juga baru setahun ini. Tapi setidaknya bersikaplah bersahabat karena saya yang akan mendampingi putranya setahun ini, jika memang tidak bermasalah di kemudian hari.

            Sementara Ramzy masih asyik men-dribble bola basket dengan ayahnya yang lebih cocok seperti kakeknya. Dan memang kedepan, setelah beberapa lama memegang Ramzy, anak-anak akan mengatakan kalau Ramzy dijemput kakeknya, yang sebenarnya itu ayahnya yang sudah berusia lanjut, hanya saja saya memilih diam terhadap celotehan anak-anak lain yang mulai suka berkomentar apa pun akan Ramzy.

            Di hari pertama, tak sekalipun Bu Noni melihat wajah saya.Segala perbincangan dari SPP, seragam dan entah apa yang lain hanya tertuju pada Bu Dedeh.

Saya hanya berkata dalam hati, untuk menjadi baik memang harus sabar.Saya masih ingat pekerjaan saya sebelum ini.Ya, saya wanita karier yang tiba-tiba berubah 180 derajat menjadi guru pendamping.Pekerjaan yang tak pernah sekalipun terpikirkan,serta gaji jugajelas berbeda.

            “Allah pasti sudah mencukupkan rezeki setiap umatnya.Walau hanya gaji kecil dan kapasitas pekerjaan lebih menguras perasaan, saya yakin pasti ada rencana istimewa yang Allah buat untuk saya.Hanya saja saya harus belajar untuk ikhlas menghadapi apapun ke depannya.”

            Dan sudah seharusnya saya cukup tahan banting, karena selama puluhan tahun pun saya sudah bekerja dengan orang yang beraneka ragam karakter.Ternyata yang namanya bekerja, tidak di perusahaan besar atau kecil, bahkan di lingkungan sekolah pun akan selalu bertemu dengan orang-orang yang beraneka ragam karakter.

            Kalau bukan dari orang-orang kantor sendiri yang tidak menyenangkan, bisa jadi dari klien kantor yang seharusnya membutuhkan kita, tapi sikapnya sok-sokan.

***

            Ramzy tidak mau mendekat ke kelas, dia maunya di luar bermain bola dan men-dribble bersama ayahnya. Saya mencoba mendekat dan sejujurnya saya merasa canggung dan bingung. Saya belum pernah berkomunikasi dengan anak autis.Setiap hari anak-anak yang les di rumah saya kalaupun ada yang spesial, tidak sampai yang autis dan bisa diajak komunikasi seperti Ramzy.

            “Wah… keren men-dribble bolanya.Ayo Kak, main sama Ibu...” saya mencoba melakukan pendekatan. Tetapi Ramzy malah sembunyi di balik punggung ayahnya,dan masih tetap dengan wajah malu dan tersenyum-senyum.

            “Ayo Ramzy, kenalan sama Bu guru,” kata ayahnya sambil membalikkan badan dan merangkul Ramzy.

            “Ayo Ramzy, main bola lagi,” kataku.

            Dan Ramzy mau men-dribblebolanya lagi, saya coba mengejarnya. Ramzy mulai mau tertawa-tawa dan dia memainkan bolanya dengan cara diputar-putar lalu di-dribblelagi. Wah keren, motorik tangannya bagus dan dia seperti pemain basket saja. Menurut aku sih Allah memang sudah menunjukkan bakat anak ini, dan ketertarikannya pada bola.

            Tiba-tiba mamanya teriak, “Ramzy sini! Coba seragamnya!”

            Lagi-lagi tak memedulikan saya, wajahnya kaku dan tegang. Ternyata Ramzy pun tak peduli panggilan mamanya, dia asyik men-dribblebola dan memilih bermain dengan ayahnya.Sementara saya sesekali hanya menangkap bola dan melempar, yang ternyata dia tidak bisa menangkapnya. Bola yang dilempar hanya ditampik lalu di-dribblelagi di halaman sekolah.

            “Heee… Ramzy, susah banget sih!” mamanya menarik tangan Ramzy dan memaksa menuju ke teras sekolah. Ada Bu Dedeh yang berdiri sambil tangannya memegang kain seragam.

            Lagi-lagi saat anak-anak lain sudah siap berseragam, Ramzy masih memakai baju bebas,karena sepertinya telat mengambil bahan seragam yang harusnya sudah dijahit saat anak-anak masih libur.

            Susahnya mengukur Ramzy.Sepertinya agak kesal, akhirnya mamanya menyerahkan ukuran baju yang pas agar dijahit sesuai dengan ukuran baju dan celana yang dibawakan untuk contoh.

            Well... Ramzy pun belum bergabung ke dalam, katanya ‘sudah besok sajalah masuk ke kelasnya’. Sepertinya pengenalan hari ini cukup, setidaknya sudah bertemu dengan saya sebagai guru pendampingnya, sisanya lebih banyak mengurus administrasi Ramzy.

            Saat pulang saya pun tidak dipamiti, hanya dengan Bu Dedeh. Saya hanya bisa terpekur diam.

            “Ah sepertinya saya akan menjalani tahun penuh tantangan.Tidak hanya anak yang istimewa,tapi juga siap-siap dengan ayah-bundanya yang spesial...”


Download Titik & Koma

* Available on iPhone, iPad and all Android devices