
by Titikoma

Cita Cita Mama
Buat Nara, mama adalah segalanya.Sebagai anak tunggal, dirinya dekat dengan mama dibandingkan papanya. Entahlah, sepertinya selalu ada jarak antara dirinya dengan orang yang seharusnya bisa sedekat juga seperti dirinya dan mama.
Mama selalu memperhatikan detail apa yang jadi keperluannya, ah bisa saja karena sama-sama perempuan jadi memang banyak urusan yang membuat dirinya selalu dekat dengan mama. Apalagi ya itu, Nara satu-satunya anak tunggal cewek milik Mama Arini dan Papa Jim.
Papa Jim menurut Nara sayang, tapi terkadang untuk dekat sekali sepertinya susah. Saat Nara ingin dekat, papa ada saja acara kantor, sakit, capek lah karena pekerjaan yang sangat banyak sehingga tidak ada waktu untuk dirinya.
Sehari-hari saat papa tidak sibuk, beliau juga jarang mengajaknya berbicara banyak. Sebenarnya buat Nara, ini sudah biasa karena dari kecil pun papa tidak terlalu yang dekat dengan dirinya. Hanya terkadang dalam hati suka bertanya, “Mengapa papa tidak seperti papanya Alin, lihat Alin selalu digendong-gendong, diajak bermain sepeda dan berenang bersama.”
Papa sepertinya menjaga jarak dengan dirinya, Nara sudah terbiasa dan semakin besar juga papa tetap dingin.
Kalau mama sesibuk apapun, mama yang membuka restoran di dekat salah satu kampus selalu ada waktu buat Nara.Jika ada masalah atau kesulitan waktu lalu dengan pelajaran-pelajaran.
Dari Sekolah Dasar, mama selalu memantau nilai-nilai di sekolah, selain itu selalu memperhatikan dengan siapa dirinya berteman hingga sekarang dirinya kelas sebelas. Mama sangat berharap Nara diterima dengan jalur beasiswa karena prestasi nilai-nilai pelajarannya yang tinggi.
Termasuk saat teman dekat saat naik di kelas dua belas, ada kakak kelas kuliahan semester lima yang menyukainya.
Prasetyo Wijaya, anak pertambangan yang kuliah di kampus dekat mamanya buka restauran menyukainya.
Perkenalan Nara dan Pras terjadi pada suatu hari Sabtu. Nara yang tidak ada kegiatan sekolah, ikut ke restoran seperti biasa membantu mamanya karena week end biasanya lebih banyak pengunjung.
Sore hari yang agak mendung, hujan mulai rintik.Di sudut ruangan, tampak Pras yang sibuk dengan laptopnya.
Sebenarnya sudah sempat beberapa waktu lalu mamanya bercerita tentang cowok kuliahan di kampus dekat restorannya kalau Sabtu sore suka menghabiskan waktunya lama sambil mengerjakan tugas kuliah.
Dan Nara juga tahu cowok itu, karena kerap week end membantu mamanya, tapi Nara tak kepikiran cowok itu jadi perhatian dengan dirinya.
“Mas, mau pesan apa?” tanya Nara waktu lalu di awal perkenalannya.
Pras yang tengah membuka laptopnya ditawarain buku hidangan, ia langsung memilih menu favoritnya, apalagi kalau bukan roti bakar selai nanas dan cokelat panas.
“Roti bakar selai nanas dan cokelat panasnya ya Mba, terimakasih....” dengan senyum manis.
Buat Nara sih biasa saja, tapi mamanya sekian hari suka cerita tentang cowok yang bernama Pras itu.
“Nara… ternyata si ganteng itu anak kuliahan Universitas Pancasakti jurusan pertambangan, kereen ya! Anak pintar dia,” mama menginformasikan si ganteng Pras.
“O iya Mah, kok Mama tau sih?” tanya Nara.
“Soalnya tadi Mama sempetin ngobrol saja, pura-pura Mama survey konsumen akan kepuasan restoran,dan Mama kasih free buat hot cokelatnya,” kata mama tersenyum penuh arti.
“Ah Mama… ada-ada saja buat melakukan pendekatan,” tak urung Nara geleng-geleng kepala.“Wah… cowok ganteng, pintar, kaya lagi.Sudah pasti anak yang sekolah di Pancasakti kalau bukan orang kaya mana bisa. SPP-nya aja selangit! Pasti banyak ceweknya Mah,” sambung Nara sambil tetap sibuk belajar Biologi anatomi tubuh.
“Eh, kamu kan sudah kelas sebelas, masak sih enggak kaya temen kamu yang lain, punya sahabat cowok? Mama itu enggak ngelarang kok kamu berteman dengan cowok, yang terpenting kalau punya teman dekat, bisa menjadi pemacu semangat kamu belajar. Dan bisa jadi pelindung yang baik,” lanjut mama dengan maksud tersirat.
“Mah, Nara belajar dulu ya, besok ada Uji KD nih....” Nara tidak tertarik malam ini membahas cowok. Apalagi memang sebenarnya mama juga tidak ingin dirinya yang fokus sekolah mengenal cowok.
Waktu-waktu lalu mama melarang dirinya berteman dengan cowok karena ditakutkan hanya akan membuat ranking satunya bisa tergeser. Dan pasti mama tidak akan menyukai dirinya sampai tergeser dari ranking satu.
Besok masih ada Uji Kompetensi Dasar Biologi yang memaksanya untuk belajar ekstra malam ini. Papanya sedang keluar kota dan malam ini hanya dengan mama, Bi Daini, dan Mang Dawi yang menjaga rumahnya.
Mama biasanya sibuk di depan laptop mengutak-atik laporan keuangan, tapi kali ini mama bawa laptopnya dekat-dekat dirinya. Ternyata ujung-ujungnya mama ngebahas cowok yang berkulit cokelat ganteng itu.
Demi mengejar cita-cita yang diharapkan mamanya, memang Nara tak terlintas untuk dekat dengan cowok atau teman-teman sebayanya yaitu sibuk dengan mencari pacar, first time date, first boy friend atau semacamnya.Remaja yang tengah mulai suka dengan lawan jenis.
Pengawasan yang ketat mamanya akan belajar dan nilai-nilai rapor dari kecil, membuat Nara jadi terbiasa berkompetisi untuk akademis. Mama mendukung Nara untuk berbagai les mata pelajaran yang dianggap zaman sekarang sudah sangat sulit ilmunya, dibandingkan dengan mama di zaman lalu.
Istilahnya pelajaran SD kelas 5 ternyata materinya seperti mama dan papanya kelas dua SMU. Jadi lompatan yang sangat banyak untuk anak sekolah zaman Nara dengan pelajaran-pelajaran yang banyak dan sulit, adanya perhatian Mama Arini yang sangat ketat di setiap pelajaran sangat membantu Nara termotivasi untuk belajar.
“Mama waktu lalu ingin sekali menjadi dokter, tapi apa daya sudah berusaha ternyata tidak lolos juga.Malah banting setir jadi suka dunia masak. Mama berharap anak Mama nanti ada yang meneruskan cita-cita Mama,” kata mama pada Nara.
Anak mama hanya Nara dan sudah pasti harapan mama hanya pada Nara untuk menjadi dokter.
Dan menjadi dokter sepertinya tidak ada yang salah, Nara pun suka dengan dunia kedokteran. Mama kerap mengajaknya menengok teman mama dan papa, saudara, teman Nara sendiri yang sedang sakit dan dirawat di rumah sakit.
Bahkan Nara juga sempat waktu lalu menunggui bude, kakak perempuan mama yang menderita sakit komplikasi diabetes di rumah sakit cukup lama. Hingga tiada.
Berada di rumah sakit menunggui budenya, Nara sempat meng-eksplor kerja sebagai dokter, perawat di rumah sakit. Juga mengamati ritme kerja mereka yang sehari-hari berinteraksi dengan orang sakit.
Nara berempati baik dengan si sakit dan juga tim dokter, perawat, dan pendukung lainnya di rumah sakit. Buat Nara, kerjaan menjadi dokter sangat mulia.
Dan mamanya juga lewat motivasinya setiap hari menguatkan Nara untuk menjadi seorang dokter. Mama selalu berusaha meluangkan waktu untuk mengajari pelajaran Nara dari SD,SMP dan saat dirinya tak lagi mampu memahami percepatan pelajaran. Mama mencoba untuk di sisinya mendampingi, membuatkan minum dan makanan kesukaan Nara agar semangat belajar.
Semua termemori dalam ingatan Nara, saat mamanya menyiapkan roti bakar rasa apa yang tengah Nara inginkan, pisang goreng tabur keju, puding dan minuman dari sup buah, es krim yang semuanya membangkitkan semangat belajar.
Juga buku-buku bacaan yang bagus-bagus selalu mama belikan, pokoknya mama adalah orang yang paling baik, paling sayang, paling membuat Nara bahagia dan dia ingin menjadi apa yang mamanya inginkan. Cita-cita mama yang enggak kesampaian adalah dokter.