Just Open Your Heart

Reads
39
Votes
0
Parts
4
Vote
by Titikoma

Scanning

“Cuma karena dia tidak bisa ditemui di rumah, bukan berarti dia memiliki etiket jelek dan menganggap bahwa personalisasinya buruk!” teriakan kemarahan itu terdengar dari ruangan sebelah tempat Angkasa berada. Dialihkannya pandangan sejenak dari layar komputer yang memperlihatkan table angka pencapaian persentase kolektor. Dia berjalan menjauhi meja kerja menuju ke arah pintu keluar.

“Apa tidak bisa menelepon konsumennya dan bertanya dia di mana?!”

“Jika teleponnya tidak aktif, bagaimana bisa Surya menghubungi?”

“Lalu, begitu saja?! Hanya karena hal itu konsumenku di-riject?” Angkasa melihat Muthia menghempas map biru di hadapan Bayu, kredit analis kantor. Dari pintu ruangan Bayu yang terbuka, dia mengamati adegan di depannya dengan senyum kecil. Ah, kenapa dia harus tersenyum? Seharusnya ini malah tidak boleh terjadi. Seorang marketing lapangan tidak bisa mengganggu keputusan seorang kredit analis yang sudah ditetapkan.

“Aku hanya menangguhkan, bukan me-riject,” tukas Bayu.

“Cek lagi laporanmu,” geram Muthia. “Apa matamu yang buta atau mataku yang picak!”

Sambil mendengus kesal Bayu mengetikkan sesuatu di keyboard. Kepalanya menatap lurus layar komputer. Jemarinya diletakkan di dagu sambil diketuk-ketukkan di pipinya.

“Sorry, Mut… ternyata bener reject,” Bayu terdengar lemah. Dia membenarkan kacamatanya yang tidak terturun. Lelaki berperawakan pendek dengan janggut menghiasi dagunya itu mengangkat kepalanya memandangi wajah Muthia yang sudah memerah menahan marah.

“Kamu tuh ya…” telunjuk Muthia mengangkat tepat di wajah Bayu. Namun dia tidak melanjutkan kata-katanya. Kentara sekali jika dia sedang berusaha untuk tidak meledakkan amarahnya. “Aku mau banding! Sebelum aku dapat alasan yang tepat kenapa konsumenku ditolak, aku akan mempertahankannya!”

Muthia menghentakkan kakinya kesal. Dia berpaling hendak pergi. Namun ketika dia mendapati Angkasa berada di dalam ruangan yang sama, mengawasinya, dia menghentikan langkahnya.

“Kebetulan, aku mau ketemu Bapak…” Muthia berusaha menyeimbangkan emosinya. “Aku mengajukan banding atas konsumenku yang di-riject tanpa alasan jelas,” walaupun Muthia berusaha untuk menetralkan suaranya. Berusaha untuk tidak bicara sekasar pada Bayu, namun kegeraman begitu terasa dari suaranya.

“Aku sudah mendengar dari tadi,” sahut Angkasa berjalan maju. Dia kemudian menarik kursi yang ada di depan meja Bayu dan duduk dengan menyilangkan tungkainya. Wajahnya terangkat memandang Muthia penuh dengan pengertian.

“Good…” Muthia memandang tajam ke arah Angkasa. Kali ini pandangannya tidak teralihkan. Memandangi dada bidang yang peluk-able itu. Pundak yang tegak. Menyusuri bagian leher yang tegak terangkat menatapnya. Leher itu terlihat kokoh dan kuat, itu pasti bukan terjadi secara alami, tapi hasil pengolahan pembentukan tubuh. God, bagaimana sebenarnya tubuh di balik baju itu?

“Aku akan mempertimbangkannya setelah dilakukan survey lapangan ke rumah konsumen.” suara Angkasa membuyarkan perhatian Muthia. Sekali dia mengerjap matanya dan memandangi wajah di hadapannya.

Muthia kembali tertegun. Mulut Angkasa yang bergerak membicarakan sesuatu seperti lenyap dari pendengarannya. Dia hanya memandangi mulut itu terus bergerak seperti merapal sesuatu tanpa suara. Bibir bawah yang penuh berisi begitu berimbang dengan bibir atasnya. Bentuk bibir itu agak melekuk ke atas jika tidak bergerak. Dagunya berbentuk persegi, sangat pas dengan garis-garis rahangnya yang tegas dan sedikit ditumbuhi rambut-rambut halus.

Tulang pipinya semakin terlihat menonjol dengan tatanan rambutnya bagian depan yang tersisir ke belakang dan dibuat lebih bervolume di bagian depan. Rambutnya hitam dan ikal. Pada dahi lurusnya terdapat sepasang alis lebat dan rapat, meneduhi sepasang mata yang dalam dan tajam dengan manik mata yang berwarna kecokelatan. Hidungnya tinggi mencuat dengan bentuk elang yang sangat indah merangkum kemaskulinan wajahnya.

“…aku yang akan menyetujuinya,” Angkasa mengakhiri kata-katanya. Matanya sengaja menangkap pandangan Muthia yang sedang mengamatinya. Membuat Muthia gelagapan sejenak, namun cepat menguasai dirinya.

“Oke,” entah apa yang dikatakan Angkasa tadi. Semua sudah tidak bisa dicernanya.

Saat mata Angkasa beradu dengan matanya, Muthia seakan berada dalam situasi maling yang kedapatan mencuri pisau dapur, sehingga rela untuk menusukkan sendiri pisau itu ke perutnya. Hatinya mendesir karena malu. Tulang belakangnya terasa memanas sesaat. Dia harus segera pergi, daripada dia tambah malu.

Damn. Kenapa Angkasa sekarang malah tersenyum geli seperti itu? Walaupun dia berusaha untuk mengulum senyumnya, Muthia masih bisa menangkap sudut bibir itu tertarik tanpa ingin disembunyikan darinya. Pipinya serasa memanas dan memerah. Ingin rasanya Muthia menepuk-nepuk pipinya untuk menormalkan kembali.

Kaki Muthia berbalik dan melangkah pergi tanpa suara. Dia berusaha menegakkan kepalanya, walaupun jantungnya berusaha untuk membuat kepalanya tertunduk malu. Hatinya sedang mengolok-olok dirinya karena ketahuan sedang memperhatikan bos barunya begitu seksama.

Angkasa memperhatikan tubuh Muthia yang berjalan cepat keluar ruangan. Suara hentakan sepatunya terdengar bahkan ketika dia menuruni undakan tangga.

“Oke,Bro… aku balik dulu ke ruangan,” kata Angkasa dan berdiri dari kursinya. “Berkasnya…” Bayu menyerahkan map biru berlogokan Fast Kredit ke tangan Angkasa. “Minta Surya survey hari ini juga!”

Bayu menunjukkan ibu jarinya yang menegak ke hadapan Angkasa sambil mengangguk.

Angkasa menerima berkas itu dan membaca nama yang tertera di atas map. Kemudian menentengnya dan sesekali memukul-mukulkan ke paha kanannya mengikuti gerakan langkahnya. Di ambang pintu, kepala Angkasa melengah ke arah Muthia tadi berjalan. Memandangi tangga yang tampak terlihat dari tempatnya berdiri. Tanpa tertahan, bibirnya tersenyum lebar. Bahkan hingga dia menghempaskan tubuhnya di kursi dalam ruangannya, senyuman itu masih belum hengkang dari bibirnya. Dengan mata terbuka dia membayangkan wajah Muthia yang tersemu merah. Jantungnya berdesir.

***


Download Titik & Koma

* Available on iPhone, iPad and all Android devices