
by Titikoma

Nina Bobo
Rumah sederhana. Dari jendela-jendela rumah, terlihat penerangan di dalam rumah masih menyala. Sekian detik, padam. Gelap. Lampu/penerangan dimatikan. Suasana sunyi. Suara jangkrik terdengar sayup-sayup.
Di sebuah kamar. Nina, gadis kecil berusia 8 thn berbaring di atas tempat tidur. Belum tidur. Memain-mainkan lampu senter berukuran kecil.
Pintu kamar terbuka. Nadya, ibunya Nina, melongok sebentar dari celah pintu. Menyadari Nina belum tidur, Nadya bergegas menghampiri. Perhatian Nina beralih pada Nadya.
“Ninaaaa … kok belum bobok sih? Malah main-main senter. Ini kan sudah malam,” tegur Nadya lembut seraya mengusap rambut anaknya.
Nadya mengambil senter dari Nina. Mematikan senter dan meletakkan di atas meja dekat tempat tidur. Nadya menarik selimut, menyelimuti Nina.
Nadya lalu nampak serius sambil menatap Nina. “Inget nggak ibu pernah bilang apa? Anak kecil kalo tidur malem-malem …”
Nadya terdiam sebentar sambil melirik kanan-kiri dengan ekspresi was-was. Nina resah. Nadya pun menatap tajam Nina sambil berbicara berbisik. “Nanti dibawa pergi Nenek Grandong terus dimasak dalam kuali besar …”
Nina merinding ketakutan. Nadya tersenyum kecil, mengelus lembut kepala Nina. “Bobok ya.”
“Iya, Bu.”
Nadya pun menyanyikan lagu NINA BOBO dengan merdu sambil membelai-belai kepala Nina.
Nina boboooo … Ooh, Nina Boboooo … kalau tidak bobo …
Nina terlihat mulai tenang dalam tidurnya. Sementara Nadya terus melantunkan lagu Nina Bobo.
JAM DINDING menunjukkan pukul 12 lewat. Nina kini terlihat tidur sendiri. Suasana sunyi. Sekian detik, terdengar suara desahan-desahan berat diiringi erangan dan bergema. Suara itu terdengar menyeramkan suaranya seolah-olah bukan manusia.
Kedua mata Nina terbuka, mendelik, menyiratkan ketakutan. Wajahnya tegang.
Suara-suara desahan bercampur suara erangan yang bergema … terdengar mengerikan sekali di telinga Nina. Nina beranjak duduk. Ketakutan. Nafasnya tersendat-sendat. Ia tegang sekali. Pandangannya menerawang ke tiap sudut ruang.
NINA tercekat. “Ibuuuu …”
Suasana semakin mencekam. Bulu kuduk Nina berdiri. “Ibuuu,” lirih Nina pelan. “Nina … takut, Bu.”
Nina berbaring dan menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut. Di dalam selimut yang menutupi seluruh badannya, Nina nampak terengah-engah, ketakutan, wajah tegang. Nina menutup erat-erat kedua telinganya sambil memejamkan mata. Suara-suara mengerikan masih terdengar.
***
Nina menghadapi sepiring nasi goreng di meja makan. Terlihat lesu, memain-mainkan sendok pada nasi. Nina sudah mengenakan seragam sekolah dasar.
Sementara Nadya sedang bebenah rumah. Saat melihat tingkah Nina, Nadya berhenti bekerja. Nadya bersabar, menegur Nina. “Ninaa … makannya yang bener dong.”
Nina mendengus, diam memandang Nadya. Nadya terlihat ragu dan resah. Nadya sejenak menatap lekat-lekat Nina.
“Nina … kamu kenapa, Sayang?”
Nina menunduk sambil menggeleng-geleng lalu menyuap nasinya dengan enggan. Nadya mengatur napas, bersabar. “Buruan makannya … nanti telat masuk sekolah.”
Nina selesai makan. Nadya langsung memasangkan kaos kaki, sepatu dan tas ke bahu Nina. Setelah itu, Nadya menggandeng Nina keluar rumah
Andre, pria 25 tahun sedang menunggu di jalanan depan rumah Nadya. Andre duduk di atas motornya. Andre mengenakan jaket seragam ojek online. Tak jauh darinya ibu-ibu warga setempat berbelanja sayur pada tukang sayur gerobak keliling.
Nadya keluar rumah bersama Nina yang mau berangkat sekolah. Nadya mengiringi Nina menghampiri Andre. Andre menyambut senang. Andre dan Nadya sekilas saling senyum.
“Hati-hati ya, Ndre. Jangan ngebut,” titak Nadya.
“Iya, Mbak.”
Andre menyalakan mesin motor. Nina naik dan duduk di boncengan. Andre melaju pergi. Setelah memperhatikan kepergian Nina dan Andre sambil senyum, Nadya beranjak menuju tukang sayur. Melihat Nadya mendekat pengen belanja, ibu-ibu bersikap dingin seperti menyesal dan kecewa pada Nadya. Nadya gelisah tapi pura-pura tak peduli sambil memilih-milih sayur-mayur di gerobak pedagang.
***
Nina pulang sekolah dan mendapati ruangan sepi. Nina berteriak, memanggil-manggil, mencari-cari Nadya.
“Buuu … ibuuuu … Nina udah pulang. Ibuuu!” teriak Nina.
Tak ada sahutan. Sunyi. Nina lalu menuju kamar Nadya. Membuka pintu kamar sambil memanggil.
Ruangan kamar kosong. Sepi. Nina tercengang-cengang. Tiba-tiba terdengar suara gaduh benda berjatuhan dari ruangan lain. Nina terpekik kaget. “Aaahh!”
Nina berbalik badan, memandangi sekelilingnya. Sunyi. Nina nampak mulai ketakutan. Suasana mencekam.
“Ibuuu … Ibu di mana?” lirih Nina yang mulai menitikkan air mata.
Nina melangkah pelan-pelan melintasi ruangan menuju dapur. Sesampai di dapur, Nina tidak menemukan keberadaan ibunya. Tiba-tiba terdengar suara keras air mendidih. Nina terkejut dan tak sengaja menyenggol piring berisi ayam goring di atas meja. Seketika semua berantakan di lantai.
Nina terkejut. Was-was, mundur-mundur sambil mengawasi dapur dengan wajah tegang. Tangan Nadya tiba-tiba menyentuh bahu Nina. Nina terbelalak kaget.
Nina berbalik badan dan melihat Nadya berdiri di hadapannya. Wajah Nina masih tegang. Nadya terheran-heran. “Sayang … ini kok bisa berantakan gini? Ini kan buat makan siang kita.”
Nadya menegur sambil membereskan ayam-ayam yang berserakan di lantai. Nina terlihat bingung dan gelisah.
“Ma-maaf Bu … tadi kesenggol sama Nina … abis Nina kaget.” Nina memandang sekeliling dengan was-was.
“Nina … Dah sana ganti baju.”
Nina mengangguk. Nadya kemudian mematikan kompor tempat wadah berisi air yang sedang direbus.
***
Nina sudah berganti pakaian rumah. Ia sedang duduk di lantai dan asyik menggambar di buku gambarnya. Pensil dan crayon full colour berserakan di lantai.
Tangan Nina memegang crayon, mewarnai gambar rumah yang sudah selesai. Gambar rumah tampak depan dengan 1 buah jendela dan 1 buah pintu dan sebatang pohon besar di samping rumah. Gambar hampir memenuhi halaman buku gambar.
Nina menguap lebar, mulai mengantuk. Matanya redup. Tapi dia terus mewarnai gambar. Terkantuk-kantuk. Saat itu, Nadya muncul, bersabar sambil mendekati Nina.
”Ya ampun, Nina. Ini udah malam. Kamu mau dibawa pergi nenek sihir jahat terus dimasak dalam kuali panas? Ibu nggak bisa nolongin Nina ntar kalo terjadi.”
Nina menggeleng-geleng dengan ketakutan. “Nggak mau, Bu.”
“Makanya tidurnya yang cepet. Ayo!”
Nina hendak membereskan buku gambar dan crayon-crayon berserakan di lantai, tapi Nadya mencegah. “Nggak usah. Nanti ibu yang beresin.”
Nina pun mengikuti Nadya ke kamar.
Nina sudah berbaring di atas tempat tidur. Sementara Nadya menyanyinkan lagu NINA BOBO dengan merdu.
Nina booboo … ooh nina bobo … kalau tidak bobo, digigit nyamuk.
Nadya terus bernyanyi dalam kesunyian malam.
***
Nina terbangun dari tidur. Nina mendapati ruangan gelap. Seperti mati lampu. Dan kabut putih tebal menghampar dimana-mana. Wajah Nina tegang.
Suara-suara erangan bercampur geram dan desahan mengerikan kembali terdengar. Nina menelan ludah, memandangi sekeliling. Perhatiannya tertuju pada lampu senter di atas meja. Nina memberanikan diri turun. Mengambil senter. Menyalakan. Nina pun mengarahkan cahaya lampu senter kian kemari. Wajahnya masih tegang.
Suara-suara mengerikan masih terdengar.
Nina memberanikan diri, memanggil-manggil Nadya sambil berjalan pelan-pelan menuju pintu. “Ibuuu … ibuuu …”
Nina membuka pintu. Melongok keluar. Lampu senter diarahkan ke luar kamarnya.
Suasana gelap gulita. Kabut putih tebal menghampar. Terasa sunyi mengerikan. Tampak buku gambarnya dan peralatan crayon masih berada di lantai. Belum dibereskan. Buku gambar masih terbuka, memperlihatkan gambar rumah yang dibuat Nina.
Nina nampak ragu-ragu keluar kamar. Namun, ia tetap berjalan keluar. Kini Nina berada di ruang tengah.
Suasana masih gelap. Kabut tebal menghampar setinggi lutut kaki Nina, menutupi lantai. Nina berjalan pelan-pelan sambil mengarahkan cahaya senter. Suara-suara mengerikan kini terdengar sayup-sayup seperti di kejauhan.
Perhatian Nina tiba-tiba tertuju pada sosok bayangan hitam yang duduk di kursi di tepi meja makan. Hanya bayangan hitam menyerupai wanita berambut panjang, dalam gelapnya suasana ruang. Nina menatap tajam, mengira bayangan hitam adalah Nadya.
“Ibu …” gumam Nina pelan.
Bayangan hitam menyerupai wanita itu tak menyahut. Wajah Nina tegang. Tangannya yang memegang senter perlahan diarahkan ke depan sana … ke bayangan hitam.
Suasana mencekam. Tiba-tiba cahaya senter mengerjap-ngerjap seperti akan mati. Nina panik, perhatiannya beralih pada senter. Ia takut lampu senter mati. Dipukul-pukulnya senter dengan tangan sebelahnya. Cahaya senter kembali stabil. Nina segera mengarahkan senter ke bayangan hitam tadi. JRENG! Bayangan hitam lenyap. Nina ketakutan, tegang, mengedarkan pandang ke sekeliling.
Tiba-tiba … kursi meja makan bergeser meluncur – dengan sendiri – ke arah Nina. Nina terkejut. Kursi berhenti hampir menabrak Nina. Nina ketakutan sekali, mundur-mundur. Lalu berbalik badan dan berlari pergi.
Nina masuk ke kamar ibunya. Ia terus mencari-cari dan memanggil-manggil Nadya ibunya. Nina masih ketakutan. Mengedarkan cahaya senter kian kemari. Suasana masih gelap, dan berkabut.
“Ibu … ibuuuu …”
Nina terdiam, melihat Nadya duduk di lantai dan menjedot-jedotkan jidatnya di tembok. Posisi membelakangi Nina.
“Bu … Nina lihat hantu.”
Nina mendekati Nadya. Nadya berhenti menjedot-jedotkan kepalanya di dinding. Nadya menoleh. Jrengg! Kita lihat wajah Nadya sangat pucat. Ada sosok hantu laki-laki menjedot-jedotkan kepala ke dinding. Ia menoleh kea rah Nina. Sangat mengerikan. Putih pucat. Bibir dan gigi-giginya menghitam bercampur lendir hitam. Rambutnya acak-acakkan. Nina semakin ketakutan. “Ibuuuu …”
“Hhrrggrrrr …” Nadya menggeram keras.
Nina semakin ketakutan. Ia langsung berlari.
Nina masuk kamar mandi dengan ketakutan. Pintu kamar mandi ditutup. Nina ketakutan. Sesaat merasa aman, tiba-tiba lampu kamar mandi padam. Jleb! Gelap.
Nina ketakutan. Nafasnya tersendat-sendat. Sunyi. Nina menoleh kian kemari. Ia tersadar lampu senter dipegangnya. Dengan tangan gemetaran, Nina menyalakan lampu senter. Posisi senter tegak, di depan dada Nina. Cahaya senter menembak ke atas. Terlihat jelas wajah Nina yang sangat tegang di hadapan cahaya senter dan sekelilingnya gelap gulita. Suasana sunyi dan mencekam.
Nina gemetar. “I-ibuuu …”
Tiba-tiba terdengar suara air kran mengucur pelan (atau menetes-netes) di belakang Nina. Nina menelan ludah. Perlahan berbalik badan sambil mengarahkan cahaya senter lurus ke depan. Wajahnya tegang. Ketakutan.
Cahaya senter pun ‘menangkap’ kran air mengucur kecil ke dalam bak mandi. Nina diam terpaku. Memegang senter erat-erat dengan tangan agak gemetar. Wajahnya tegang.
Sekian detik, dari balik gelap di belakangnya, perlahan muncul seraut wajah hantu laki-laki yang sangat mengerikan seperti monster. Mendekat di atas bahu Nina. Putih pucat, mata melotot dengan lingkaran memerah di kedua mata, menyeringai memperlihatkan gigi-gigi taring yang runcing tajam berlumur lendir berwarna hitam. Menggeram dengan bengis.
Nina terkejut dan menoleh. Nina mendelik ngeri melihat sosok hantu menyerupai monster. Nina menjerit histeris. “Aaaaaaaahhh …!”
Nina pun berlari keluar kamar mandi.
Nina berjalan menuju kamar tidurnya. Nina menangis sesenggrukan, ketakutan. Tak lama, terdengar suara Nadya memanggil-manggil namanya. Suara Nadya terdengar datar.
“Ninaaa … Ninaaaaa …”
Nina terdiam, wajahnya tegang, menoleh.
Tampaklah Nadya – dengan sosok menyeramkan – menghampirinya dalam kegelapan dan berkabut. Berjalan pelan, terhuyung dan lesu. Sebelah tangannya terjulur ke depan seakan ingin menggapai Nina.
Nina ketakutan, membuka pintu kamar tidur lalu masuk.
Nina menutup pintu lagi. Nina belum menyadari bahwa dia sebenarnya tidak di kamar tidur tapi kembali ke ruang tengah. Sekian detik, Nina tersadar bahwa dia masih di dalam ruangan yang sama. Nina ketakutan. Nina menoleh.
JREENGG! Nadya dengan muka menyeramkan dan mulut mengeluarkan cairan hitam sudah berdiri di sampingnya. Menyeringai bengis seperti hendak memakan!
Nina menjerit histeris. “Aaaaaaaaaaaahh …!!”
Nadya menggeram dan mencengkeram kuat bahu Nina. Nina menjerit-jerit histeris.
***
Nina tersentak bangun dari tidur. Ia terduduk. Wajahnya masih tegang, nafasnya tersendat. Nadya, Ibunya sudah berada di sebelah Nina. Nadya terlihat cool aja.
“Ibuuu …”
Nina pun memeluk erat-erat Nadya, sedih dan takut. “Buuu … tadi Nina mimpi serem. Nina … Nina lihat ibu… seperti hantu …”
Tidak diperlihatkan dulu wajah Nadya. Nadya melepas pelukan Nina. Nina masih belum menyadari. “Nina gak mau tidur sendirian.”
Ketika Nina mengangkat wajah, Nina terkejut. Kita lihat wajah Nadya sudah berubah menjadi menyeramkan persis yang ada dalam mimpi Nina. Nina panik, menjerit. “AAAAAAAAAAAHHH!”
Nadya menepuk pipi Nina. Sontak semua bayangan menyeramkan itu langsung lenyap. Wajah Nina masih pucat. Ia berjalan mundur menjauh dari Nadya.
“Kamu kenapa? Kok takut sama Ibu?”
“Ini benar Ibu, kan?”
“Iya, Sayang. Ini Ibu. Sini, Ibu peluk kalua nggak percaya.”
Setelah yakin sosok wanita di depannya adalah ibunya, Nina mulai mendekat dan memeluk ibunya erat-erat. Nina mulai menceritakan mimpi buruknya.
Nadya mengelus rambut Nina. “Iya, itu hanya mimpi. Makanya sebelum tidur harus baca doa dulu dan tidurnya jangan larut malam.”
***
Nadya baru pulang dari kerja. Ia membawa boneka baru dibelinya. Boneka yang lucu Doraemon. Nadya terlihat ceria.
“Nina … lihat nih ibu beliin kamu boneka.”
Nina menyambut dengan riang gembira. “Wah … lucu banget.”
Nadya dan Nina tersenyum gembira.
“Kalo ntar malam Nina nggak bisa bobok, peluk aja bonekanya erat-erat. Anggap boneka ini teman baru Nina.”
Nina mengangguk sambil senyum dan memandangi boneka. Nina berbaring di atas tempat tidur. Masih melek. Nadya membelai-belai kepala Nina.
“Bobok ya, sayang.”
Nina mengangguk sambil senyum lalu perlahan memejamkan kedua matanya. Nadya pun menyanyikan lagu Nina Bobo.
Nina bobo … ooh Nina Bobooo … kalo tidak bobo digigit nyamuk …
Nadya terus bernyanyi dengan merdu. Perlahan … dan suara Nadya mulai terasa sayup namun bergema.
JEGGER! Sambaran kilat diikuti ledakan guntur menggelegar terlihat dari kaca jendela kamar Nina.
Nina dari tidurnya. Matanya mendelik, wajahnya tegang, nafasnya tersendat-sendat.
Dari kaca jendela, terlihat kelebatan-kelebatan petir diiringi suara guntur menggelegar. Malam itu cuaca buruk. Hujan turun deras di luar.
Nina masih berbaring. Perlahan duduk. Suara hujan deras terdengar.
Nina melihat jendela tersibak lebar. Angin kencang berhembus masuk. Tirai jendela melambai-lambai kencang akibat terpaan angin kencar dari luar. Nina turun dari ranjang. Menutup jendela hingga rapat. Ruangan pun agak kedap suara.
Sekian detik, terdengar suara desahan dan erangan yang menyeramkan. Wajah Nina berubah tegang. Suara terdengar mengerikan di pendengaran Nina. Nina melangkah menuju pintu. Tapi kemudian teringat sesuatu. Nina bergegas menuju meja dekat tempat tidur, mengambil senter dan boneka pemberian ibunya. Memeluk boneka erat-erat.
Tiba-tiba dinding-dinding kamar bergetar, tempat tidur bergetar-getar, kusen jendela berderak-derak, seperti terjadi gempa. Nina menguatkan hati. Nina pun menyalakan lampu senter, lalu keluar dengan membawa boneka.
Nina sampai di ruang tengah. Diarahkannya senter kian kemari. Wajahnya antara tegang dan berani. Boneka dipeluknya erat-erat. Nina berjalan pelan-pelan, mengarahkan cahaya senter kian kemari. Nina mengawasi sekitarnya. Bersikap memberanikan diri. Suara-suara mengerikan membahana, bergema. Gaduh. Memekakkan telinga.
Pintu kamar terbuka. Nina muncul dari luar. Wajah tegangnya seketika berubah terkejut. berdiri terpaku.
Kini … suara erangan dan desahan itu terdengar real tidak lagi menyeramkan. Nina masih terpaku, menyaksikan adegan sang ibu pernah membunuh seorang bayi sambal menyanyikan lagu Nina Bobo. Bayi itu adalah kakak Nina hasil hamil di luar nikah 10 tahun yang lalu. Nina memancarkan ekspresi wajah bingung dan kuatir.
“Ibuu …
Nina sedih lalu berbalik badan, meninggalkan kamar ibu