Separuh Dzrah

Reads
62
Votes
0
Parts
4
Vote
by Titikoma

Merantau

 Di Kampung, kuliah di Jawa adalah istimewa, dan yang pasti menjadi berbeda pengalaman dan pengajarannya. Aku memutuskan untuk pergi ke Jawa adalah saat melihat anak tetangga dusun yang sekolah di Jawa. Setelah pulang dari jawa, Sundari memiliki sikap santun dan terlihat pintar. Ya terlihat pintar, sejatinya aku pun tak pernah tahu, mengapa yang terekam dalam otakku adalah sekolah ke luar Sumatera adalah pilihan terbaik jika ingin berubah menjadi baik, dan bisa membanggakan kampung halaman. Selain itu ada hal yang paling membuatku ingin pergi dari kampung adalah, ketika tersiar kabar aku akan menikah selepas lulus SMP. Saat itu aku nyantri di Nurul Jadid, stigma yang melekat untuk pesantren kala itu adalah, pesantren hanya untuk biro jodoh. Bukankah baik ya? Menjadi tempat terlahirnya pernikahan-pernikahan terbaik, darinya pesantren menutup peluang berbuat dosa dengan pacaran dan sejenisnya. Dikabarkan begitu tentu saja aku tidak bisa tinggal diam, aku merengek 1001 malam pada kedua orang tuaku agar diperbolehkan ke Pulau Jawa untuk menuntut ilmu. Tentu saja rengekan itu tak mudah bagiku. Aku harus membayarnya dengan menjadi kuli nyadap karet di kebun orang tuaku sendiri selama jeda liburan kelulusan. “Karima, ayo bangun. Katanya mau nyantri di Jawa. Harus rajin bangun pagi !” mamak memaksa anak pertamanya ini bangun. Jauh sebelum ayam jago di kandang berkokok. “Jangan lupa, hari ini kamu mulai ikut ke ladang,” mamak mulai ceramah pagi. dengan terpaksa aku membuka mata yang tak sipit. Benar saja rasa dingin seperti ini yang terus dilalui mamak selama aku pergi belajar di desa seberang. Lalu selama liburan, ke ladang karet adalah kegiatan setiap hari yang terus berulang. Hanya dengannya ia bisa menunaikan cita-citanya untuk menjadi pelajar di kota pelajar Yogyakarta. Aku pun bisa membuktikan bahwa kabar yang selama ini beredar adalah kebohongan. Jikapun ada teman seusiaku menikah, bagiku itu sebuah pilihan terakhir saat orang tua mereka tak mampu lagi menyekolahkan anak-anaknya. Sedangkan bapak dan mamak selalu berusaha untuk menyekolahkanku. 7 Sekalipun harus berpura-pura kaya di depan anak-anaknya, karena ia meyakini Tuhanlah yang akan membiayai pendidikan anak-anaknya. Tak banyak yang kubawa Kecuali limpahan doa darimu, ibu Sejauh apapun nanti aku pergi Tetaplah di sana menantiku tanpa sedih hati Tak banyak yang mampu kujanjikan Namun, percayalah engkau adalah tumpuan dari segala perjalanan Tak banyak yang mampu kubalaskan Namun,jika bisa dunia seisinya akan kupersembahka


Download Titik & Koma

* Available on iPhone, iPad and all Android devices