Separuh Dzrah

Reads
61
Votes
0
Parts
4
Vote
by Titikoma

Kepergian

Tak ada seseorang pun yang ingin berpisah dari orang-orang yang mencintai dan dicintainya. Begitupun diriku, rasanya baru saja kemarin aku bersama dengan bapak dan mamak. Masih saja begitu dalam ingatan ini saat-saat bersama keluarga. Kini aku sudah berada di dalam bis Family Cita. Mataku dari tadi tak henti mengeluarkan tetesan-tetesan bening. Saat melintasi perempatan jalan menuju ladang. Aku mengingat perjalanan bersama mamak dan adik adikku. Kini ibu yang selalu aku rengeki pun sama, menggantung awan hitam di matanya. Ingin rasanya ia menangis kencang, namun ia tahan hingga putrinya ini masuk ke dalam bus bersama bapak. “Mak, Karima berangkat,” kalimatku terhenti, tercekat oleh ribuan kesedihan. “Doakan Karima ya Mak,” luluh sudah pertahanan ini, aku peluk erat tubuh besar emak. Emak pun tak kalah erat memeluk putrinya. Ia hanya menggangguk berkali-kali untuk mengamini semua yang anaknya pinta. Jika ada yang perlu mamak bayar agar anaknya tetap bisa mendapatkan pendidikan yang layak dan tak perlu meninggalkannya, tentu ia akan berusaha sekuat tenaga membiarkan putrinya di sampingnya, menemani hari-hari bersamanya. Bis panjang itupun membawaku menuju tempat baru nan jauh yang pertama kali aku tempuh. Aku justru tak pernah mengunjungi ibu kota di kampung. Di samping jarak provinsi yang harus ditempuh 4-6 jam perjalanan. Ditambah lagi, di desa tidak ada budaya jalan-jalan seperti kalian yang di kota. Setiap akhir minggu ada acara di tempat wisata. Pernah saat SD aku harus menangis sambil guling-guling di depan rumah, hanya karena tidak di ajak ke Curup, konon katanya di sana bisa merebus telur hanya dengan memasukkan air ke dalamnya. Tidak diajak, karena emak hanya numpang mobil orang lain dan mobilnya penuh tidak bisa memuat manusia lagi, meski tubuhku mungil. Air mata ini terus mengalir, aku berbaring di kursi bis yang tak panjang. Kepala aku sandarkan di pangkuan bapak. Sesekali bapak yang biasa ke ladang tersebut menyeka air mataku yang masih saja mengalir meski 9 mata ini terpejam. Deru bis terus riuh, hati ini pun demikian. Entah aku mampu atau tidak menjalani kehidupan sekolah sejauh ini. Tak cukup satu jam maupun dua jam perjalanan untuk melepas rasa rindu nan dalam. Butuh berhari-hari untuk bisa bertemu orang-orang terkasih. Namun pilihan adalah pilihan yang telah dibuat, dan pantang disesali. Kini bukan lagi dedaunan nan hijau yang tampak Namun gedung-gedung nan tinggi menjadi saksi Mungkinkah rumput masih bisa kutemui di tanah beraspal ini Ini adalah kota yang pernah kulihat di televisi


Download Titik & Koma

* Available on iPhone, iPad and all Android devices