7 Misteri Di Korea

Reads
165
Votes
1
Parts
11
Vote
by Titikoma

1. Pecinta Drama Korea Sejati

Malam Minggu merupakan malam yang sangat indah bagi remaja-remaja. Mereka menghabiskan waktu malam Minggu bersama pacar, gebetan, atau hanya nongkrong-nongkrong bersama sahabatnya.
Malam Minggu bukan hanya milik remaja, yang sudah menikah pun banyak yang menghabiskan malam mingguan bersama pasangannya. Bedanya bagi yang sudah menikah, melewati malam mingguan bersama pasangan yang halal.
Hal itu tak berlaku untuk Devi dan Dimas, mereka pasangan pengantin baru. Sudah dua kali melewati malam Minggu sebagai pasangan baru namun tak ada yang spesial. Mereka melewatinya hanya di rumah saja, menonton drama Korea lewat DVD atau televisi channel Korea. Ya, Devi dan Dimas itu pasangan pencinta drama Korea sejati.
“Dev, lo ada nonton drakor Heart to Heart belum? Drakor itu gila keren bingit. Aktornya juga cakep bertubi-tubi. Kalo lo drama Korea sejati, lo wajib nonton Heart to Heart.”
Kata-kata Rista, rekan kerjanya di kantor kembali terngiang di telinganya. Untunglah tadi siang saat Devi jalan-jalan ke pasar kaki lima, dia melihat kaset DVD bajakan drama Korea berjudul Heart to Heart.
Devi memang dari SMA sukanya beli kaset DVD bajakan. Dia berprinsip, “Kalau ada yang murah, buat apa beli yang lebih mahal?”
Devi beranjak dari tempat tidur mencari kaset DVD yang dibelinya tadi siang. Begitu menemukannya, dia langsung memasukkan kaset ke DVD.
“Eh, Dev… hari ini kita nonton drama Korea yang mana nih?” Devi tersentak kaget, tiba-tiba Dimas muncul di sebelah pintu.
“Kamu ngangetin aja. Hmmm… aku tadi siang beli kaset DVD terbaru loh. Nih, kasetnya,” Devi menyerahkan wadah kaset DVD Heart to Heart ke Dimas.
Dimas menaikkan satu alis. “Kita kok bisa samaan ya?”
Devi menatap Dimas heran. “Maksudmu? Samaan apanya?”
“Tadi siang aku juga beli kaset DVD, judulnya Blood. Nih kasetnya,” sekarang giliran Dimas menyerahkan wadah kaset DVD yang dibelinya ke Devi. “Nah, malam ini kita nonton Drakor Blood aja ya!”
Devi memanyunkan bibirnya, “Aku maunya nonton drakor Heart to Heart. Kamu kan tau selera genre drakor favoritku itu apa?”
Devi dan Dimas memang sama-sama pencinta drama Korea. Namun dari segi genre, selera drakor mereka sangat berbeda. Devi, genre drama Korea favoritnya itu romance banget, sedangkan Dimas sukanya genre horor, thriller, dan action.
“Kamu tenang aja, drakor Blood itu bukan hanya thriller kok, ada adegan percintaan dan romantisnya juga. Kamu pasti suka.”
“Oh ya? Drakor Blood ceritanya tentang apa dan pemainnya siapa aja?” tanya Devi begitu antusias ingin tahu tentang drama Korea berjudul Blood.
“Ceritanya itu tentang seorang Vampire yang menyamar jadi dokter. Nah, tujuannya agar dia bisa berubah jadi manusia seutuhnya. Aktor pemeran utamanya itu si Ahn Jae-hyeon.”
Mendengar nama Ahn Jae-hyeon, mata Devi langsung berbinar. Pasalnya Ahn Jae-hyeon itu actor favoritnya Devi selain Kim soo hyun, actor yang bermain di drama You Came The From Star.
“Terus?”
“Aku cuma taunya itu aja. Tapi kata temenku, drama itu rating-nya tinggi banget, lebih tinggi dari rating Heart to Heart. Kalau kamu penasaran sama drama itu, kita malam ini nonton itu aja yuk!” Dimas mengedipkan mata sebelah. Itu yang biasa dilakukannya untuk meluluhkan hati Devi.
Jari telunjuk Devi menyentuh-nyentuh bibir bagian bawah, itu artinya dia lagi berpikir keras, “Oke deh, kita malam ini nonton drakor Blood.”
Benar kata Gita Gutawa, cinta mampu menyatukan perbedaan. Itu yang dirasakan Devi, demi cintanya ke Dimas, malam ini dia rela mengalah dan memenuhi permintaan suaminya.
“Tapi dengan satu syarat.”
“Apa syaratnya?”
“Besok-besok giliran kamu yang ngalah dan kamu harus mau nonton drakor genre favoritku. Gimana?”
“Oke. Apa sih yang nggak buat kamu?”
***
Jika di Indonesia memiliki Candi Borobudur, di Cina memiliki tembok Cinta, di India memiliki Istana Benteng Merah, di Korea pun juga memiliki tempat wisata yang bersejarah, yaitu Istana Changgyeong.
Sejarah Istana Changgyeong adalah bangunan istana musim panas dari Kaisar Dinasti Goryeo yang dibangun pada tahun 1104, kemudian diwariskan ke Dinasti Joseon dan merupakan salah satu dari lima istana besar Dinasti Joseon.
Raja Sejong yang Agung dari Dinasti Joseon kemudian menambahkan beberapa bangunan istana untuk ayahandanya, Raja Taejong dan disebut dengan Istana Sugang (Suganggung), namun pada tahun 1483 direnovasi dan diperluas oleh Raja Seongjeong. Istana ini mengalami kehancuran pada saat invasi Jepang ke Korea tahun 1592, namun setelah itu dipulihkan lagi.
Pada masa kolonial Jepang, pemerintah Jepang menambahkan kebun binatang, kebun raya dan museum di dalam kompleksnya. Pada tahun 1983, kebun binatang dan kebun raya dihilangkan.
Sudah sejak lima tahun lalu Devi ingin sekali mengunjungi istana ini, namun kesampaiannya baru sekarang. Itupun berkat Om Dhanu. Om Dhanu itu omnya Dimas, otomatis sekarang jadi om iparnya Devi.
Tentu saja Om Dhanu mengabulkan keinginan Devi tidak secara cuma-cuma, ada timbal baliknya. Ya, Devi dan Dimas disuruh datang ke Korea untuk meliput tempat-tempat wisata, tempat bersejarah bahkan kuliner demi kesuksesan redaksi majalah yang dirintis Om Dhanu.
Hal itu tak mengapa bagi Devi. Sambil menyelam minum air, sambil kerja sekalian jalan-jalan. Kapan lagi coba ke Korea secara gratis?
Setelah puas mengelilingi istana, Devi dan Dimas melangkahkan kaki menuju Kolam Chundangji - dibuat pada tahun 1909. Kolam ini masih ada di sekitar istana dan dengan sebuah pulau yang luasnya 366 meter persegi dan sebuah jembatan ditambahkan pada tahun 1984. Kolam yang terkecil luasnya 1.107 meter persegi dan yang terbesar luasnya 6.483 meter persegi.
Mata Devi tak berkedip ketika memandangi keindahan kolam ini, “Masya Allah, kolamnya indah banget. Iya kan, Dim?”
“Bagiku biasa aja tuh. Soalnya ada yang lebih indah lagi dari kolam ini.”
“Oh ya? Yang lebih indah dari kolam ini apa?”
“Kamu. Bagiku kamu itu terindah dari segala yang ada di muka bumi ini.”
Pipi Devi memerah mendengar pujian dari Dimas. Sesaat kemudian dia memukul-mukul lengan Dimas. “Ih, mulai deh gombalnya.”
Di saat lagi asyik bercanda tawa dengan Dimas, tiba-tiba di depannya berdiri tegak seorang wanita. Devi memandangi wanita itu dari ujung kaki ke ujung kepala. Wajah wanita itu cantik, pipinya chubby, matanya sipit, bulu mata lentik dan memiliki lesung pipi. Namun sayang penampilannya berantakan seperti orang yang habis diperkosa.
“Hey, kau pembunuh! Kau takkan bisa lari dari kematianku!” ujar wanita itu.
Devi mengernyitkan dahi, tak mengerti apa maksud ucapan wanita itu. “Hey, kau siapa? Kenapa datang-datang langsung menuduhku sebagai pembunuh?”
“Kau pembunuh! Kau takkan bisa lari dari kematianku!” wanita itu mengulang ucapannya tadi.
“Tidak. Aku bukan pembunuh! Aaaa…” teriak Devi sekeras-kerasnya. Entah mengapa dia merasakan tubuhnya berguncang hebat. Mungkinkah guncangan itu gempa bumi?
Seketika mata Devi terbuka. Yang pertama kali dilihatnya adalah langit-langit kamarnya dan juga Dimas. Barulah dia sadar yang tadi itu hanya mimpi. Devi pun bernapas lega.
“Dev, kamu kenapa? Kok teriak-teriak?”
Refleks Devi memeluk Dimas. “Dim, aku takut. Tadi aku mimpi buruk.”
Dimas mengelus-elus punggung Devi. “Jangan takut, ada aku di sini. Emang kamu mimpi apa sih, Dev?”
Devi perlahan melepas pelukannya. “Tadi aku mimpi…” ucapan Devi menggantung.
Dimas meraih segelas air putih yang ada di meja samping tempat tidur, lalu dia memberikan gelas itu ke Devi. “Nih, minum dulu biar kamu tenang.”
Glek… Glek… Glek
Devi meneguk air putih yang diberikan Dimas. Benar, sekarang dia agak tenang. Dia pun mulai menceritakan mimpinya. “Tadi aku mimpi kita berdua pergi ke Korea disuruh Om Dhanu meliput tempat wisata.”
“Ya, bagus dong. Kita kan ingin sekali ke Korea. Sambil menyelam minum air, sambil kerja sekalian bulan madu. Harusnya itu mimpi indah, tapi kenapa kamu teriak-teriak?”
“Masalahnya kita ke sana itu bukannya bulan madu, aku malah dituduh sebagai pembunuh oleh seorang wanita. Aku takut, Dim. Takut mimpi itu jadi kenyataan. Aku nggak mau dicap sebagai pembunuh.”
Ting… tong
Smartphone Devi berbunyi. Tangan Devi menyambar smartphone yang tergeletak di atas meja. Digesernya layar smartphone untuk membuka kuncian, di samping logo amplop ada angka 1. Itu artinya ada satu pesan masuk, lalu dia menyentuh logo amplop tersebut. Ternyata pesan dari Om Dhanu.
“Devi, Dimas… kalian datang ke kantor redaksi lebih awal ya. Soalnya ada meeting dadakan jam tujuh pagi.”
Devi menepuk jidatnya sendiri. Dia baru ingat hari ini masa cutinya sudah habis. Malas banget rasanya masuk kantor lagi. “Dim, sekarang jam berapa?” tanya Devi.
Mata Dimas melirik ke arah jam dinding yang menempel di sudut kamar, “Jam setengah tujuh.”
Mata Devi dan Dimas saling berpandangan. “Mampus, kita telat.”
Mereka pun panik dan langsung ngibrit ke kamar mandi. Untuk menghemat waktu mereka berdua mandi bareng. Untung mereka sudah sah sebagai pasangan suami istri, jadi sah-sah saja kan kalau mandi bareng?
***
Devi dan Dimas sampai di kantor redaksi majalah terlambat setengah jam. Mereka langsung lari maraton menuju ruang rapat. Sambil berlari, hati mereka tak henti-hentinya berdoa agar rapat belum dimulai.
Cukup dalam waktu lima menit, akhirnya mereka tiba juga di depan ruangan rapat. Dengan cepat tangan Dimas mendorong pintu ruang rapat. Seketika dia melihat seluruh karyawan redaksi majalah telah menduduki kursi masing-masing.
“Maaf, kami terlambat. Tadi jalanan macet banget. Hos… hoss,” ucap Dimas dengan napas terengah-engah.
“Akhirnya kalian datang juga. Mari silakan masuk, rapat belum dimulai kok!” jawab Om Dhanu.
Devi dan Dimas bernapas lega, doa mereka agar rapat belum mulai terkabul. Mereka pun memasuki ruang rapat dan kemudian duduk di kursi yang masih kosong.
“Berhubung Devi dan Dimas sudah datang, maka detik ini juga rapat dimulai. Sebelum saya menyampaikan materi rapat, terlebih dahulu saya ingin mengucapkan terima kasih buat kalian yang telah menghadiri rapat ini.”
Kebiasaan Om Dhanu dari dulu sebelum memulai pasti basa-basi dulu. Hal ini justru membuat seluruh karyawan merasa mendengarnya.
“Jadi begini… bulan depan Arsha Magazine ulang tahun yang ke lima. Nah, saya ingin majalah kita menerbitkan edisi spesial. Ada yang punya usul negara mana yang keren untuk diliput?” tanya Om Dhanu.
Arsha Magazine itu sebuah redaksi majalah khusus pariwisata. Sejak Elyana dan Rista mengundurkan diri, Devi dan Dimas lah yang menggantikan posisi mereka meliput pariwisata yang ada di Indonesia maupun mancanegara.
Ini bukan pertama kalinya mereka meliput tempat pariwisata. Tahun lalu mereka pernah ditugaskan untuk meliput Coban Rondo, Malang. Dan sekitar tiga minggu lalu mereka baru saja pulang dari berbagai negara meliput tujuh keajaiban dunia.
Yang jadi pertanyaan di benak Devi dan Dimas saat ini, “Negara mana lagi yang bakal diliput?”
Riana, posisinya sebagai pe-layout majalah mengangkat tangan kanannya. “Gimana kalau Negara Jepang aja, Pak? Di Negara Jepang banyak tempat pariwisata yang sangat indah.”
“Ide bagus. Ada usulan lain?”
Kali ini giliran Dimas yang mengangkat tangan. “Gimana kalau Korea saja, Pak? Di Korea ada Istana Changgyeong, pasti keren jika majalah kita meliput istana itu. Yang saya tahu belum pernah majalah lain meliput tentang istana ini.”
Walaupun Om Dhanu itu om kandung Dimas, namun saat di ruang rapat, Dimas tetap memanggilnya dengan sebutan ‘Pak.’ Sebab posisinya di kantor redaksi majalah ini hanyalah karyawan biasa.
“Boleh juga, ada usulan lain?”
Seluruh karyawan diam, tak ada satu pun yang menjawab pertanyaan Om Dhanu. “Jika tak ada usulan lain, berarti negara untuk bahan liputan majalah kita adalah Jepang dan Korea. Siapa yang setuju Negara Jepang angkat tangan?”
Ada beberapa yang angkat tangan. Om Dhanu beranjak dari kursi, lalu menghitung karyawan yang angkat tangan. “Ternyata ada enam orang untuk yang setuju Negara Jepang.”
Wajah Dimas berubah cerah. Dia tahu jumlah seluruh karyawan di ruangan rapat ini ada empat belas orang, jika yang setuju Negara Jepang ada enam orang, berarti sisanya lebih setuju Negara Korea.
“Ternyata lebih banyak yang setuju Negara Korea, baiklah kalau begitu. Devi, Dimas apakah kalian siap pergi ke Korea untuk meliput tempat pariwisata di sana?”
Deg!
Pernyataan Om Dhanu membuat jantung Devi berdetak lebih cepat. Ke Korea? Meliput Istana Changgyeong? Mendadak wajah Devi memucat, dia teringat mimpinya malam tadi. Dia menggelengkan kepalanya, dia tak ingin mimpi itu jadi nyata.
“Saya tidak mau pergi ke Korea.”
“Why?” tanya Om Dhanu heran.
Dimas berdiri. “Pak, sepertinya saya harus berunding dulu sama Devi di luar. Boleh kan?”
“Baiklah tapi jangan lama-lama ya!”
Dimas menarik tangan Devi keluar ruangan rapat. “Dev, kamu apa-apaan sih? Pergi ke Negara Korea itu impian kita tapi kenapa saat ada kesempatan pergi ke sana kamu malah bilang nggak mau pergi?”
Ekspresi wajah Devi datar. “Kamu pasti tahu alasan mengapa aku nggak mau pergi ke Korea.”
“Jangan bilang kamu nggak mau pergi ke Korea karena mimpimu malam tadi?”
Devi mengangguk pasti. “Kamu benar. Aku nggak mau ke Korea karena takut mimpi itu jadi kenyataan.”
“Ya, ampun Devi… kamu menyia-nyiakan kesempatan emas hanya karena mimpi? Nih, dengerin aku, mimpi itu hanya bunga tidur, nggak akan jadi kenyataan.”
“Bagiku mimpi itu merupakan cara Allah memberitahuku tentang apa yang terjadi di masa depan. Aku takut, Dim…” air mata Devi mulai mengalir di pipinya.
Dimas jadi tak tega melihat Devi menangis. Dia pun memeluk Devi erat, menenangkannya. Tangan kanannya membelai rambut Devi dengan lembut. “Kamu jangan takut ya, Sayang. Aku berani menjamin, mimpi itu nggak akan menjadi kenyataan. Aku janji akan mati-matian melindungi kamu, tak akan aku biarkan satu orang pun menuduhmu sebagai pembunuh.”
Mendengar janji Dimas, tangis Devi berhenti. “Benarkah yang kamu ucapkan?”
“Tentu saja. Kapan aku pernah bohong sama kamu?”
Devi hanya Diam tapi Dimas yakin Devi percaya akan janji yang diucapkannya. Karena selama ini dia tak pernah membohongi Devi. “Gimana kamu mau kan pergi ke Korea?”
Devi menjawab pertanyaan Dimas dengan satu anggukan kecil, yang artinya dia mau pergi ke Korea. Mereka pun kembali ke ruang rapat.
“Devi, Dimas… gimana keputusan kalian? Bersedia atau tidak pergi ke Korea?” tanya Om Dhanu.
“Kami bersedia, Pak,” kali ini Devi sendiri yang menjawab pertanyaan Om Dhanu.
“Bagus. Nah, berhubung semua sudah beres, saya rasa rapat hari ini diakhiri. Terima kasih dan selamat siang.”

Download Titik & Koma

* Available on iPhone, iPad and all Android devices