7 Misteri Di Korea

Reads
162
Votes
0
Parts
11
Vote
by Titikoma

2. Negeri Gingseng, I'm Coming!

“Baju hangat, topi kupluk, syal, jaket, selimut, alat make up, perlengkapan mandi semua udah dimasukin ke koper. Apalagi ya yang belum?” ucap Devi. Dia lagi mengemasi barang-barangnya untuk dibawa ke negeri ginseng, Korea.
Dimas, satu nama yang terlintas di benaknya. Dia menepuk jidatnya sendiri. Dia lupa memasukkan barang-barang Dimas ke koper. “Dim, Dimas…” Devi teriak-teriak memanggil Dimas. Dia ingin menanyakan pada Dimas barangnya yang mau dibawa ke Korea itu yang mana saja.
Hening. Tak ada jawaban dari Dimas. Devi menggaruk kepalanya yang tak gatal. “Dimas ke mana ya? Tumben banget nggak nyahut saat aku panggil.”
Karena rasa penasaran yang tingkat dewa, Devi pun keluar kamar mencari keberadaan suaminya itu. Di ruang tamu, di ruang keluarga, dapur sampai kamar mandi Devi tak menemukan keberadaan Dimas.
“Aduh, Dimas ke mana sih pagi-pagi gini? Mana perginya nggak pamit. Aku khawatir.”
Di tengah kebingungan Devi mencari sosok Dimas, tiba-tiba…
Ting… Tong
Bel di rumahnya berbunyi. “Ini lagi, siapa coba yang bertamu jam segini? Nggak liat situasi banget sih, nggak tau apa kalau gue lagi galau?” Devi mulai menggerutu.
Ting… Tong
Bel rumahnya berbunyi lagi. Devi semakin kesal, tamunya itu tak sabaran. “Iya, sebentar!” teriak Devi dari dapur. Dengan langkah gontai, Devi berjalan ke ruang tamu untuk membukakan pintu.
Begitu pintu rumah terbuka, betapa terkejutnya Devi ternyata tamunya itu Dimas. Yang membuat Devi terkejut adalah penampilan Dimas tak seperti biasanya. Penampilannya yang sekarang itu memakai topi pantai, kacamata hitam dan syal. Tangan kanannya menjinjing 1 kardus mie instan sedangkan tangan kirinya memegangi koper hitam yang gedenya minta ampun.
“Dimas, kamu dari mana saja? Aku bingung nyariin kamu.”
“Tadi aku ke rumah Om Dhanu ngambil koper gede, sekalian deh mampir ke supermarket belanja buat keperluan di Korea.”
“Jadi yang kamu pegang dan kamu pakai itu barang-barang yang akan dibawa ke Korea besok?”
“Ya, tentu saja. Keren kan?”
Devi geleng-geleng kepala. Biasanya cowok kalau mau bepergian hanya membawa satu ransel saja. Nah, Dimas mau pergi ke Korea selama satu minggu saja seperti mau pergi TKI selama puluhan tahun.
Melihat Dimas seperti itu, mendadak Devi berubah jadi sedih. Pikirannya melayang ke masa satu tahun lalu. Masa dimana masih bersahabat sama Ivana. Apa yang dilakuin Dimas saat ini sama persis dengan apa yang dilakukan Ivana setahun yang lalu.
Ivana, sahabatnya sejak SD namun tiga minggu lalu persahabatannya dengan Ivana retak. Devi mengetahui pengkhianatan yang dilakukan oleh Ivana, mencoba memisahkan dirinya dengan Dimas.
Devi sebenarnya sudah memaafkan Ivana, namun Ivana merasa tak enak hati pada Devi. Akhirnya Ivana memutuskan untuk menjauh dari Devi.
Tiba-tiba Dimas mengibaskan tangannya di depan mata Devi. “Hello, Dev… kok kamu malah sedih? Nggak suka ya sama penampilanku?”
Seketika Devi tersadar dari lamunannya. “E… enggak apa kok. Suka. Aku cuma inget Ivana aja. Aku kangen sama dia, Dim.”
“Sudahlah Dev, jangan memikirkan dia terus. Dia udah pergi jauh, belum tentu dia mikirin kamu. Daripada kamu galau mikirin dia, mending sekarang kita ke kamar yuk buat packing. Siapa tau masih ada barang yang belum dimasukin ke koper.”
“Ya udah, yuk kita ke kamar!”
***
Pukul delapan kurang lima belas menit, Devi dan Dimas telah berada di dalam pesawat yang membawa mereka terbang ke Korea. Keberangkatan pesawat lima belas menit lagi, jantung Devi semakin berdegup kencang.
Jujur Devi sebenarnya masih enggan pergi ke Korea, takut mimpinya jadi nyata, namun di sisi lain dia sayang menyia-nyiakan kesempatan emas yang diberikan Om Dhanu. Tak semua karyawan di kantor redaksi Arsha Magazine mendapat kesempatan berangkat ke Korea secara gratis total.
Devi menghirup napas dalam-dalam lalu menghembuskannya secara perlahan. “Lo harus tenang Devi. Yakinlah di Korea sana tak akan terjadi apa-apa, Dimas kan sudah janji akan melindungi lo,” ujar Devi berusaha menenangkan dirinya sendiri.
Devi mengamati sekelilingnya, penumpang-penumpang yang ada dalam pesawat ini ada yang asyik membaca majalah, mendengarkan musik melalui walkman, bahkan ada juga yang sudah tertidur pulas.
Tak heran jika sudah ada penumpang yang tertidur pulas, sebab pelayanan maskapai penerbangannya sangat oke. Ada handuk panas yang berguna menyegarkan wajah, minuman dan cemilan bertebaran. Ada juga makanan berat yang rasanya membuai lidah. Belum lagi kursi pesawat ini sangat nyaman dan dapat digeser posisinya sesuai kemauan penumpang. Pokoknya bisa membuat penumpang betah dalam pesawat dan juga membuat perjalanan tak terasa lama.
“Kepada seluruh penumpang bersiap-siaplah, dalam hitungan ketiga pesawat akan terbang menuju Korea.”
“Negeri ginseng, I’m coming!” teriak Dimas mengejutkan seluruh penumpang pesawat. Devi mencubit lengan suaminya yang norak. Sedangkan suaminya hanya menyengir kuda, memamerkan deretan giginya yang putih.
***
Setelah menempuh tujuh jam perjalanan, akhirnya pesawat yang ditumpangi Devi dan Dimas mendarat dengan selamat di Bandara Incheon. Mata Devi tak berkedip saking takjubnya, bandara ini sangat megah, rapid an modern. Fasilitas? Jangan ditanya. Mulai dari spa, lapangan golf, restoran sampai kasino semua ada. Sepertinya untuk memuaskan nafsu duniawi semua bisa dilakukan di sini.
“Dim, kita foto-foto yuk!” ajak Devi.
Hening, tak ada jawaban dari Dimas. Devi menoleh ke samping, memastikan Dimas ada di sampingnya atau tidak. Dia takut suaminya itu menghilang.
Devi bernapas lega Dimas masih ada di sampingnya. Namun Dimas terlihat sibuk celingak-celinguk mencari seseorang. Dia menyenggol lengan Dimas. “Dim, kamu nyari siapa sih?” tanya Devi.
“Aku lagi mencari Han Ji Eun dan Lee Young Jae.”
Sesaat kemudian tawa Devi meledak. “Hahaha… lucu sekali kamu. Mencari mereka kok di sini, mana ada. Mereka kan hanya ada di drama Korea Full House.”
“Mereka bukan nama tokoh di drama Korea Full House, tapi mereka itu pemandu wisata yang disuruh Om Dhanu menemani perjalanan kita selama di Korea.”
Devi tersipu malu, dia baru tahu bahwa nama Han Ji Eun dan Lee Young Jae bukan hanya ada di drama Korea saja, namun ada di dunia nyata juga. “Mungkin mereka masih di perjalanan. Sambil menunggu kedatangan mereka kita foto-foto yuk?” Devi kembali mengajak Dimas foto-foto.
“Nggak, ah. Norak tau, foto-foto di bandara.”
Devi memanyunkan bibir. Suaminya itu sama sekali tak asyik, diajak foto-foto tak mau. Dia berpikir keras cara membujuk Dimas agar mau diajak foto-foto. “Coba deh kamu liat di sekeliling kita! Semua orang yang berasal dari luar Korea pasti berfoto ria.”
Dimas mencoba memutar lehernya. “Hmmm… baiklah. Tapi fotonya sekali aja ya, biar nggak norak.”
“Siap.”
Devi mengambil smartphone beserta tongkat narsisnya dari dalam tas. Terlebih dahulu dia mengatur selftimer-nya. Barulah dia memasang gaya andalannya, yakni tangan kiri berkacak pinggang, tangan kanan membentuk angka 2 di dekat wajah dan manyunin bibir.
1… 2… 3
Kilatan blitz dari kamera smartphone-nya menyala, itu artinya foto tadi sudah tersimpan.
“Dev, kayaknya Han Ji Eun dan Lee Young Jae sudah datang deh,” ujar Dimas.
“Mana? Mana?” mata Devi celingukan mencari sosok yang dimaksud Dimas.
“Itu di sana,” tangan Dimas menunjuk ke arah dua orang, cowok dan cewek yang memegangi papan nama. Nama yang tertulis di papan itu adalah ‘Devi dan Dimas.’
“Oh iya, kita samperin mereka yuk!”
Devi mengikuti langkah Dimas menghampiri mereka. Begitu dia sampai di depan Han Ji Eun dan Lee Young Jae, dia langsung terpesona akan ketampanan Lee Young Jae. Wajahnya baby face, bibirnya manis, matanya sipit. Diibaratkan artis, dia mirip Ryewook personel Super Junior. “Ah, andai aku belum punya suami, pasti kugebet tuh Lee Young Jae.”
Kemudian Devi mencoba menyapa mereka menggunakan bahasa Korea yang dipelajarinya dari menonton drama Korea. “Annyeong Haseyo.[1]”
1= Halo, selamat sore
Cewek yang disapa Devi tersenyum manis. “Annyeong Haseyo. Apakah kalian Devi dan dimas? Perkenalkan kami Han Ji Eun dan Lee Young Jae.”
Mata Devi membulat, dia tak menyangka cewek yang di depannya ini bisa berbahasa Indonesia. “Wah, ternyata kau bisa bahasa Indonesia.”
“Ya, tentu saja mereka bisa. Mereka kan pemandu wisata jadi harus menguasai berbagai bahasa,” kata Dimas.
“Saya rasa lebih baik kita segera ke hotel saja, tuh pak sopir sudah menunggu kalian. Mari silakan.”
***
Selama Devi dan Dimas berada di Korea, mereka menginap di apartemen milik Om Dhanu yang terletak di Seoul Forest. Dari Bandara Incheon menuju Seoul Forest harus menempuh jarak sekitar 52,9 km.
Melalui kaca mobil, Devi takjub memandangi keindahan Negara Korea. Negara satu ini sangat bersih dan banyak kuil. Seperti yang Devi ketahui, Negara Korea Selatan memiliki sekitar 20.000 kuil dan 900 kuil di antaranya adalah kuil tradisional. Kebanyakan kuil-kuil tersebut terletak di daerah pegunungan dan lokasinya dipercaya memiliki feng shui yang baik.
“Oh ya Dev, apa yang kamu ketahui tentang Korea Selatan?” Han Ji Eun mencoba mengajak Devi ngobrol, biar kliennya tidak bosan.
“Yang aku tahu di Korea banyak cowok cakep, boyband dan girl band yang super keren dan tempat wisata yang bisa membuat orang tak berkedip.”
“Hahaha… ternyata kamu pencinta drama Korea ya. Apa yang kamu katakan benar, tapi ada beberapa hal yang harus kamu ketahui tentang Negara Korea.”
“Apa itu?”
“Korea dimulai dengan pembentukan Joseon, atau lebih sering disebut dengan Gojoseon untuk menhindari persamaan nama dengan Dinasti Joseon pada abad ke 14 pada 2333 SM oleh Dangun. Gojoseon berkembang hingga bagian utara Korea dan Manchuria. Setelah beberapa kali berperang dengan Dinasti Han, Gojoseon mulai berdisintegrasi. Dinasti Buyeo, Okjeo, Dongye dan konfederasi Samhan menduduki Semenanjung Korea dan Manchuria Selatan. Goguryeo, Baekje, and Silla berkembang mengatur Tanjung Korea yang dikenal dengan Tiga Kerajaan Korea. Untuk pertama kalinya Semenanjung Korea berhasil disatukan oleh Silla pada tahun 676 menjadi Silla Bersatu. Para pelarian Goguryeo yang selamat mendirikan sebuah kerajaan lain di sisi timur laut semenanjung Korea, yakni Balhae. Hubungan antara Korea dan China berjalan dengan baik pada masa Dinasti Silla. Kerajaan ini runtuh akibat adanya kerusuhan dan konflik yang terjadi di dalam negeri pada abad ke 10, Kerajaan Silla jatuh dan menyerah kepada dinasti Goryeo pada tahun 935,” jelas Han Jie Eun secara panjang lebar.
“Hoammm…” Devi menguap lebar. Penjelasan Han Jie Eun barusan membuat mata Devi mengantuk. Dia berasa dibacakan dongeng sebelum tidur.
“Devi, sepertinya kau tak suka ya mendengar penjelasanku?” tanya Han Jie Eun sambil memanyunkan bibirnya.
Melihat ekspresi Han Jie Eun, Devi tersenyum geli. Lucu, “Maaf, aku mengantuk bukan karena tidak suka mendengar penjelasanmu, tapi karena dari Jakarta sampai ke Korea aku belum tidur.”
“Oh.”
Sekarang giliran Devi yang kesal, dia sudah ngomong panjang lebar, si Han Jie Eun hanya menjawab satu kata. Mata Devi melirik ke arah Lee Young Jae. Dia heran dengan cowok satu itu, dari bandara sampai sekarang cowok itu sama sekali tak pernah berbicara.
“Han Jie Eun, boleh aku bertanya sesuatu padamu? Tapi agak pribadi sih,” ucap Devi.
“Boleh, selama aku bisa menjawab pasti akan kujawab.”
“Cowok yang di sebelahmu itu bisu ya? Aku heran dengan cowok satu ini, dari bandara sampai sekarang cowok itu sama sekali tak pernah berbicara,” Devi berbisik di telinga Han Jie Eun, takut Lee Young Jae marah.
Han Jie Eun menanggapi pertanyaan Devi dengan tersenyum simpul. “Dia tidak bisu. Karakternya memang seperti itu, cuek dan super pendiem. Tapi jika kamu mengenalnya lebih jauh, dia orangnya asyik kok.”
“Boleh aku bertanya lagi?”
“Tentu saja. Mau bertanya apa lagi?”
“Cowok di sebelahmu itu kekasihmu ya?”
“Ya, kami sudah menjalin hubungan selama delapan tahun. Sebentar lagi kami akan menikah.”
Devi menyentuh dadanya, “Sakitnya tuh di sini,” batinnya pilu. Devi patah hati, rencana menggebet Lee Young Jae hancur dalam sekejap. Tiba-tiba rasa kantuk semakin menyerang. Dia pun mencoba memejamkan mata.
“Han Jie Eun, nanti kalau sampai di apartemen, bangunin aku ya!” Devi memberi pesan dulu sebelum tertidur.
“Oke, kau tenang saja. Aku pasti membangunkanmu.”
***
“Gimana apartemennya? Kalian suka?” tanya Han Jie Eun ketika mereka telah memasuki sebuah apartemen.
“Astaga, ini kan apartemen bernama Galleria Forets,” ujar Devi takjub. Dia benar-benar tak menyangka apartemen Om Dhanu bernama Galleria Forets. Apartemen ini apartemen termahal di Korea selatan.
Apartemen ini dibuat oleh arsitektur dari Perancis, yang memiliki total 52 lantai, termasuk 7 lantai di bawah tanah. Lokasinya yang strategis menjadikannya sebuah apartemen yang diidamkan oleh setiap orang. Bukan hanya itu saja, Fasilitas-fasilitas mewah yang ada di apartemen ini juga menjadi faktor utama yang membuat harganya menjadi selangit. Banyak selebriti Korea ternama seperti G-Dragon Big Bang, Kim Soo Hyun, Han Ye Seul, dan CEO SM Entertainment Lee Soo Man tinggal di apartemen ini.
“Ya, Tuhan tolong pertemukan aku dengan Kim Soo Hyun di apartemen ini,” doa Devi dalam hati.
“Baiklah, sepertinya kalian tampak lelah sekali. Silakan kalian beristirahat dulu, kami mohon undur diri. Besok pagi kami akan ke sini lagi untuk menjemput kalian.”
Devi membungkukkan badan, “Terima kasih atas segalanya hari ini.”
“Sama-sama.”

Download Titik & Koma

* Available on iPhone, iPad and all Android devices