Ada Apa Dengan Rasi

Reads
193
Votes
0
Parts
16
Vote
by Titikoma

2. Dia Butuh Perhatian

Mama Rasi tergopoh-gopoh menuju ruang guru. Dia terlambat dua puluh menit dari waktu janjian dengan Bu Nindi kemarin. Apa mau dikata, pekerjaannya sedang banyak dan tidak mungkin ditinggal, sementara urusan Rasi juga penting baginya.
Akhir-akhir ini anak itu bertambah nakal. Kejailan demi kejailan terus saja dilakukan olehnya. Hal yang wajar sebenarnya, mengingat usia Rasi memang baru dua belas. Tetapi, hal wajar itu menjadi keterlaluan saat beragam aduan masuk ke telinga mama. Rasi beginilah, Rasi begitulah.
Sudah berulang kali mama membicarakan hal itu dengan Rasi, mencoba mencari tahu apa sebenarnya yang membuat gadis kecilnya itu berubah. Tetapi, Rasi menolak mengatakan apa pun. Dia memilih mengurung diri di loteng tiap kali mama mengajaknya membahas hal itu.
Pernah suatu hari, Rasi tepergok oleh tantenya sedang membolos dan justru bermain di taman dengan masih mengenakan seragam. Rasi langsung digiring pulang dan tentu saja, sebuah aduan kembali harus didengar mama ketika pulang bekerja. Saat sudah merasa kesal, wanita itu memilih mengabaikan semua aduan tentang Rasi. Percuma saja menanggapi kalau Rasi sendiri tidak mau menghentikan semua kenakalannya.
Hari ini Bu Nindi, guru kelas Rasi, memanggilnya ke sekolah. Apalagi kalau bukan mengenai kenakalan yang dilakukan Rasi di sekolah.
“Selamat siang, Bu,” sapa mama setelah mengetuk pintu ruang guru dua kali. “Maaf saya terlambat, ada pekerjaan yang nggak bisa ditinggal, soalnya.”
Seorang wanita berjilbab ungu dengan usia kisaran tiga puluhan, satu-satunya orang yang berada dalam ruangan itu, mendongak. Mata beningnya yang bermanik legam segera mendapati wajah ayu wali murid yang sudah ditunggu-tunggu itu menyembul di antara pintu yang terbuka sebagian. Bibirnya yang terpulas lipstik oranye segera menyunggingkan senyum, lalu menyilakan tamunya masuk.
“Mamanya Rasi?” tanyanya memastikan.
Wanita yang baru saja masuk dan duduk tepat di hadapan guru anaknya itu segera mengangguk, lalu mengulurkan tangan. “Saya Lusi,” ucapnya memperkenalkan diri.
Bu Nindi membalas uluran tangan Lusi dengan menjabatnya erat. “Saya Nindi, guru kelas Rasi. Senang berkenalan dengan Bu Lusi. Selama ini kita nggak pernah bertemu secara langsung, padahal sudah hampir satu semester saya menjadi guru kelas Rasi.” Wanita itu lalu melepas jabatan tangannya terlebih dulu sebelum Lusi sempat menarik miliknya.
Lusi tersenyum tipis menanggapi pernyataan guru Rasi itu. “Mungkin karena saya sibuk sekali beberapa bulan ini, jadi nggak sempat main ke sekolah untuk menanyakan perkembangan Rasi.”
“Sepertinya begitu, Bu. Selama ini saya percaya anak-anak mendapat perhatian dan kehidupan yang baik di rumah. Termasuk Rasi. Tapi yang terjadi akhir-akhir ini sangat mengkhawatirkan saya, Bu.”
Lusi membetulkan posisi duduknya hingga merasa lebih nyaman. Pembahasan itu segera menjadi serius saat Bu Nindi mulai mengatakan perkembangan Rasi akhir-akhir ini.
“Kalau boleh saya tahu, apa di rumah sedang ada masalah?”
Pertanyaan itu dijawab dengan sebuah gelengan oleh Lusi. Dia memang merasa tidak ada masalah berarti yang terjadi di rumahnya. Kecuali, ya, kecuali tentang proses perceraiannya dan keputusan ayah Rasi untuk berpisah rumah tinggal selama proses itu.
“Rasi berubah menjadi kasar, suka membangkang dan jail. Beberapa kali dia bahkan tidak masuk sekolah tanpa surat izin. Apa Ibu tahu tentang hal itu?”
Kali ini Lusi mengangguk. “Adik saya nggak sengaja menemukan dia berkeliaran di taman, tapi saya nggak tahu itu yang pertama atau yang kesekian. Hari itu, waktu tantenya mengatakan pada saya, dia berkata tidak akan mengulanginya lagi.” Bohong. Yang sebenarnya, Lusi tidak pernah memberi tindakan apa pun terhadap Rasi mengenai hal itu. Dia terlalu kesal bahkan sekadar untuk bertanya mengapa Rasi melakukan itu.
Bu Nindi mencatat sesuatu di buku yang berada tepat di hadapannya. “Menurut pengamatan saya, dia butuh perhatian dari Ibu, makanya dia berusaha berbuat sesuatu yang bisa menarik perhatian.”
Lusi tergelak pelan. Baginya, teori anak nakal adalah anak yang sedang membutuhkan perhatian hanyalah sebuah teori yang tidak bisa dibuktikan. Selama ini dia selalu memberikan perhatian, bahkan cenderung berlebihan, kepada Rasi.
Dia selalu berusaha menjadi ibu yang siaga dan mendengarkan anaknya, meski dia juga bekerja. Namun, selama yang dia tahu, Rasi bahkan tidak mau membagi apa pun dengannya. Gadis kecilnya itu lebih suka berlama-lama memandangi bintang di observatorium buatan yang ada di loteng rumah mereka.
“Bu, maaf kalau saya nggak sopan,” ucap Lusi ketika sudah berhasil menghentikan tawanya. Wanita itu meminta maaf karena dilihatnya Bu Nindi mengerutkan kening, tak mengerti mengapa dia tertawa.
“Nggak apa-apa, Bu Lusi. Saya tahu, Bu Lusi pasti nggak percaya dengan kesimpulan saya, kan?” tebak Bu Nindi.
Lusi mengangguk mengamini tebakan guru itu. “Maaf sekali, tapi saya tipe yang tidak percaya pada teori itu. Selama ini saya sudah memberikan perhatian yang dia butuhkan, Bu. Kalau dia menjadi seperti ini pasti karena pengaruh temannya.”
“Tapi, Bu.” Bu Nindi sengaja memberi jeda sebelum melanjutkan kalimatnya, “Rasi nggak punya teman di sekolah. Dia selalu sendirian, dan karena jail, teman-temannya pun menjauhinya.”
Mulut Lusi terbuka sedikit. Dulu, Rasi selalu bercerita pada ayahnya bahwa dia punya beberapa teman di sekolah yang juga sangat menggemari astronomi. Di antara mereka ada yang memiliki teleskop bintang, yang pada akhirnya membuat Rasi merengek minta dibelikan juga.
“Sebentar lagi ujian semester pertama, saya mohon sekali Bu Lusi mau meluangkan waktu untuk menemani Rasi belajar. Nilai hariannya merosot drastis sejak beberapa bulan lalu. Dia juga sering nggak ngerjain PR, di sekolah dia sering nggak konsen saat pelajaran.”
Lusi menelan ludah, lalu mengiyakan semua perkataan Bu Nindi. Kali ini dia benar-benar harus membuat perhitungan dengan Rasi. Kenapa anak itu bisa tega membuatnya malu dan tampak tak perhatian sampai dipanggil guru begini? Apa maunya, sih, anak itu?

Download Titik & Koma

* Available on iPhone, iPad and all Android devices