Ada Apa Dengan Rasi

Reads
200
Votes
0
Parts
16
Vote
by Titikoma

3. Hanya Bintang-bintang

“Rasi, bilang sama Mama kenapa kamu melakukan semua ini?”
Sore itu, Lusi segera mendudukkan anaknya dan berkata dengan tegas, kali ini Rasi tidak boleh menolak ataupun menghindar. Rasi tampak tak menaruh minat pada apa yang akan dibicarakan mamanya. Telinganya sudah kebal, dia sudah terlalu terbiasa mendengar orang mengatakan hal-hal buruk tentangnya.
“Kamu bolos, jailin temen kamu, ngomong kasar, mbantah guru, siapa yang ngajarin itu semua?”
“Ayah sama Mama kan, yang ngajarin,” jawab Rasi sekenanya.
Jawaban itu segera membuat Rasi mendapatkan sebuah cubitan kecil di paha. Dia meringis sedikit, lalu mengusap-usap bekas cubitan itu saat mamanya mengangkat tangan. Bekas merah itu hanya sakit sebentar, sudah menghilang saat Rasi mengusapnya beberapa kali.
“Kapan Mama sama Ayah ngajarin kamu kayak gitu? Jangan mengada-ada kamu, ya!” bentak Lusi seraya berdiri. Emosinya memuncak mendengar jawaban Rasi yang justru terkesan menyalahkan mereka—orangtuanya. Wanita itu lalu duduk kembali dan memijit pelipisnya yang terasa senut-senut. “Kenapa kamu nggak mau mikirin perasaan Mama sih, Rasi. Kenapa kamu bikin Mama malu sama kelakuan kamu itu?” ujarnya lirih.
“Emangnya Mama sama Ayah pernah mikirin perasaan Rasi waktu bertengkar? Mama sama Ayah terus teriak-teriak, ngomong kasar, pernah nggak mikir kalau Rasi ada di rumah dan denger semua kata-kata kalian?” Kali ini Rasi berdiri.
Lusi terkesiap. Jadi ini maksudnya, Rasi belajar dari pertengkaran mereka. Selama ini dia tidak memikirkan dampak pertengkaran mereka sampai sejauh ini. Dia pikir, karena Rasi selalu menjauh dan mendekam di loteng, gadis itu tidak mendengar sumpah serapah yang sering dia dan suaminya ucapkan ketika marah.
“Tentang kenapa Rasi suka bolos, itu karena Rasi bosan. Nggak ada yang mau temenan sama Rasi di sekolah. Mereka nganggep Rasi aneh cuma karena Rasi suka ngelihat bintang. Mereka suka ngeledekin Rasi, makanya Rasi nggak mau masuk sekolah aja.” Masih berdiri, Rasi melanjutkan pembelaannya.
“Jangan suka menyalahkan orang lain atas kesalahanmu sendiri, Rasi! Mama nggak suka.”
“Terserah Mama mau percaya aku atau nggak, tapi aku nggak pernah berbohong.” Rasi melangkah meninggalkan kursinya. Baru selangkah, dia kembali terhenti karena kalimat lanjutan dari mamanya.
“Mama nggak mau tahu kamu bohong atau nggak. Pokoknya Mama minta kamu nurut sama Mama. Jangan bolos-bolos lagi atau Mama akan kirim kamu ke rumah Mbah Uti.” Sebuah ancaman, dan cukup membuat Rasi gentar. Tetapi gadis kecil itu bergeming, kemudian memilih melanjutkan langkahnya menuju loteng.
***
Tidak ada yang mau mengerti dirinya selain bintang-bintang. Rasi melihat sirius bersinar malam ini, berkelip-kelip seolah sedang mengatakan sesuatu padanya.
“Aku nggak pernah bohong, kan? Kalian tahu itu. Tapi Mama nggak mau percaya. Aku udah seneng bisa bicara sama Mama setelah sekian lama, tapi Mama malah nggak percaya sama aku.” Rasi bermonolog, tidak, dia tengah berdialog dengan bintang.
Hanya bintang-bintang yang selalu setia menemaninya sejak perpisahan kedua orangtuanya. Dulu, ayah selalu menemaninya setiap malam, menceritakan berbagai dongeng tentang bintang-bintang. Lalu mama, akan membuatkan mereka cokelat panas dan bergabung untuk mendengar cerita ayah.
Cerita-cerita itu berhenti ketika Rasi berusia sepuluh tahun. Ayahnya sibuk bekerja hingga malam, kemungkinan pulang setelah Rasi terlelap. Sementara mama yang waktu itu juga bekerja, selalu mengatakan bahwa usia sepuluh tahun bukan lagi usia yang tepat untuk mendengarkan cerita.
“Aku kangen sama mereka yang dulu, yang selalu dengerin ceritaku, yang selalu ada buatku kapan pun aku mau. Sekarang mereka malah pisah dan aku nggak bisa tinggal bersama salah satu dari mereka. Aku mau tinggal sama mereka berdua.”
Sirius di ujung teleskopnya tampak berkelip-kelip, seolah tersenyum, memberikan kenyamanan pada Rasi. Dulu, ayahnya selalu berkata bahwa bintang bisa mendengarkan keluh kesah kita. Rasi percaya akan hal itu.
Dia berbicara pada gugusan bintang yang berbeda setiap harinya. Beberapa hari ini dia sedang beruntung karena ditemani bintang individual selama tiga kali berurutan. Altair, Vega, dan malam ini adalah rajanya, Sirius.
Sejak kecil Rasi memang sudah menggemari astronomi. Ayahnya juga sangat mendukung kegemarannya itu dengan membelikan buku-buku astronomi untuk anak-anak. Sejak bisa membaca secara mandiri, Rasi mulai menghafal nama-nama bintang itu, baik yang berupa gugusan maupun yang individual. Dia menggemari keduanya dalam porsi yang sama.
Tetapi, kegemarannya itu sepertinya hanya akan menjadi sebuah kegemaran kalau orangtuanya masih bersikeras bersikap keras kepala seperti itu. Rasi mulai memikirkan masa depannya, hal yang sebenarnya jauh dari benak anak-anak.
Namun, bukankah Rasi sudah dua belas tahun? Sebentar lagi dia akan puber, jadi tidak salah kalau dia mulai memikirkan masa depannya yang masih transparan itu sekarang.

Download Titik & Koma

* Available on iPhone, iPad and all Android devices