Ada Apa Dengan Rasi

Reads
197
Votes
0
Parts
16
Vote
by Titikoma

10. Bukan Rasi !

“Pak Ustaz, tolong percaya sama Rasi, bukan Rasi pencurinya. Demi Allah, Pak.” Rasi merasa penting sekali membela dirinya saat ini. Tetapi dia juga tak yakin. Mereka yang menuduhnya berjumlah belasan, sementara dirinya hanya sendirian.
“Terus, kalau bukan kamu, apa kamu bisa jelasin kenapa uang ini ada di dalam buku kamu?” Ustaz Faruq bertanya dengan lembut, tangannya mengelus-elus rambut Rasi, membuat gadis itu tak merasa seperti sedang diinterograsi.
“Udahlah, Ras, ngaku aja kalau emang kamu malingnya!” seru Maya yang langsung mendapat sebuah gaplokan pelan di lengannya dari Mbak Septa.
“Hus!” hardik Septa. “Jangan jadi provokator kamu! Biar ini jadi urusan Pak Ustaz aja,” ujarnya memperingatkan Maya. Dia sontak memberengut, tak terima dihardik begitu oleh Septa, tapi juga tak berdaya membantah hardikan dari ketua asramanya itu.
“Pak, Rasi nggak tahu gimana caranya uang itu bisa ada di dalam buku Rasi, tapi Rasi nggak bohong Pak Ustaz. Rasi nggak mencuri uang itu.”
“Rasi, kalau emang kamu yang ngambil, nggak apa-apa. Bilang aja terus terang, kalau kamu jujur, Pak Ustaz nggak akan memberikan hukuman yang berat.” Septa berusaha meyakinkan Rasi. Bukan itu sebenarnya yang ingin didengar Rasi, dia ingin ada satu saja orang yang memercayainya.
“Kalian semua, kecuali Septa, kembali ke asrama. Biar Rasi saya yang urus!” perintah Ustaz Faruq. Perintah itu tak dapat dibantah oleh siapa pun, meski tidak rela karena merasa kehilangan kesempatan untuk menonton drama secara gratis, semua orang yang tadinya berjubel memenuhi ruangan Ustaz Faruq satu per satu mulai membubarkan diri.
Bukan tanpa alasan Ustaz Faruq meminta mereka semua bubar. Ustaz muda yang berusia sama seperti mama Rasi itu merasa ada yang tidak beres dalam kasus itu. Rasi bersikeras mengatakan tidak mencuri uang itu, sementara buktinya mengarah kuat dan memojokkan dirinya.
“Pak Ustadz, Rasi mohon, percaya sama Rasi. Rasi mungkin nakal dan jail, tapi Rasi nggak pernah berbohong.”
“Begini, saya nggak bisa begitu saja memercayai kamu, Rasi. Tapi saya juga tidak bisa langsung memberikan hukuman, salah-salah nanti saya yang berdosa karena menghukum orang yang nggak bersalah. Jadi, saya mohon kamu kooperatif ya,” kata Ustaz Faruq sambil mengelus kepala Rasi.
“Jangankan tahu di mana Mbak Septa biasa menyimpan uang dari Bu Nyai, tahu dalamnya kamar Mbak Septa kayak apa aja, enggak. Rasi nggak pernah main ke kamar Mbak Septa. Rasi bahkan nggak tahu kapan jadwal Bu Nyai memberikan uang. Rasi baru sepuluh hari berada di sini.” Kali ini Rasi mencoba memberikan penjelasan yang cukup masuk akal.
Dia memang masih baru kan, di sini? Mana mungkin orang tahu seluk beluk suatu tempat dalam waktu sesingkat itu, apalagi dirinya?
Kening Septa berkerut. “Benar juga sih, Pak Ustaz!” serunya. “Cuma anak-anak lama yang tahu di mana saya biasa menyimpan uang itu. Dan Rasi memang nggak pernah main ke kamar saya, kalau dia ada perlu sama saya, dia selalu minta tolong seseorang buat manggilin saya di kamar,” jelas Septa. Gadis itu lantas menepuk jidatnya pelan. Kenapa dia tidak pernah memikirkan hal itu sebelumnya ya?
“Hmmm....” Ustaz Faruq tampak berpikir. “Untuk sementara kita simpulkan kalau Rasi berkata jujur. Sekarang pertanyaannya, siapa yang meletakkan amplop itu di buku Rasi? Masa amplopnya bisa jalan sendiri? Kan nggak mungkin.”
Ketiganya terlihat serius memikirkan kemungkinan-kemungkinan tentang siapa saja yang berpotensi melakukan itu. Tujuannya di sini jelas bukan untuk mengambil uang itu, terlihat dari amplop yang masih utuh seperti terakhir kali Septa melihatnya. Tetapi orang itu berniat lain. Menjebak Rasi bisa jadi.
“Rasi, kapan terakhir kali kamu baca buku yang di tengahnya ada amplopnya tadi?” tanya Septa memastikan. Sepertinya gadis itu sudah menemukan jawaban atas pertanyaan Ustaz Faruq tadi, dia hanya butuh memperkuat dugaannya saja.
“Sekitar dua atau tiga hari lalu,” jawab Rasi tanpa berpikir. Dia ingat betul kapan terakhir kali membaca buku itu. Dia juga ingat setelah itu dia tak lagi menyentuhnya.
“Kira-kira, apa ada yang meminjam atau membaca buku itu setelah kamu selesai membacanya dua hari lalu?” Kali ini Ustazd Faruq yang bertanya.
Rasi tampak berpikir, mengingat-ingat tepatnya. Yang tahu dia memiliki buku itu hanya pengawas asrama, Septa dan Maya. Pengawas asrama dan Septa tentu saja tak pernah meminjam buku itu.
Ragu-ragu Rasi menjawab. “Yang biasa minjem dan baca bukuku itu Maya, tapi aku nggak ingat dia sudah baca buku ini atau belum.”
“Oke, kita catat dulu kemungkinan pertama. Maya. Motifnya apa kalau dia melakukan hal itu?” tanya Ustaz Faruq setelah mencatat nama Maya di dalam bukunya.
“Bisa jadi karena dia masih kesal sama insiden sandal itu, Pak Ustaz,” kata Septa yang langsung mendapat pelototan dari Rasi.
“Insiden sandal?” ulang Ustaz Faruq.
Septa membungkam mulutnya, merasa kalau dia sudah keceplosan, lalu menggigit bibir. Seharusnya dia diam saja tadi.

Download Titik & Koma

* Available on iPhone, iPad and all Android devices