Kastil Piano

Reads
140
Votes
0
Parts
8
Vote
by Titikoma

5. Mendadak Seleb

Entah apa yang terjadi, tiba-tiba saja sekolah gempar dengan pernyataan Roy—salah satu cowok populer di sekolah—menyatakan cinta pada Selina. Semua menjadi heboh. Tak pernah terbayangkan sebelumnya.
“Kesambet apa ya, si Roy,” cetus Tina setengah mati keheranan.
“Gue juga. Mungkin otaknya lagi konslet?” imbuh Kikan. Benar-benar aneh melihat perlakuan Roy yang mentuanputrikan Selina. Aksi nekad Roy nembak Selina di sekolah sulit dipercaya. Di lapangan basket terbuka dengan sound sistem dan bernyanyi. Pokoknya romantis banget.
“Kok bisa sih, Sel? Lo ngelakuin apa sampai bisa menarik perhatian si Roy?” Kikan mengernyit sambil menjilati lolipopnya. Selina mengangkat bahu.
“Emang lo lihat gue caper-caper? Kenal aja enggak,” ketus Selina merasa kesal karena nyaris satu sekolah mempertanyakan apa yang sudah dia lakukan pada cowok populer itu, sampai tergila-gila padanya.
“Selinaaa!” Suara menggema muncul dari ambang pintu. Roy datang membawakan sebuket bunga diiringi arak-arakan siswa lain yang penasaran ingin menyaksikan.
“Buseet! Sel, lo mendadak seleb.” Kikan berdecak. Selina tersenyum penuh wibawa, membiarkan Roy masuk ke kelasnya dan menghampiri.
“Sayang, jadilah pacarku!” Roy memegang jari jemari Selina. Ugh! Romantis sekali cowok itu meski rada menjijikan dan alay. Tapi Roy kan cowok populer. Gerak geriknya cukup menyita perhatian banyak orang. Dikejar Roy, sama seperti dikejar artis yang memiliki ribuan fans. Anak kelas tiga atlet taekwondo dengan tubuh atletisnya.
Tadi di lapangan Selina tidak menggubris. Cuek saja ditinggal masuk kelas. Eh sekarang Roy-nya mengejar.
Aslinya, Selina malas meladeni Roy. Toh Roy hanya bahan percobaan. Namun saat melihat Fandi berada di antara kerumunan itu, akhirnya dia mau-mau saja menanggapi cowok yang saat ini sedang mengemis-ngemis cintanya. Ternyata Fandi sama seperti siswa lain yang juga kepoan. Selina menyeringai samar.
“Iya. Aku mau,” jawaban Selina membuat semua orang terbengong. Mimpi apa mereka semalam, sampai harus menyaksikan kejadian yang konyol ini. seorang Roy pacaran dengan si tukang onar sekolah? Putri peramal yang selama ini selalu dipandang sebelah mata?
“Yes!” Roy kesenangan setengah mati. Cowok itu melakukan selebrasi berlebihan, apalagi saat mencium punggung tangan Selina. Dan mengajaknya ke kantin. Mengusir siapa pun yang coba dekat-dekat atau berusaha mencapai Selina. Seolah Selina boneka kaca yang tak boleh tergores, agar tidak pecah.
Roy yang punya pengaruh, tentu saja langsung membuat semua menurut. Beberapa gadis jejeritan melihat pasangan baru itu. Apalagi cara Roy memperlakukan Selina begitu istimewa. Banyak nada-nada iri bermunculan di telinga Selina seperti sarang tawon. Yang ingin menjadi dirinya. Ia tersenyum tipis lebih-lebih saat melihat Yasinta dan teman-temannya berhenti mengobrol di kantin, terpaku saat melihat kedatangannya digandeng Roy. Bahkan baru kali ini, Selina melihat muka bego Yasinta yang melongo. Membuat sendok terjatuh dari tangannya.
“Silakan duduk, Tuan Putri.” Roy menarikkan kursi agar Selina duduk. Lalu memesankan makanan Selina.
“Ayo cabut!” ajak Yasinta pada teman-temannya kesal. Selina ingin tertawa hebat tapi dia tahan. Karena saat ini, banyak pasang mata melekat dan menjadikannya spotlight. Rasanya aneh kalau tiba-tiba ngakak tanpa sebab. Besok, dia harus bikin kejutan yang lebih heboh lagi. Dan membuat pelajaran untuk orang-orang yang pernah menghinanya. Selina menyeringai sinis.
***
Masih menjadi trending topik yang lagi hangat-hangatnya, Selina berjalan pede dengan cowok paling beken di sekolah. Ke mana-mana Roy tidak pernah membiarkan dia sendirian.
“Kalo dilihat-lihat, Selina apanya, sih, yang bagus?” Gerombolan cowok mencoba memecahkan misteri apa dari diri Selina yang membuat Roy mengejar sampai segitunya.
“Menurut gue sekilas dia biasa aja, sih,” timpal yang lain.
“Kulit pucat, kurus, jutek lagi.”
“Masih cantik Yasinta ke mana-manalah. Ramah, seksi juga.”
“Tapi kalau dipikir-pikir, Selina imut, hoy. Coba deh lo perhatiin lama-lama keliatan lucu juga. Coba dia sering senyum? Atau make-up dikit-dikit kayaknya gemesin.”
“Iya juga ya, si Roy pinter juga milihnya.”
“Tapi gue masih heran, sih. Ini terlalu cepet untuk dipercayai!”
BUK! Bola basket dilempar keras menimpa cowok-cowok itu yang segera mendapat protes keras dan tidak jadi, setelah tahu siapa yang melempar. Di depan sana, Fandi tampak emosi melihat teman-temannya.
“Lo semua niat main nggak?” kesalnya. Mereka kembali ke posisi semula, sambil menggerutu tanpa membalas tatapan Fandi.
Tampak ribut-ribut di koridor. Gerombolan paling rame, yang diikuti banyak siswa itu, sudah jelas siapa. Roy dan Selina. Pasangan baru yang mendadak booming. Fandi hanya menatap datar, dan memantul-mantulkan bola yang baru diterimanya dengan kasar.
***
Selina melihat Fandi mengamatinya dari lapangan. Dia gunakan kesempatan ini sebaik-baiknya untuk lebih mesra dengan Roy. Rasanya seneng banget, jadi cewek populer diperhatikan dan dikagumi. Membuat satu sekolah iri. Tapi sialnya, Fandi hanya melengos tak peduli.
Emang peduli apa sama dia? Emang dia penting banget? Selina menggerutu dalam hati. sekarang, sebaiknya dia lupakan sejenak cowok menyebalkan itu yang hobi bikin darting.
“Sampai besok, Sayang!” Roy mengantar Selina ke kelas. Kiss bye disambut senyum malu-malu oleh Selina. Tina dan Kikan sama sekali tak mempercayai penglihatannya.
“Tabok gue, dong!” pinta Tina. Plak!
“Aw! Kok lo tabok beneran, sih?”
“Kan tadi lo yang minta?” jawab Kikan polos sambil menjilat lolipop.
“Tapi nggak ditabok juga, dong! Mana kenceng banget lagi,” gerutu Tina. Kikan mengangkat bahu aneh. Kenapa Tina jadi menyalahkannya?
“Sampai sekarang, gue ngerasa mimpi. Ini beneran nggak, sih?” celetuk Tina melihat adegan picisan di depannya.
“Kayak di novel-novel. Cowok populer sama cewek nerd,” tandas Kikan.
“Ralat. Sama preman jelasnya.” Tina tidak setuju karena Selina tipikal cewek brutal yang senang melawan, bukan yang culun-culun ketakutan dan menye-menye.
“Itu lebih parah lagi.” Kikan menimpali. Terlebih saat Selina datang menghampiri mereka.
“Hai semua,” cerianya.
“Hai.” Tina dan Kikan jadi merasa canggung. Ini benar-benar bukan Selina banget. Selina merasa ada yang aneh dari kedua temannya. Ia memperhatikan kedua wajah temannya dengan saksama.
“Lo berdua kenapa? Ada yang aneh sama gue?” Kikan dan Tina menggeleng pelan.
“Terus kenapa?” Selina menelisik. Mungkin mereka belum terbiasa dengan dirinya yang baru. Dirinya yang berstatus pacar Roy dan termasuk ke dalam cewek-cewek populer. Ya, tentu saja ini semua berkat Kastil Piano.
“Gue Cuma mikirin gimana bisa Roy suka sama lo,” cetus Tina.
“Rasanya kayak aneh banget, Sel. Roy tiba-tiba bertingkah begitu,” tambah Kikan.
“Jadi, menurut lo berdua gue nggak layak?” ketus Selina tersinggung. Yang langsung membuat Kikan dan Tina merasa tak enak.
“Bukan. Bukan kayak gitu, maksud gue, Sel!” Tina berusaha menjelaskan.
“Alah. Lo berdua akuin ajalah!” Tina dan Kikan saling pandang. Selina jadi salah paham sama mereka.
“Gue tau. Gue bukan orang seperti Yasinta. Tapi, emang mustahil banget, ya? Kalau Roy suka sama gue?” sungut Selina penuh kesombongan.
“Ya ... aneh aja. Soalnya kan Roy ngelirik lo aja nggak pernah. Karena setahu kita ....”
“Alah. Udah deh. Bilang aja lo berdua iri. Gue bisa disukai cowok sekeren Roy sedang kalian enggak? Bener, kan? Dan kalian berdua harus tau, ya. semua orang bisa berubah,” jelas Selina yang langsung membuat Tina dan Kikan saling menatap begitu cewek itu meninggalkan mereka berdua.
“Kok dia jadi sensi banget, sih?” Tina hanya mengangkat bahu mendengar ucapan Kikan.
Hari ke hari semakin banyak keanehan. Nyaris cowok-cowok satu sekolah mengejar-ngejar Selina ke mana pun dia pergi. ia mendapat banyak hadiah dan bingkisan. Bahkan Yasinta CS keheranan memikirkan semua kemungkinan yang terjadi.
“Apa selera cowok-cowok udah pada berubah, ya? sekarang jamannya mengejar cinta cewek cupu?” tandas Salma keheranan. Bahkan Roy yang ia kagumi bertekuk lutut di bawah kaki Selina. Sungguh kenyataan pahit kalau dia harus kalah dari cewek brutal itu.
“Gue juga heran. Bisa aja, sih. dia pake pelet. Secara lo tau kan Nyokapnya itu peramal?”
“Iya bener. Bisa aja.” Yasinta merasa dirinya harus menyelidiki ini. Matanya menerawang lepas lapangan. Melihat Fandi. Dalam hati, ia khawatir cowok itu akan melakukan hal bodoh seperti cowok-cowok lain. Yaitu, mengejar-ngejar Selina. Bukan tidak mungkin hal itu terjadi.
Di koridor, Roy kuwalahan harus melindungi kekasihnya.
“Hei, lo semua jangan brutal gitu, dong!” Roy langsung berusaha melindungi Selina saat gadis itu didorong-dorong oleh para fansnya. Sejenak hiruk pikuk itu, Selina melihat Fandi yang melintas. Mata mereka saling bertatapan. Selina tersenyum sinis.
Lihat ini cowok sombong! Gue bisa populer juga, kan? Bisa dikerubutin cowok-cowok lain? Bukan Cuma lo aja! Batin Selina. Penuh kemenangan. Tapi senyumnya sirna saat melihat Yasinta tahu-tahu menyembul dan memegang lengan cowok itu. Sedang Fandi, diam saja. Tak menolak pelukan Yasinta pada lengannya.
Sialan! Cewek rese! Lantas apalah artinya kepopulerannya ini. Jika Fandi sama sekali tak tertarik melihatnya? Atau paling tidak merasa kesal dia didekati banyak cowok? Hah! Apa Selina harus memantra-mantrai Fandi juga supaya mengejar-ngejarnya? Itu berarti nggak alami, dong? Tapi apa, sih, pentingnya cowok itu? Kenapa dirinya begitu menginginkan pengakuan Fandi soal keterkenalannya? Padahal sama sekali tak penting.
***
Rasanya cukup sulit untuk menemui Roy bagi Tina dan Kikan. Apalagi, mendapatkan Roy sendirian, dalam keadaan tidak bersama Selina atau fansnya yang suka mengekor ke mana-mana. Tapi siang itu, Tina dan Kikan mengepung Roy di parkiran saat cowok itu hendak mengambil motor.
“Roy!” Yang dipanggil mengernyit. Bukan hal asing bagi Roy, jika ada yang memanggil namanya, dan dia tidak kenal.
“Ya?”
“Bisa kita bicara sebentar.” Tina memohon membuat cowok itu menelengkan wajah.
“Ngomong apa?” Tina dan Kikan saling pandang.
“Soal Selina. Sebenarnya, gimana kronologinya lo bisa suka sama Selina?” Tina menggigit bibir. Takut cowok itu akan marah padanya. Mengingat Roy cukup protektif pada Selina. Pada semua orang-orang yang ingin menyakitinya.
“Kalo lo nggak mau jawab kita nggak maksa, kok,” ujar Kikan cepat. Roy mengernyit berpikir. Kemudian terkembang senyum di wajahnya.
“Pokoknya gue sayang sama dia,” jawab Roy tenang.
“Iya, tapi sejak kapan?” Roy menggaruk pelipisnya. “Sejak ....” Cowok itu kebingungan menjelaskan.
“Ah nggak penting. Yang jelas sekarang, gue suka sama dia. Udah, ya, gue mau cabut.” Roy tersenyum. Tina dan Kikan minggir memberi lewat cowok itu.
“Mungkin kita menanyakan sesuatu yang terlalu privasi?” Kikan mengangkat bahu. Mendengar spekulasi Tina.
“Gimana kalau kita tanya cowok-cowok lain, yang juga mengejar-ngejar Selina?” usul Kikan.
“Boleh juga. Let’s go!”
Di sudut parkiran sepasang mata menyaksikan dari tadi. Yasinta berpikir keras. Bahkan Tina dan Kikan sama sekali tidak tahu kisah cinta Selina—selaku orang terdekatnya.
“Bener-bener nggak beres. Jangan-jangan, rumor Selina pakek pelet itu bener lagi.” Yasinta tersenyum mengangkat ujung bibirnya. Dia akan menyelidiki ini.

Download Titik & Koma

* Available on iPhone, iPad and all Android devices