Kastil Piano

Reads
140
Votes
0
Parts
8
Vote
by Titikoma

7. Demi Cinta

Yasinta semakin menjadi selama tinggal di rumah Selina. Meski tadi siang Selina mendengar jika Ibunya dan Om Topik berseteru, Yasinta dijemput pulang, tetap saja gadis itu ngeyel ingin tinggal di rumah Selina.
“Benar-benar tidak tahu diri!” geram Selina. Kesal. Ia ingin sekali menyeret keluar Yasinta dari rumah ini. Tapi gadis itu akan mengandalkan muka sedihnya untuk mencari simpati.
Selina kaget saat melihat Fandi sudah tiba di depan rumahnya. Ia segera turun menyambut cowok itu dengan tatapan sinis. Melipat tangan di dada.
“Ngapain lo ke sini? Lo lupa sama perjanjian?” nyolot Selina. Yang dibalas tatapan tajam Fandi.
“Biasa aja kali. Gue ke sini bukan buat lo. Tapi mau ketemu Yasinta.” Selina terbengong mendengar pengakuan Fandi. Seorang gadis muncul dari dalam.
“Sorry, ya, Sel. Bikin kamu kesel. Nggak lama kok. Kita segera cabut dari sini. Fandi udah cerita soal perjanjian kalian.” Yasinta mengenakan gaun putih pendek yang membuatnya tampak begitu anggun. Selina berusaha mempertahankan sikap angkuhnya. Mana cewek itu duduk di palang besi depan sepeda Fandi lagi.
“Norak!” omel Selina melihat Yasinta bonceng di depan tampak begitu romantis. Ia menghentakkan kaki sebal dan masuk kamar frustrasi.
Sejak Yasinta tinggal di rumahnya, segala hal menjadi terebut perhatiannya oleh Yasinta. Dan ia harus menahan sakit saat melihat Fandi dengan cewek itu terus menerus. Semakin hari semakin akrab.
Selina mengambil Kastil Piano. Haruskah ia melakukan ini pada Fandi? Ayolah! Ini sungguh memalukan. Bagaimana bisa dia membiarkan Fandi menyukainya karena pengaruh sihir? Kalaupun Selina ingin dicintai, ia ingin Fandi mencintai karena hatinya. Bukan karena sihir. Tapi ....
AFFANDI AKAN MENCINTAIKU. HULALA HULALA SEMUA AKAN MENJADI NYATA!
***
Tidak seperti cowok-cowok lain yang langsung bereaksi keesokannya, mantra ini bekerja lambat pada Fandi. Heran. Bahkan saat Selina lewat di depan cowok itu, cowok itu malah melengos, enggan menengoknya.
“Lo kenapa kayak cacing kepanasan gitu, Sel?” ucap Tina.
“Muka lo bete lihat Fandi buang muka,” terka Kikan yang langsung membuat Selina murka.
“Siapa? Emang aku peduli padanya? Enggak!” ujarnya langsung berlalu.
“Lo berubah Sel. Belakangan, lo jadi sibuk sendiri sama fans-fans lo, sama Roy. Lo lupa sama kita. Lo jadi sulit ditemui, dan lo benar-benar nggak jadi Selina yang dulu.” Kikan kehabisan kesabaran. Untuk pertama kalinya, ia membuang lolipopnya.
“Oh haha. Jadi lo berdua udah bosen temenan sama gue?” semprot Selina. Tina dan Kikan saling pandang.
“Bukannya gitu maksud gue. Cuma, kita pengen bareng-bareng lagi kayak dulu ....” Selina menyunggingkan senyum miring.
“Lo berdua kalau udah bosen sama gue, sederhana. Kita nggak usah temenan lagi!” putus Selina. Kikan dan Tina saling pandang.
“Jadi lo mutus persahabatan kita?” Tina terpancing emosi. Belum pernah ia semarah ini pada Selina. Popularitas benar-benar mengubah seseorang. Selina jadi seperti kacang lupa kulitnya.
“Fine. Kalau itu emang mau lo. Mulai sekarang kita nggak peduli lagi sama lo!” Kikan emosi berat. Tina tak kuasa, ia menangis.
“Sombong banget dia sekarang!”
***
“Memangnya mereka siapa? Memangnya mereka cukup berarti buatku?” Selina ngomel-ngomel tak berkesudahan. Tina dan Kikan kian bertingkah. Itu semua pasti karena mereka iri dengannya.
“Gue nggak butuh temen-temen kayak gitu. Lagian sekarang, gue juga punya banyak temen.” Selina masuk kamarnya, mengambil benda yang ia simpan di kolong tempat tidur. Ia membuat permintaan agar semua orang, berbuat baik padanya.
“Selama punya benda ini, gue bisa mendapatkan apa pun yang gue mau,” ujarnya. Satu ujung bibir terangkat ke atas.
***
Sore-sore, Selina latihan bersepeda di area kompleks. Ia sengaja sedikit mengubah penampilannya. Dari yang biasa pakai celana dan kaus oblong, entah kenapa, sekarang Selina memakai rok denim di atas lutut, kaus putih, topi bisbol dan sepatu vans. Tampak keren, tetap sporty namun anggun.
“Wow! Tumben!” Yasinta mendapati Selina yang baru turun dari tangga. Gadis itu menuangkan air putih di gelas dan minum sambil memperhatikan penampilan baru Selina.
“Mau ke mana? Nggak seperti biasanya?” tanya Yasinta. Tapi Selina hanya tersenyum sombong tak menyahut. Ia langsung keluar mengambil sepeda. Sedang Yasinta hanya melihat Selina yang sudah hilang dari pintu.
“Sekarang kita lihat. Siapa yang akan mendapatkan dia.” Selina tertawa optimis. Bersenandung riang sambil mengayuh sepeda.
***
“Mumpung Selina nggak ada. Ini kesempatan.” Yasinta tersenyum licik. Ia akan menggeledah kamar gadis itu.
***
Selina pergi ke taman kompleks. Berharap bertemu Fandi. Benar saja, sesuai dugaannya cowok itu berada di sana berputar-putar di sekitar taman dengan sepedanya. Selina memasang senyuman termanis. Ia menghampiri Fandi dengan begitu pede.
“Hai,” sapanya. Yang langsung mendapat sorot heran dari tatapan Fandi. Cowok itu tak mengacuhkan sapaan Selina. Ia segera mengarahkan sepedanya hendak pergi tapi Selina menghadang.
“Kalo ada cewek yang nyapa itu, dibalas, Dong! Masa dikacangin!” kesalnya. Apa Fandi tak melihat usahanya buat tampil sefeminin mungkin? Padahal dia susah payah loh buat tampil cantik. Tapi malah dicuekin.
“Gue eneg liat muka lo. Mending jauh-jauh dari hadapan gue.” Cowok itu bergidik jijik. Selina melebarkan mata tak percaya. Bukannya dia sudah menyebutkan nama Fandi? Kenapa cowok ini malah bersikap sebaliknya? Kenapa dia tak mengejar-ngejar seperti cowok lain?
“Sombong amat lo Kakek Peyot!” teriak Selina menyaksikan punggung Fandi yang kian menjauh. Aneh, benar-benar aneh. Kenapa hanya Fandi, satu-satunya orang yang tidak bisa terkena sihir Kastil Piano?
Ia buru-buru balik ke rumah, ingin melihat apakah dia salah mantera. Kenapa reaksi Fandi malah sebaliknya?
Tapi sebelum itu, Selina melihat Fandi tiba-tiba menghadangnya. “Gue mohon lo jangan pernah muncul di hadapan gue.”
Selina semakin terkejut. Jauh dalam hatinya ada rasa sakit. Sial! Cowok ini benar-benar menghinanya.
“Oh, ya? Oke. Gue bisa kabulin itu, asal ... kita balapan. Kalau lo menang, gue janji nggak akan muncul-muncul lagi depan lo.” Fandi menyambut senang hati. Selina menutup mulutnya. Sial! Kenapa dia harus menantang Fandi, sih? Kan seharusnya dia ingat, bukankah selama ini di catatan hitam , dia yang selalu kalah setiap kali bertanding? Bagaimana ini? dia telanjur mengucapkannya.
“Oke. Dengan senang hati. satu kali putaran keliling kompleks,” ujar Fandi. Selina meneguhkan diri dengan menggenggam erat setang sepedanya. Bersiap-siap.
“satu ... dua ... tiga ....” Mereka adu kecepatan. Sampai kembali ke tempat semula. Jelas saja, kemenangan telak di tangan Fandi. Dengan rambut lepek karena keringat, tapi sama sekali tak mengurangi kekerenannya, malah semakin keren dengan keringatnya itu.
“Sesuai perjanjian. Jangan pernah muncul di hadapan gue!” ucap Fandi sebelum meninggalkan Selina yang memukuli setangnya.
***
Di rumah, Fandi baru saja masuk kamar. Ia terkejut melihat dinding kamarnya sendiri yang penuh dengan foto-foto Selina.
“Kok gue pajang foto dia, sih?” Ia bergidik melihat foto-foto Selina di sana. Barang-barang masa kecil yang menjadi kenangannya dengan Selina dipajang rapi dalam sebuah almari kaca. Cicin rumput, boneka Micky Mouse milik Selina yang kepalanya dipatahkan anak-anak yang membully Selina waktu itu. Hanya saja niat Fandi yang bermaksud mengambil boneka Selina, malah membuat gadis itu salah paham. Jika Fandi bersekongkol dengan mereka di belakang Selina. Dan diam-diam membicarakan Selina sebagai putri peramal. Fandi ingin menjelaskan, tapi gadis kecil itu keburu menonjok hidungnya sampai berdarah. Nyaris membuatnya pingsan. Selina kecil-kecil kuat juga. Maklum, sih, gadis itu ikut taekwondo waktu SD.
Fandi merinding sendiri. Merasa muak melihat foto-foto Selina yang sengaja ia foto diam-diam. Karena kalau tidak, cewek itu pasti mengamuk. Karena selama ini, Selina selalu mengusirnya. Padahal jauh di dalam hatinya, ingin sekali berteman seperti dulu. Sampai Fandi mencoba mengalahkan ketakutan paling luar biasanya. Demi lebih dekat dengan Selina. Sepeda.
Usai mandi, Fandi merasa tak tenang melihat foto-foto Selina yang seperti memandanginya horor. Ia mengambil foto-foto itu memasukkan ke dalam dus.
“Kenapa diturunin semua, Fan?” Seorang perempuan dengan wajah keibuan muncul di ambang pintu.
“Anu Bun ....” Fandi kesusahan menjelaskan. Ia hanya merasa ngeri melihat foto-foto Selina.
“Kalian marahan?” Selama ini, Fandi dan Selina selalu berpura-pura baik-baik saja di depan kedua orang tua mereka. Demi menjaga kerukunan antar tetangga.
“Engg ....”
“Ya udah. Simpen aja dulu.” Ibu Fandi tak mau ikut campur urusan anaknya. Lagian mereka sekarang sudah besar. Tentu tahu mana yang terbaik untuk mereka. Meski Ibu Fandi tahu, jika selama ini, putranya begitu menyayangi putri tetangganya itu. Entah perasaan yang seperti apa. Hanya berkat Selina, Fandi jadi punya motivasi besar untuk mengalahkan traumanya dengan sepeda.
“Nanti, pajang lagi kalo sudah baikan.” Fandi Cuma nyengir. Ibunya geleng-geleng tersenyum. Dasar anak muda, ada-ada saja!
***
Yasinta melihat Selina berjalan cepat dan hampir menabraknya.
“Wuish, selow, Sis!” ujarnya. Selina tak menghiraukan Yasinta. Ia buru-buru naik menuju kamarnya. Sedang Yasinta, hanya menatap heran.
Dengan gegabah, Selina mengambil cepat-cepat Kastil Piano di bawah tempat tidurnya. Ini sangat aneh. Kenapa Fandi tidak seperti cowok-cowok lain yang langsung kecantol padanya?
“Apa benda ini mulai rusak?” Selina mengoyak-ngoyak Kastil Piano.
“Kenapa Fandi nggak bisa jatuh cinta sama gue? Kenapa?” Dia menghabiskan kekesalannya dengan ngomel-ngomel sampai lelah. Lalu teringat kejadian barusan, di mana Fandi mengusirnya terang-terangan dengan memenangkan balapan sepeda.
Bulan depan, kompetisi sepeda dalam perayaan HUT kotanya digelar. Harusnya sih, Selina sudah bisa menang melawan Fandi. Sekali lagi, Selina melakukan permintaan itu.
FANDI KALAH DALAM KOMPETISI DAN AKU JUARANYA. HULALA HULALA SEMUA AKAN MENJADI NYATA!
Usai membuat permintaan itu, Selina mendengar ada sesuatu berisik dari luar kamar. Curiga, ia segera bangkit melihat. Tak ada siapa-siapa, hanya vas bunga yang jatuh pecah. Jangan-jangan ... ada orang yang sudah menguping tadi?
***
Selina merasa semakin kacau. Tina dan Kikan teramat membencinya. Mereka malah bergabung dengan Yasinta untuk menumbangkannya. Asli, ini sungguh di luar dugaan. Hari ini, Selina diserang dua sahabatnya itu. tepatnya, mantan sahabat.
“Lo beneran pakek sihir, ya? Gue udah duga. Semua cowok-cowok yang kita interogasi, pada kebingungan setiap kita bahas elo. Sejak kapan mereka jadi ngejar-ngejar elo,” sinis Tina. Kikan kali ini tidak memakan lolipopnya tapi meremat sampai hancur, menatap horor Selina. Ngeri juga musuhan sama sahabat-sahabatnya sendiri.
“Dan nggak tau kenapa, gue jadi jijik banget sama lo. Gue benci sama lo, Sel. Lo muna! Lo selalu ngatain Yasinta ini itu, nggak taunya lo sendiri yang ingin menjadi pusat perhatian.” Selina membuka mulut ingin membuat pembelaan tapi Yasinta muncul menghampiri Kikan dan Tina.
“Kalian?” Selina kebingungan. Yasinta menyeringai.
“Daripada mereka kamu sia-siakan jadi temenmu, mending jadi temenku aja.” Yasinta tersenyum manis. Meski Selina bisa melihat jelas seringai kepuasan itu tampak dari bibir Yasinta.
“Tenang aja. Kita juga nggak minat jadi temennya dia lagi,” ketus Tina.
“Dan berjanji enggak akan bersahabat sama dia lagi. Keknya kemarin kita khilaf.” Kikan coba berpikir. Tidak! Ini mustahil! Bagaimana dua sahabatnya yang selalu membela mati-matian ini berkata seperti itu?
“Tin, Kan. Lo berdua bercanda, kan?” Kikan, Tina tertawa hebat.
“Sekarang, lo rasain gimana rasanya ditinggalin!” Mereka pergi meninggalkan Selina sendiri.
“Enggak! Nggak mungkin! Ini pasti mimpi!” Selina menepuk pipinya berkali-kali. Sampai sadar, jika ini memang nyata.
***
Makin banyak yang memujanya, makin popular dia, makin dia kehilangan kesempatan untuk baikan dengan Kikan dan Tina. Sekarang, malah Ibunya hobi sekali uring-uringan sampai membuat telinga Selina nyaris copot mendengar wanita itu marah-marah tidak jelas karena sikap Om Topik. Kabarnya, cinta masa lalu Om Topik kembali. Yang tak lain dan tak bukan adalah Ibu Yasinta. Padahal Ibu Yasinta sudah punya suami. Bayangkan? Bagaimana ini bisa terjadi? Mantan istri selingkuh dengan mantan suami? Ck! Semua menjadi absurd dan aneh begini.
Ia berkali-kali membuat permintaan agar orang-orang yang selama ini mencintainya, mencintainya kembali. Tapi apa yang ia dapat, malah sebaliknya. Ini gila! Benar-benar membuatnya gila! Haargh!
Selina menghempaskan diri di sofa. Mendengar telepon berdering. Malas dia mengangkat, Mbok Jum yang berlari tergopoh menerima telepon.
“Ya, ada apa?” Selina hanya mendengarkan malas.
“Apa? Nyonya kecelakaan?” Suara teriakan itu sukses membuat Selina bangkit dari sofa.
“Mama kecelakaan di mana, Mbok?!” Tak sabar, Selina segera mengambil alih telepon itu. Ibunya menabrak pembatas jembatan, dan mobil masuk ke sungai. Saat ini, Ibu Selina mengalami koma di rumah sakit.
Meski Selina sering kesal terhadap Ibunya, tapi jauh dalam lubuk hatinya, ia begitu menyayangi Ibunya. Selina buru-buru ke rumah sakit. Berjalan tergopoh dengan air mata terus mengalir. Jantungnya berdetak hebat, merasakan ketakutan teramat sangat. Ia pernah merasakan ini. perasaan kehilangan. Ia tidak ingin merasakannya lagi!
“Mamaaa banguuun!” Mendadak pikirannya kembali ke beberapa waktu silam, di mana Ayahnya meninggalkan ia dan Ibunya.
“Selina nggak punya siapa-siapa lagi selain Mama.” Selina meraung-raung. Mengoyak tubuh Ibunya berharap wanita itu membuka mata.Tapi tak ada hasil. Hari ini, ia tak punya siapa-siapa. Ia benar-benar merasakan kesunyian yang mencekam. Mau menelepon Tina dan Kikan, mustahil. Dua sahabatnya itu sudah membencinya.
Ia berjalan lunglai, di trotoar. Tak ada orang yang menyayanginya. Tina, Kikan. Dua sahabatnya yang begitu ia rindukan. Kini Selina sadar, tak ada sahabat yang lebih baik dari mereka berdua. Eh tapi kan ia punya Roy?
Selina menelepon cowok itu yang langsung datang dengan mobilnya dan memeluk Selina yang menangis. Roy mengusap air mata di pipi Selina.
Meski ini hanya karena sihir, Roy sungguh romantis. Andai saja ini bukan sihir, pasti semua hanyalah mimpi bagi Selina. “Ada aku. Jangan pernah sedih,” ujar Roy. Selina mengangguk. Ia diantar pulang ke rumahnya.
Di rumah, Yasinta sudah menyambut di pintu dengan tatapan sinis.
“Apa mandang cewek gue kayak gitu?” Roy berusaha menyembunyikan Selina di belakang tubuhnya. Yasinta mengangkat sebelah alisnya.
“Roy harusnya sadar. Kamu dalam pengaruh sihir,” tandas Yasinta yang membuat Selina membelalak.
“Sihir apa? Gue nggak pernah percaya sama kayak gituan aja, enggak!” elak Selina. Yasinta tersenyum miring. Roy jadi kebingungan berpikir. Detik berikutnya dia menggeleng.
“Lo nggak usah ngaco, Yas! Jangan fitnah cewek gue macem-macem.” Roy tak terima. Yasinta mengangkat bahu.
“Aku akan buktiin nanti.” Yasinta terkekeh masuk ke dalam rumah. Sial! Selina menatap kesal.
“Sayang, udah. Jangan hiraukan. Dia cuma nggak suka sama kamu.” Roy menggenggam tangan Selina lembut.
Selina mengangguk. Roy pamitan pulang. “Kalau ada apa-apa, kamu wajib nelpon aku. Inget, ya!” Untuk terakhir kalinya, Roy mengelus pipi Selina. Sungguh, Selina belum pernah diperlakukan seperti ini sebelumnya oleh seorang lelaki. Meski tetap, seromantis apa pun Roy, hatinya tetap merasa kosong.
***
“Benda bangsat!” Selina melempar Kastil Piano itu ke lantai sampai hancur berkeping-keping. Ajaibnya benda itu menjadi utuh kembali. Selina terbelalak. Mengambil dan berusaha menghancurkannya lagi. tapi sial! Hal itu terjadi berulang-ulang, membuat Selina kelelahan dan hanya terduduk menangis.

Download Titik & Koma

* Available on iPhone, iPad and all Android devices