Kacamata Kematian

Reads
184
Votes
0
Parts
15
Vote
by Titikoma

11. Aku Masih Mencintaimu

Fransiska
“Ntahlah. Ini kan baru interogasi part pertama, jadi gue belum bisa menyimpulkan Samuel tetap masuk daftar calon tersangka atau nggak. Mungkin setelah interogasi Chiara dan beberapa orang baru kelihatan siapa tersangka yang sesugguhnya.”
Sudah satu jam lebih aku mondar mandir dari kamar ke dapur untuk mencari ide. Bukan ide yang didapat, melainkan kata-kata dari Taufiq, ketua Detektif Tiga Serangkai terus bercokol di otaknya. Kalau gini ceritanya kapan aku bias menemukan cara biar Chiara nggak diinterogasi tim Detektif Tiga Serangkai? Aku nggak mau tertuduh sebagai pembunuh Arshita.
Ajak Chiara ketemuan. Tiga kata itu terlintas di pikiranku. Apa Chiara mau mendengarkan kata-kataku biar pergi dari kota ini? Nggak ada pilihan lain. Lagian nggak ada salahnya mencoba dulu?
Chiara, temuin gue di tempat pertama kali kita bertemu.
SMS yang aku kirim ke Chiara sudah terkirim. Sekarang siap-siap ke Bandung menemuinya.
Jika Jakarta memiliki Kota Tua Jakarta sebagai tempat bersejarah, Bandung pun juga punya. Ada 9 malah tempat bersejarahnya. Di antaranya Jalan Asia-Afrika, Kilometer 0, Masjid Agung, Gubernuan, Stasiun Pusat Kereta Api Bandung,Villa Isola, Jalan Braga, Gedung Merdeka, Gedung Konvensi Landmark.
Bagiku tempat bersejarah di Bandung ya tempat ini, Taman Begonia. Di taman ini awal pertemuanku dengan gadis yang bertahta rapi di lubuk hati. Gadis itu bernama Chiara Alvina. Dia cantik, berwajah lonjong, dagu runcing, mata belo, bulu mata lentik, dan gigi kelinci. Kekurangan Chiara Cuma satu, super duper cerewet.
Aku mengenalnya sudah sejak duduk dibangku Sekolah dasar. Rumahku bersebelahan dengan rumah neneknya Chiara-letaknya nggak jauh dari taman Begonia. Sayang, waktu lulus SMP Chiara dapat beasiswa sekolah di Jakarta makanya dia meninggalkanku. Sebelum dia pergi aku ingin mengutarakan isi hatiku terlebih dahulu ke dia.
Jawaban yang keluar dari mulut Chiara bukanlah seperti yang kuharapkan. Ucapannya bagai belati yang siap menikam jantungku. Aku ditolak. Alasannya hanya karena terlarang; sesame jenis. Dia juga mengatakan bahwa di hatinya sudah ada cowok yang artinya dia normal. Walau demikian, rasa cintaku ke dia nggak berubah.
Aku merasakan pundakku disentuh oleh seseorang. “Sorry, nunggu lama. Tadi di jalan macet.”
Dari suaranya yang lembut aku sudah bilang menebak siapa orangnya. Dia adalah Chiara Alvina, gadis yang bertahta rapi di lubuk hatiku.
Gadis yang kucintai menjatuhkan pantat di sebelahku. “Sis, kamu mau ngomong apa jadi minta aku datang ke sini? Langsung the poin aja soalnya aku lagi buru-buru mau balik ke Jakarta. Sudah ada janji interview sama tim Detektif Tiga Serangkai.
“Nah, itu dia yang pengen aku omongin.”
Alis kiri Chiara terangkat. “Maksudmu yang pengen kamu omongin itu tentang tim Detektif Tiga Serangkai?”
“Yup. Bisa nggak kamu batalin janji sama mereka? Kalau perlu kamu sementara jauh-jauh dari Indonesia biar mereka nggak bisa menginterogasi kamu.”
“Loh, emang kenapa kalau aku diinterogasi sama mereka?”
“Chiara, perlu kamu tau sampai detik ini aku masih mencintaimu. Aku nggak mau kamu diinterogasi mereka karena takut ujungnya kamu bakal tertuduh sebagai pembunuh Arshita. Please.”
Hening. Nggak ada jawaban dari dia.
“Makasih banget kamu sampai detik ini masih mencintaiku, tapi maaf aku nggak bisa memenuhi permintaanmu. Kalau aku nggak nemuin mereka, mereka bakal makin mencurigai aku sebagai pembunuh Arshita. Kamu tenang aja, aku nggak bakal kenapa-napa.”
Usai berkata demikian, Chiara bangkit dari tempat duduk lalu kemudian dia pergi meninggalkanku seorang diri.
Ah, sial. Usaha dalam membujuk Chiara agar nggak menemui tim Detektif Tiga Serangkai gagal. Itu artinya aku harus melakukan cara kedua. Apapun akan kulakukan demi melindungi Chiara.

Download Titik & Koma

* Available on iPhone, iPad and all Android devices