Kacamata Kematian

Reads
177
Votes
0
Parts
15
Vote
by Titikoma

13. Balik Menjebak Dia

Chiara
Saat aku membuka mata hal pertama yang tertangkap oleh lensa mataku adalah berada di sebuah ruangan serba putih. Mungkinkah ini di rumah sakit? Seketika aroma lavender menusuk indra penciumanku. Pasti bukan rumah sakit. Jika rumah sakit yang tercium oleh hidungku itu bau obat. Lantas aku ada dimana?
Aku berusaha mengingat kejadian sebelumnya. Jam Sembilan pagi tadi aku ke taman Begonia untuk menemui Fransisca alias Franco. Ketika mau balik ke Jakarta, seseorang memukulku dari belakang. Sudah bias dipastikan bahwa aku diculik. Satu pertanyaan yang mengganjal pikiranku, siapa yang menculikku?
Kreet!
Pintu ruangan ini berderit. Perlahan pintu terbuka dengan sendirinya. Muncullah seseorang yang sangat kukenal. “Fransisca, jadi kamu yang menculikku?” pekikku.
“Kalau iya, emang kenapa?” dia bertanya balik.
“Cepat pulangkan aku!”
“Aku nggak akan memulangkan kamu, kecuali kamu mau pergi dari Jakarta dan berjanji takkan mau menemui tim Detektif Tiga Serangkai.”
“Aku heran sama kamu, kenapa sih kamu nggak mau banget jika aku menemui tim Detektif Tiga Serangkai?”
“Sudah kukatakan berulang kali, aku nggak mau kamu menemui tim Detektif Tiga Serangkai karena takut kamu tertuduh sebagai pembunuh Arshita.”
“Bohong! Aku yakin seratus persen, alasanmu bukan itu!” nada bicaraku semakin meninggi. “Katanya cinta sama aku, kalau cinta kenapa nggak mau jujur sih?” lanjutku.
“Oke, baiklah. Aku akan jujur sama kamu tapi kamu harus janji nggak akan ngasih tau ke siapapun.”
“Fine.”
“Selain yang aku katakan tadi, aku takut mereka nanya macam-macam tentang aku. Aku nggak mau identitasku yang sebenarnya terbongka. Jika mereka tau tentang aku pasti ujungnya mereka menyeretku ke penjara.”
“Emang apa sih yang kamu perbuat jadi taku mereka tau identitasmu yang sebenarnya?”
“Aku sudah membunuh Arshita.” Dia tertunduk lesu.
Mataku terbelalak mendengar ucapannya. Benar keterlaluan. Sahabat yang ku saying ternyata dibunuh oleh orang yang mengaku mencintaiku. Ingin kumarah dan mencekiknya namun kutahan demi misi balik menjebak dia.
Sebelum dating ke taman Begonia, aku sempat memasang kamera cctv yang berupa bopen di balik baju yang kukenakan ini. Hal itu tak disadari Fransiska. “Apa sih motifmu membunuh Arshita?”
“Aku sakit hati sama Langit. Dia itu jadi ganteng mirip Afgan berkat kacamata ajaib milik omku. Tapi apa balasannya? Dia malah menyakiti hatiku dengan memanfaatkan kamu doang. Aku nggak rela terluka dan dimanfaatkan orang lain. Makanya aku membunuh Arshita biar Langit menyesal.”
“Kalau kamu sakit hati kenapa kamu bebasin Langit penjara? Kamu juga kan yang menyewa tim Detektif Tiga Serangkai?”
“Itu karena aku pengen pahlawan di mata Langit. Aku pikir mereka nggak akan menginterogasi kamu.”
Terjawab sudah rasa penasaranku. Tapi masih ada satu pertanyaan lagi yan g mengganjal pikiranku. “Sekarang aku berada dimana?”
“Di rumah nenekku. Dulu kamu sering main ke sini, memang sih beberapa kamarnya sudah direnovasi makanya kamu nggak ngenalin ruangan ini.”
Sip. Semua yang dia katakana sudah terekam di cctv bentuk bolpen milikku. Kini saatnya aku melakukan misi kedua. “Fransisca, aku kebelet nih. Di sini ada WC-nya nggak?”
“Ada tuh.” Fransiska menunjuk pojok kamar. Segera aku ngacir ke WC itu.
Sesampai di WC, aku merogoh saku celana untuk mencari HP. Ternyata masih ada. Buru-buru aku keluarkan HP tersebut. Begitu HP di tangan, jari-jariku menari lincah mengetik pesan untuk Taufiq.
Taufiq, tolong aku! Aku lagi diculik Franco. Lokasi penculikannya rumah mewah bercat putih yang di dekat taman Begonia Bandung.
Detik berikutnya berjalan terasa lambat banget. Aku jadi mondar mandir tak jelas. Hati benar-benar gelisah campur cemas menunggu kedatangan Tim Detektif Tiga Serangkai. “Ayo dong, buruan dating sebelum Fransisca memindahkanku dari sini,” gumamku.
“Jangan bergerak. Saudara Franco anda sudah terkepung, karena telah melakukan penculikan terhadap saudari Chiara Alvina!”
“Kalian tau darimana aku berada di tempat ini?”
Terdengar gaduh dari luar WC. Aku bernapas lega akhirnya mereka dating juga. Buru-buru aku keluar dari WC. “Tentu saja dariku. Pak polisi, dia tidak hanya menculik saya tapi juga membunuh Arshita.”
Aku melepas cctv bebentuk bolpen yang menempel di baju. Kuserahkan benda itu ke Pak Polisi. “Semua bukti Franco pembunuh Arshita ada di benda itu.”
Fransisca menatapku nanar. “Chiara, kamu tega. Aku sudah mencintaimu sepenuh hati tapi kenapa kamu menjebakku seperti ini?”
“Aku tidak sudi dicintai oleh orang yang sudah membunuh sahabatku.”
“Kalau kamu mau marah, marah sama dia!” bola mata Fransisca tertuju kea rah Langit. “Coba aja kalau dia nggak memanfaatkanmu pasti Arshita masih hidup sampai sekarang!”
“Cepat bawa dia ke kantor polisi!” teriak sang komandan.
“Baik.” Dua orang polisi menyeret Fransiska keluar dari ruangan ini.
Aku mengulurkan tangan di depan Taufiq. “Terima kasih karena sudah menyelamatkan saya dari Fransiska.”
Taufiq membalas uluran tanganku. “Seharusnya kami yang berterima kasih karena kamu mau bekerjasama dengan kami.”
Tim Detektif Tiga Serangkai saling bertos ria. “Yeee … pecah lagi.”

Download Titik & Koma

* Available on iPhone, iPad and all Android devices