by Titikoma
1. Bumi Langit
Pagi yang tidak terlalu cerah SMUN Mutiara tampak masih lenggang dengan anak-anak yang tampak memakai baju abu-abu.
Sepertinya semua kelas masih sepi kecuali kelas dua IPS tampak cowok tinggi, agak hitam dan cungkring tengah menyapu. Bisa jadi dia sedang kebagian piket atau ada hal lain sampai-sampai dia datang pagi dan menyapu kelasnya sebelum teman-teman yang lain masuk.
Sementara jam dinding di dua IPS terus berputar sebentar lagi lima menit jam bel masuk dan tiba-tiba,”Aduh maaf-maaf aku datang terlambat, tapi yang penting kelas bersihkan?” suara khas Renata yang ringan dan riang tiba-tiba terdengar di antara nafasnya yang tersengal karena berlarian mengejar sampai ke kelas sebelum bel berbunyi.
“Penooo makasih ya sudah menggantikan aku piket, enggak rugi semalam aku keluarin pulsa untuk telpon kamu menggantikan aku piket. Maksih ya Penooo, jangan kapok lho! Soalnya aku memang sepertinya enggak bakalan bisa datang pagi untuk hmmm mengerjakan yang gak penting. Mosok aku harus menyapu dan beberes, bukan aku bangetlah! Terlebih biasalah banyak kegiatan yang buat aku rempong untuk bangun pagi,” oceh Renata seperti kereta tanpa rem tentunya.
Cowok yang dipanggil Peno tersenyum sambil mengangguk-angguk kaya kerbau dicocok hidungnya. Tapi teman-teman yang lain cuek saja tak mempermasalahkan, karena cowok yang dipanggil Peno alias nama lengkapnya Supeno Karyo memang jadi tukang suruhan anak-anak di kelas dua IPS.
Renata mendekati meja Supeno dan menaruh sekaleng kue kering sebagai tanda terima kasih.
“Ren, gak usah beneran! Aku ikhlas kok bantu kamu,” Supeno mengembalikan kue kering yang pastinya rasanya enak banget. Renata Putri anak konglomerat mana mungkin kasih ecek-ecek sama orang yang selalu menolong dirinya terutama menggantikan waktu piket, mengerjakan tugas, bahkan suruhan apa saja. Anehnya Supeno mau saja menjalankan semua yang Renata minta.
Yah begitulah, siapa yang tahu kalau hati Supeno memang tengah jatuh hati dengan pesona Renata gadis konglomerat yang maaf-maaf sombong karena memang berhak saja sombong dengan wajahnya yang jelita, kekayaan berlimpah, lumayan pintar, dan anak yang gampang berteman dengan siapa saja tapi suka pilih-pilih juga.
Tentu saja hanya hati Supeno saja yang tahu kalau dirinya benar-benar menyukai Renata karena kalau ada yang tahu bahkan itu semut sekalipun pastilah akan menertawakan dirinya dan mencibir habis-habisan.
Bagaimana tidak? Supeno dari keluarga miskin pas-pasan, ibunya janda tukang cuci apa saja di sekitar rumahnya alias pembantu rumah tangga. Untungnya Supeno yang suka dijuluki Si Kacung Kampret karena selalu jadi anak yang disuruh-suruh melakukan berbagai kerjaan oleh teman-temannya.
Otaknya yang pintar dan tenaganya cukup kuat mau disuruh-suruh apa saja oleh siapa saja yang membutuhkan kecerdasan dan tenaganya tanpa pamrih lagi. Tapi anak-anak kadang tahu diri kok, walau Supeno selalu menolak pemberian sebagai imbalan mereka tetap memaksa memberikan apa yang mereka punya sebagai uang lelah apabila Supeno memang membantu mereka.
Dan langganan tetap Supeno dan paling kerap meminta bantuan Supeno adalah Renata yang kadang baik-baik meminta tolongnya tapi kerap juga seenaknya kalau lagi enggak enak hatinya.
Pernah tengah malam Renata menelepon gara-gara belum mengerjakan Artikel Geografis Indonesia tertulis karena pelajaran yang diampu Pak Kuat yang terkenal horor, mau tidak mau Renata yang kerap malas mengerjakan artikel meminta Supeno mengerjakan tugasnya.
“Pokoknya aku gak mau tau Peno, besok Senin pagi artikel itu sudah harus jadi meskipun kamu minta bayaran seberapa pun. Untuk Kacung Kampret istimewa gak ada alasan tidak bisa mengerjakan artikel aku!” Renata seenaknya menyuruh Supeno dan memanggil terang-terangan dengan Kacung Kampret.
Peno antara sadar dan tidak sadar langsung mengambil kertas HVS dan mencoba menulis artikel Geografis Indonesia yang sempat dibaca di rental komputer, mana bisa hp jadul tanpa layarnya bisa mengakses internet.
Hp jadul butut satu-satunya barang berharga di rumah adalah milik bersama emaknya, adiknya Aimah untuk orang-orang menelepon saat mengorder emaknya untuk datang mencuci rumah ke rumah yang lain selain rumah tetap Tuan Hendrik dan Nyonya Rona papa mamanya Renata.
Ibu Laila emaknya Supeno jika sudah kelar di rumah Nyonya Rona masih menerima panggilan dari rumah ke rumah yang lain demi bisa menyekolahkan Supeno di SMUN Mutiara. Bersyukur sekali papa mama Renata selalu membantu pembayaran uang sekolah Supeno dan Aimah sehingga emak Laila semangat untuk bekerja di rumah Renata.
Lengkap sudah emaknya pembantu dan Supeno pun dapat julukan Kacung Kampret, seolah takdir sebagai orang bawahan memang berpihak pada dirinya.
Harapan emaknya setelah suaminya meninggal karena sakit TBC yang tak kunjung sembuh saat Supeno kelas 3 Sekolah Dasar dan Aimah TK B adalah bisa anak-anaknya tetap sekolah dan kelak bisa mendapatkan kehidupan yang lebih baik dari sekarang.
Ibu Laila tidak ingin anak-anaknya seperti dirinya hanya sebagai pembantu dan sebenarnya dirinya juga tidak ikhlas kalau Supeno dipanggil-panggil dengan sebutan CungPret yang ternyata singkatan dari Kacung Kampret.
Emak Laila sangat menyadari pentingnya sekolah buat Supeno dan Aimah maka demi mereka dirinya pun lebih mengutamakan uang yang didapat dari bekerja sehari-hari hanya untuk urusan sekolah. Tak sempat untuk membeli sekedar bedak untuk mengoles wajahnya yang masih ayu sesekali saja.
Bersyukur Supeno dan Aimah juga tumbuh menjadi anak-anak yang sangat pengertian dan paham akan keadaan mereka dan ibunya yang serba terbatas tapi selalu berusaha memenuhi kebutuhan mereka.
Kemiskinan membuat Supeno dan Aimah selalu mencoba mencari peluang membantu emaknya untuk mendapat tambahan. Seperti Aimah rajin membantu emaknya membawa cucian tambahan tetangga di rumah, sehari-hari Aimah tidak seperti remaja yang lain yang sibuk bergaul dan menikmati bermain ke mall, nonton, hang out, dan lain sebagainya. Aimah pulang sekolah segera berkutat dengan cucian-cucian, jemur-menjemur dan malamnya setelah belajar membantu menyetrika dan besoknya disempatkan mengantar baju-baju yang sudah bersih dan rapi pada tetangga-tetangga yang memakai jasanya.
Supeno dan Aimah juga belajar keras agar mereka terus bisa mendapat beasiswa. Supeno lebih banyak mendapat tambahan karena membantu teman-temannya yang kesulitan belajar dan dia juga membuka les-lesan buat anak-anak SD di rumahnya. Semua dilakukan demi bisa bertahan untuk sekolah dan memenuhi kebutuhan sehari-hari.
***
Di saat keluarga Supeno banting tulang demi mengumpulkan rupiah demi rupiah, keluarga Renata yang bergelimpang kemewahan sepertinya tak pernah tahu dan tak peduli pembantunya yang memiliki putra anak seumuran putrinya menghemat apa yang mereka dapatkan untuk bertahan hidup.
Renata tak pernah bekerja sedikit pun, dia bak putri yang semuanya diurusi oleh Bi Isah yang merupakan pembatu tetap di rumahnya, selain Bi Isah ada Teh Irma dan Bu Laila yang menjadi pembantu di rumah bertingkat dua. Ada Mang Darma sebagi sopir dan Mang Dawi sebagai tukang kebun.
Papa dan mamanya Renata jarang ada di rumah, mereka berdua sama-sama sibuk dengan aktivitas orang-orang kalangan atas.
Renata sebagai anak tunggal kerap kesepian, tapi uang yang selalu tersedia di ATM cukup menghibur Renata untuk mengusir kesepian dengan jalan kemana dia ingin. Paling Renata suka tentu saja mall, cafe, bioskop, dan tempat hiburan.
Urusan sekolah Renata tak terlalu peduli, dia tak harus berjuang keras agar bisa masuk perguruan tinggi negeri yang biayanya lebih murah dibandingkan kuliah di swasta karena sudah pasti papa mamanya tak ada masalah dengan keuangan.
Selama ada uang semuanya bisa teratasi jadi pikiran Renata semua bisa dibeli dengan uang, termasuk tugas-tugas sekolah Renata jarang dan hampir tidak pernah mengerjakan sendiri, Renata percaya sepenuhnya pada Supeno. Bahkan untuk urusan di luar mengerjakan PR, untuk urusan yang lain Renata sangat percaya pada Supeno. Bahkan piket pun Renata tidak mau mengikuti jadwal piket, dirinya meminta Supeno menggantikan dengan janji berbagai imbalan yang Supeno tidak pernah mengharapkan untuk diberi sebenarnya.
Ada yang Supeno simpan rapat-rapat dalam hatinya, jelas sekali Renata seenaknya kalau menyuruh berbagai kerjaan yang diinginkan pada dirinya tapi entah kenapa hatinya tidak pernah bisa menolaknya. Supeno sadar diri kalau ada yang salah dengan perasaan hatinya. Entahlah rasa yang hanya bisa dipendam karena ... langit dan bumi.
Renata bagai langit yang sulit digapai karena kekayaan dan kehormatan yang melingkupi dirinya sementara Supeno bagai bumi yang selalu di bawah langit. Sulit sepertinya langit dan bumi tidak mungkin bersatu selamanya. Dan memang akan sulit bersatu karena langit terlalu angkuh untuk digapai dan langit juga tidak mau tahu keadaan bumi, walau bumi sejatinya yang menjadikan dirinya ada di atas. Tanpa bumi pasti tak akan ada langit, semua hanya ruang kosong tak ada atas dan bawah.