kepentok kacung kampret
Kepentok Kacung Kampret

Kepentok Kacung Kampret

Reads
205
Votes
0
Parts
20
Vote
by Titikoma

10. Yogya-purbalingga

"Aku antar kamu Ren, kalau ada apa-apa kamu sendiri aku akan merasa bersalah," Peno meminta kunci yang Renata pegang.
"Kamu gak marah sama aku?" tanya Renata mencari tahu mengingat dirinya yang bersikap tidak baik pada Supeno sejak kasus pembacaan surat yang isinya curhatan hati.
"Aku gak bisa marah sama kamu dari dulu, aku harap kita bisa berteman saja dan hmmm lupakan curhatan yang waktu lalu kamu gak perlu takut aku masih mempunyai perasaan sama," jawab Supeno.
Renata mengangguk-angguk,"Hmmm baiklah berteman ok."
Renata menyodorkan jari kelingking dan Supeno membalas dengan menautkan jari kelingkingnya. Dan mereka sama-sama tersenyum.
"Jadi aku anterin ya sekalian aku juga kangen dengan rumahku di Purbalingga," kata Supeno lanjut.
"Oh rumah kamu di Purbalingga dipakai siapa?" tanya Renata.
"Aku titipkan pada Bu Rahma untuk dipakai kegiatan ngaji dan anak-anak paud belajar," terang Peno.
"Pen aku jatuh miskin dan aku tak tau hidupku setelah ini, aku gak bisa membayar kamu seperti waktu lalu jika minta tolong," terang Renata pelan.
"Teman baik tidak melihat sahabatnya dalam miskin dan kaya, aku akan selalu jadi teman kamu, jadi jangan merasa segan meminta tolong ya selama aku bisa membantu kamu," Supeno menatap lembut.
Renata mengangguk-angguk tersenyum tipis, lesung pipit yang membuat Supeno selalu ingat dirinya tampak jelas tergurat di kedua pipinya yang putih.
"Terima kasih ya ...." tulus Renata berkata.
“Iyaah ... sama-sama,” Supeno senang dengan sikap Renata.
"Udah siap jalan kita mau lewat jalur mana Ren, Selatan atau Utara?" Supeno bertanya sambil bepikir.
"Menurut kamu mana, ini hampir jam 4 sore sampai Purbalingga malam jam 10 an kalau normal.
“Ya udah Bismillah kita jalan ya, semoga tidak ada halangan dan lancar sampai ke rumahmu,” Supeno mulai mengendarai mobil Pajero sport milik Renata.
Sesaat masing-masing terdiam tenggelam dengan pikiran masing-masing. Renata menatap jalanan dan sesekali melirik ke arah Peno. Sementara Peno konsentrasi menyetir walau dalam hati juga bertanya-tanya kenapa bisa musibah itu mendadak menimpa Renata. Sepertinya bumi berputar kadang kita di posisi atas dan kadang di bawah. Bagai langit dan bumi seperti julukan mereka di waktu lalu. Bukan keinginan hati tentunya mengapa kita ada di posisi bawah.
"Pen kamu belajar setir mobil sejak kapan?" tanya Renata.
Hmmm sejak kapan ya? Sejak aku kerja di perusahaan kaos DogCat.
"Oh kamu kerja di perusahaan kaos yang terkenal itu, jadi apa di sana?"
“Seperti biasalah jadi apa coba tebak?” tanya Supeno tersenyum.
“Hmmm jadi sopir?” jawab Renata ngasal.
“Kenapa tebak sopir?” tanya balik Supeno.
“Ya karena kamu tadi bilang lagi sopirin bos kamu, jadi ya kamu pastilah jadi sopir di sana,” terang Renata, walau sebenarnya dia punya jawaban tepat tapi mau bilang jadi kacung kampret.
“Kamu pasti tahulah, aku kan selalu jadi kacung kampret dari SMU kelas satu kita satu sekolahan,” jawab Supeno tenang.
“Hmmm sopir juga kacung kampretkan?” tanya Renata membalikkan.
“Hmmm iya juga sihhh, gak beda jauh,” tak urung membuat Supeno tersenyum.
“Jadi benarlah jawabanku!” Renata mempertegas tak mau kalah.
“Iya benar, kamu mah selalu benar dan gak mau kalah,” tukas Sepeno.
“Enggak jugalah,” tolak Renata.
Tiba-tiba cerita masa lalu tentang teman, tentang guru-guru, dan perilaku temen-temen yang lucu-lucu menemani perjalanan Yogyakarta-Purbalingga.
Dan ternyata Supeno dan Renata bisa ngobrol dengan seru, sesaat Renata bisa melupakan kesedihan dan ketegangan yang tengah dialami.
“Kalau kamu ngantuk bobo saja Ren, aku setir sambil izin dengerin musik ya boleh?” kata Supeno melihat Renata menguap.
“Hmmm iya, kamu boleh kok nyalain musik. Aku ada beberapa CD lagu-lagu bisa temenin kamu setir. Oh ya kalau kamu lelah aku dibangunin saja, biar gantian aku yang setir Pen,” ucap Renata setengah terpenjam dan menyenderkan kepalanya pada bantal panjang bergambar Winny The Pooh.
“Siaap!” balas Peno santai.
***
Peno membuka salah satu CD ada kumpulan lagunya Kla Project, Dewa 19, Aqua, Savage Garden, Micheal Learn to Rock, dan beberapa grup musik mancanegara.
Kla Project menjadi pilihan Peno untuk menemani menyetir mobilnya yang tak terasa sudah dua jam perjalanan.
Pajero yang dikendarai satu jaman mulai lepas kota Yogyakarta, Supeno tak ingin menahan Renata untuk ngobrol banyak lagi setelah tahu sekilas kalau gadis ini tengah stres berat karena papanya siang ini masuk bui karena kasus korupsi dan mamanya yang kondisinya juga tak kalah menyedihkan karena syok membuatnya pingsan sadar berulang.
Sesekali Supeno memuaskan untuk menatap gadis yang sebenarnya sampai detik ini tetap menghiasi hatinya walau waktu lalu menolak dirinya dengan sangat menjatuhkan martabatnya.
Malam Minggu perjalanan menuju Yogyakarta ke Purbalingga selepas Yogyakarta melewati Kebumen dan memasuki Temanggung hampir tiga jam ditemani banyak lagu tidak membuat Renata terbangun. Gadis ini sepertinya sangat kelelahan sehingga sudah hampir dua jam terlelap dalam mimpinya di bantal empuk.
Hanya sesekali menggeliat tapi memilih terpejam lagi dan Supeno tak mau mengusiknya, sudah cukup berita yang dia tau dari cerita satu jam saat mereka pukul lima sore tadi memulai perjalanan setelah urusan pengobatan dan ganti rugi penabrakan becak selesai.
Supeno tak memikirkan uang dua juta tujuh ratus tadi dia pinjamkan buat Renata akan kembali atau tidak, yang jelas hatinya saat ini lebih mengkhawatirkan mental Renata setelah kasus penangkapan papanya.
Saat ini pun Renata sudah merasa ditinggalkan pacar dan sahabat-sahabat yang sepertinya selalu menemaninya. Supeno tak habis pikir Bernard, Beno, dan Diaz tega membiarkan Renata pulang sendiri dengan kondisi yang sangat terpuruk.
Diam-diam Peno bersyukur sore tadi dialah yang menemukan Renata saat kebingungan karena menyerempet tukang becak.
Dari jarak kurang lebih 100 meter tampak plang Rumah Makan Ani, Supeno tahu soto ayam di Rumah Makan Ani enak dan lezat menurut lidahnya dan juga keluarganya yang beberapa kali suka mampir ke sini jika pas pulang ke Purbalingga.
Jam menunjukan pukul 19.00 rasa lapar menyerang perutnya dan sepertinya Renata juga merasakan hal yang sama. Supeno memilih parkir di pojok pelataran parkir. Seperti biasa banyak mobil travel dan beberapa bis juga berderet parkir memenuhi area parkiran.
Rumah makan Ani selalu menjadi pusat kuliner pemakai jasa travel. Sejenak Supeno terdiam, melemaskan rasa penat, meluruskan kaki dan merentangkan tangan sesaat lalu menatap Renata yang sepertinya masih terlelap di dunia mimpinya.
Memuaskan diri untuk memandang gadis yang selalu menghantuinya selama ini walau sudah terpisah hampir tiga tahun lalu. Tapi tak sekali pun Supeno bisa melupakannya dan rasanya seperti mimpi sekarang dia bisa bersamanya lagi. Tak peduli dalam kondisi apa pun Renata Supeno selalu merasa bertanggung jawab dan harus melindunginya, walau mungkin akan selalu mendapatkan penolakan. Bukankah langit dan bumi memang tidak pernah bisa bersatu?
Renata bukannya tidak sadar kalau mobil sudah berhenti pada suatu tempat, sebenarnya kurang lebih satu jam dirinya hanya berpura-pura terpejam, dirinya masih merasa malu dan bersalah juga dihantui rasa canggung karena menerima pertolongan Supeno yang sudah secara tak langsung dirinya tolak di waktu lalu.
Diam-diam dia mencuri pandang dari samping dan mengingat waktu-waktu lalu segala kebaikan Supeno di waktu lalu yang banyak membantu mengerjakan tugas-tugas, piket, disuruh ini itu dengan tanpa pamrih. Gara-gara surat rasa suka yang ketahuan Beno dan dibaca keras-keras menjatuhkan harga diri Supeno apalagi berlanjut ciuman yang sebenarnya tidak sengaja dia lakukan yang sebenarnya bermaksud menolongnya.
Di amat-amati dari samping wajah Supeno sebenarnya manis, selama ini Renata tidak terlalu mengkhususkan untuk memperhatikan wajah Supeno dan hampir sejam semua kenangan waktu lalu hadir kembali.
Renata tau saat ini dirinya tengah diperhatikan oleh Supeno yang ternyata tidak juga membangunkan dirinya dari tidur setelah mematikan mesin mobil. Tak urung hatinya deg-degan belum pernah dia pergi seharian dengan cowok selain dengan Bernard dan gengnya. Ada juga pikiran negatif melintas takut Supeno balas dendam atas sikap dirinya makanya dengan cara pura-pura membantunya.
“Ren ... Ren ... bangun, kita makan malam dulu yuk. Aku lapar sekali,” Supeno membangunkan Renata pelan-pelan.
Renata pura-pura mengerjapkan mata,”Ehm kita sampai mana, sorry ya aku cape banget sampai tidur lama sekali.”
“Kita makan dulu ya, aku pernah mampir ke Rumah Makan Ani terkenal enak soto ayamnya. Ayo kita makan malam dulu baru lanjut ... yah 2 jaman kita akan sampai Purbalingga.”
“Tapi aku gak punya uang ....” mendadak Renata ingat dirinya tak ada uang lagi di dompet. ATM juga diblokir semua otomatis sepertinya.
“Udah kalau hanya untuk makan soto aku masih bisa bayarin Ren, tenang aja jangan dipikirin yang penting kita isi perut dulu kasian ini cacing-cacing di perut nih udah nagih jatah makan malam,” Supeno coba membuat Rani nyaman tanpa merasa dipaksakan untuk menerima ajakannya.
“Hmmm sotonya enak di sini Pen, kuah ayam dengan bihun, taoge segar, bumbu kecap manis ditambah dengan lauk perkedel, sate ati ampela, sate telur puyuh ... aku juga sangat lapar Pen sebenarnya, tadi siang aku baru makan terus melihat papa di tv langsung hilang nafsu makanku. Tapi sekarang aku lapar sekali,” kata Renata jujur.
“Sama! Ayo turun kita makan dulu!”
Tanpa banyak bicara lagi Renata merapikan rambutnya yang masai dan mengucir sekenanya. Dan menurut Supeno cewek tinggi, putih berparas ayu ini selalu membuat dirinya terpesona. Dan rasanya gak akan pernah tega membuatnya terpuruk sedemikian rupa apalagi dengan perlakuan pacar dan sahabat-sahabatnya yang sepertinya juga tak mau tahu masalah yang tengah dihadapinya.
“Aku ke kamar mandi dulu ya,” Supeno ingin mencuci muka dan tangan. Cukup penat juga tiga jaman menyetir mobil.
“Kamu pesan apa Pen, soto atau mau menu yang lain?” tanya Renata.
“Soto aja Ren, yang paling aku suka dan teh manis panas ya. Kamu kalau pengin menu yang lain pilih saja.”
“Oke,” Renata melihat menu yang tertera.
Dan menuliskan pesanan 2 soto dan 2 teh manis panas.
Bersamaan Supeno datang dari toilet, menu soto mengepul panas juga terhidang. Kepul soto mengguar dan tercium aroma percampuran kuah dan bawang putih goreng.
Rumah Makan Ani merupakan salah satu restoran kuliner yang sudah dikenal lama masyarakat Jawa Tengah khususnya Karesidenan Kedu dan sekitarnya. Buat yang melintasi Kota Temanggung – Kota Parakan melalui jalur Kedu letak rumah makan ini di jalur utama Wonosobo – Magelang sehingga mudah ditemukan. Lebih tepatnya di Jalan Raya Parakan Kedu km 02 Parakan Temanggung.
Nah untuk waktu yang diperlukan ke Purbalingga setelah sampai Parakan ini kurang lebih dua jam lagi.
Renata sudah semakin ingin tahu keadaan mamanya, barusan dia coba menghubungi telepon genggam mama tidak bisa dihubungi dan membuat Renata tidak tenang hatinya.
“Udah tenagin hati kamu, semoga mama baik-baik saja Ren. Berdoa ya,” Supeno memakan soto dengan lahap bahkan menambah satu mangkuk lagi.
“Tambah ya, dari siang kan kamu belum makan. Aku juga mau tambah nih!”
Renata mengangguk dan memang satu mangkuk masih kurang memuaskan perutnya yang sangat lapar, sesaat Renata menghilangkan rasa malunya karena benar-benar lapar dan lelah hati tepatnya.
Teh manis panas menghangatkan tubuh mereka dan mengembalikan energi yang hilang.
Saat Supeno membayar ke kasir, Renata izin ke toilet untuk mencuci tangan dan membasuh wajahnya.
Masih kurang lebih 90 km dan butuh waktu dua jaman untuk sampai ke rumahnya. Renata menawarkan untuk menggantikan Supeno menyetir tapi ditolak oleh Supeno.
“Sudah aku saja yang bawa mobil kamu, aku udah biasa kok perjalanan jauh ... Kacung Kampret gitu loh Ren, mana ada capenya,” canda Supeno dan tak urung membuat Renata tersenyum merah.
“Hmmm, iya terima kasih ya Pen, sepertinya waktu lalu sahabat kamu siapa tuh cewek tomboi yang kerap belain kamu dan melarang kita untuk suruh-suruh kamu ....” Renata lupa nama pada sosok cewek berambut cepak hitam manis yang selalu ada di dekat Peno.
“Siapa?” Peno mengernyitkan dahi.
“Ituu cewek yang selalu belain kamulah! Yang kerap ribut sama Hendrik ngebelain kamu ....” Renata menekan kata kamu di akhir kalimat.
“Oh ya ampun si Rindu, iya kenapa dengan Rindu?” Peno balik bertanya.
“Hmmm kayaknya aku harus setuju dengan Rindu kamu itu baik ... baik sekali, sekarang saja pacarku dan sahabat-sahabatku tak ada yang peduli dengan aku. By the way maafin sikap aku waktu lalu ya,” Renata tulus meminta maaf.
“Sudahlah aku gak pernah bisa marah ke kamu kok sebenarnya juga pada semua orang juga sih ....” Supeno tidak mau Renata merasa terlalu bersalah atas sikapnya terhadap dirinya di waktu lalu.
“Okay terima kasih bantuannya,” imbuh Renata.
“Iya sama-sama,” jawab Supeno dibuat sesantai mungkin.        

Download Titik & Koma

* Available on iPhone, iPad and all Android devices