kepentok kacung kampret
Kepentok Kacung Kampret

Kepentok Kacung Kampret

Reads
193
Votes
0
Parts
20
Vote
by Titikoma

14. Karma

“Sudahlah Ren, kamu harus bisa hadapi kenyataan, tolong jangan pernah berpikir untuk melakukan tindakan yang dibenci Allah. Seharusnya kamu tetap bersyukur, dikasih cobaan berarti Allah masih sayang dengan kita. Allah masih menegur kita,” nasehat Supeno halus, dan sepertinya manjur. Renata meneteskan air mata penyesalan, hatinya bersyukur karena tindakan cerobohnya diketahui oleh Supeno.
“Iya Pen, mungkin ini karma ya karena aku waktu lalu sangat sombong. Bisa jadi bukan aku saja, tapi papa dan mamaku juga sehingga saat jatuh banyak yang mensyukurin dan memandang kami rendah. Kamu seharusnya tidak berbuat baik padaku, kamu seharusnya seperti mereka yang menjauhi aku saja! Biarkan aku menerima karma ini sendiri!” teriak Renata.
“Tidak Ren, aku juga sama seperti kamu hanya orang biasa bahkan aku hanya kacung kampret. Tapi aku mau merubah nasib, makanya aku tetap berusaha untuk bisa kuliah dengan bekerja apa saja! Dan aku rasa kamu juga bisa. Hmmm kamu jangan merasa sendiri ya, walau aku hanya kacung kampret tapi aku akan selalu berusaha di samping kamu,” janji Supeno membuat Renata menjadi lebih tenang.
Apa yang baru dikatakan Supeno, sungguh membuat Renata merasa mempunyai kekuatan untuk mencoba bertahan dan bangkit dari keterpurukan.
“Janji?” Renata meyakinkan.
“Iyaaa, aku janji,” jawab Supeno tersenyum.
Dan entah kenapa senyum Supeno semakin hari, menurut Renata semakin membuat dirinya merasa kalau Supeno itu bukan wajah yang meyebalkan seperti waktu lalu. Sepertinya hati yang baik akan membawa aura wajah yang baik juga pikir Renata.
“Ya sudah aku pulang ya, hari ini lebih baik kamu istirahat. Kamu dapat jatah off kan karena Minggu kemarin kamu seharian full?” tanya Supeno.
Renata mengangguk.
“Belajarlah besok ada ujian Pengantar Bisnis 2, hmmm sebentar lagi sehabis semesteran biasanya ada pembukaan beasiswa. Kamu cobain ya semoga bisa jadi salah satu jalan memperingan beban kamu Ran,” info Supeno.
“Wah iya, Bu Asih juga menyarankan aku untuk coba jalur beasiswa Pen. Duh semoga ya,” tampak wajah Renata sangat berharap, membuat Supeno terharu diam-diam.
***
Renata sudah berjanji untuk tidak lagi mencoba hal yang merugikan dirinya sendiri, usaha bunuh diri sudah tak terlintas lagi. Sebenarnya dalam hatinya juga takut kalau melakukan perbuatan itu yang ada mamanya bisa anfal parah dan papanya semakin merasa gagal menjadi seorang ayah.
Renata sangat menyayangi papa dan mamanya, makanya harus bisa menjadi penyelamat buat mereka berdua. Keyakinan rasa sayang inilah yang mebuat Renata hampir dua bulan ini tak lagi menghiraukan segala ejekan, teror, hinaan dari orang-orang dulu dekat tapi saat dirinya jatuh malah mengejeknya, belum lagi ditambah Marreta dan Silva yang berusaha menjatuhkan dirinya terus menerus.
Rindu yang sepengetahuan Renata tidak menyukainya juga hanya bersikap acuh, tapi tidak pernah mengganggunya. Hanya sesekali wajahnya jutek dan kecewa jika Supeno lebih memilih dekat dengan dirinya di jam-jam istirahat juga lebih memilih dekat dengan dirinya.
Renata sudah berusaha menjauh diam-diam agar Supeno tidak mencarinya sehingga memberi kesempatan Rindu bisa menghabiskan waktu bersamanya di sela-sela jam istirahat saat menunggu jam kuliah yang lain seperti waktu lalu saat dirinya belum dekat dengan Supeno.
Dari kejauhan Renata sendu memandang Rindu yang sangat bahagia di kantin karena bisa bersama Supeno hari ini. Tapi Renata sadar tanpa sepengetahuan Rindu sepertinya Supeno gelisah mencari dirinya. Karena tak berapa lama Supeno mengirim pesan menanyakan keberadaannya di mana.
“Ren, kamu dimana sih? Ke kantin dong susul aku dan Rindu. Aku traktir donat hangat gula halus nih kesukaan kamu.” SMS Supeno.
Renata menjawab, “Aku balik ke kostan bentar, ada yang tertinggal buku aku.” Jawab SMS Renata berbohong.
Renata sadar kalau Rindu mencintai Supeno dari awal semester, karena selalu Rindu yang membela Supeno setiap ada di antara teman-teman kuliah yang merendahkan atau hanya akan memperalat Supeno.
Rindu itu tahu pasti teman-teman yang hanya mau memanfaatkan Supeno, termasuk dirinya di waktu lalu yang diam-diam juga ikutan mem-fotokopi diktat Supeno setiap ujian semester. Dan hasilnya memang ampuh IPK dirinya di atas tiga koma, tepatnya 3.45 maka Bu Asih menyarankan dirinya untuk mencoba beasiswa.
Renata bersyukur sekarang dirinya dekat dengan Supeno tak perlu lagi dirinya sembunyi-sembunyi mencuri catatannya karena setiap ada kesulitan berdua langsung membahas .
Tidak ada lagi Bernard, Bano, dan Diaz yang mengajak hang out, jalan-jalan week end, atau makan-makan menghabiskan uang, membuat Renata jadi bisa fokus bekerja sebagai cleaning service dan sisa waktunya untuk belajar. Untuk hal dua ini saja sudah sangat melelahkan Renata sudah tak kepikiran lagi untuk bersenang-senang.
Yang lebih membuat Renata tenang dan sangat bersyukur, kabar mamanya yang sehat dan sudah bisa menerima musibah ini. Mama sangat senang tinggal di rumah Supeno, karena Ibu Hajah Nena mengajarinya mengaji dan melihat setiap hari keramaian anak-anak belajar mengaji membuat hatinya senang dan lebih tenang.
Terlebih oleh Supeno juga diizinkan untuk bertanam di depan dan belakang rumah yang ada halamannya cukup luas. Mama Rona menghabiskan waktu dengan menanam berbagai macam sayuran dan berbagai anggrek.
Sesekali memasak sayuran dari hasil tanaman sayur yang sudah bisa dipetik, lalu membuat sayuran dan dibawa ke penjara setiap Sabtu menengok papanya.
Renata bersyukur kedua orang tuanya bisa cepat beradaptasi dengan keterpurukan, sungguh dirinya sangat menyesal dan tak akan bisa memaafkan dirinya lagi jika waktu lalu jadi meminum cairan pembersih kloset dan menjemput kematian dengan tragis. Tentu akan membuat mama dan papa bisa semakin terpuruk dan putus asa, apalagi dirinya anak tunggal mereka satu-satu harapan dan kebahagiaan papa mama.
Renata jadi bersemangat belajar karena minggu depan ujian semester, Renata sudah meminta Lina, Lara, dan Ratih mau bertukar jadwal jaga. Cukup mudah bekerjasama dengan mereka, terlebih Renata mengikhlaskan mau jaga full time di Sabtu dan Minggu yang tak ada kuliah sementara mereka bisa liburan.
Bahkan sambil bekerja di sela-sela jam istirahat Renata sibuk dengan diktat dan materi kuliah, harapannya bisa segera mengantongi ijazah Sarjana S1 dan mendapat pekerjaan yang layak sehingga bisa mandiri dan bisa hidup bareng mamanya jika papa harus bertanggung jawab entah berapa tahun mendapat hukuman penjara.
Renata juga mempersiapkan berkas-berkas yang diperlukan untuk mengajukan beasiswa semester depan, ternyata diperlukan nilai-nilai semester 1 sampai 3 untuk mengajukan salah satu persyaratan beasiswa.
Dan terpenting adalah semester 4 dan semester-semester selanjutnya adalah terus mendapatkan nilai-nilai yang bagus. Renata bertekat bisa selesai dalam empat tahun dan ini sudah separuh jalan.
Supeno diam-diam selalu mengawasi aktivitas Renata dan perkembangan dia bekerja sebagai cleaning service.
Dua bulan Renata dengan susah payah tetapi menunjukan kesungguhan bekerja, keluhan-keluhan mulai berkurang sebaliknya lebih banyak diam dihabiskan membaca diktat-diktat kuliah. Dan perubahan sikap Renata sebenarnya membuat Supeno semakin jatuh cinta dalam diam.
Supeno tak mau menceritakan siapa dirinya yang sebenarnya juga sangat sibuk karena ayahnya banyak sekali mendelegasikan bisnis padanya. Mau tak mau ini menjadi tanggung jawab dan beban yang tidak ringan juga buat Supeno, di samping dia juga harus memperhatikan Renata agar jangan sampai lengah melakukan usaha bunuh diri seperti dulu.
***
Selepas bekerja kadang Renata jalan-jalan ke seputar mall mencari informasi siapa tahu ada lowongan pekerjaan yang lebih baik.
Dan baru saja Renata mendapat info dari Ratih kalau dirinya mau jadi SPG rokok maka akan bisa dapat uang banyak dalam semalam.
Ratih memang sebulan ini mengundurkan diri menjadi cleaning service dan tiba-tiba menghubungi dirinya memberikan informasi pekerjaan sebagai SPG rokok di cafe Butterfly.
“Ren, kamu tinggi, cantik, pintar, dan menarik hmmm Om Ricky pasti mau menerima kamu sebagai anak buah untuk jadi SPG rokok. Lumayan Ren semalam bayarannya seperempat kamu jadi cleaning service, coba kamu hitung untuk bayar SPP kamu tertutup,” terang Ratih yang sekarang ber make-up padahal sebelumnya Ratih tidak pernah penampilan dengan make- up mencolok seperti sekarang. Sore ini juga Ratih tampil dengan kaos ketat, jeans rok pendek, dan sepatu kets yang masih tampak baru.
Renata dulu terkadang juga tampil seperti Ratih, tapi pada dasarnya dirinya tidak terlalu suka juga tampil feminim sekali. Kebanyakan dia terbawa dua sahabatnya yang feminim sekali waktu lalu Diaz dan Clara saat SMU yang suka mengajak belajar menjadi model. Dan sempat ingin terjun ke model, tapi tak jadi karena Bernard juga melarang.
“Aku belum tau Tih, aku pikir-pikir dulu ya,” jawab Renata ketika Ratih mengajak pindah dan menjadi SPG rokok seperti dirinya.
“Eh enak lagi kerjanya, gak akan ganggu kuliah kamu Say, soalnya bisa shift malam dan sampai jam dua pagilah. Seminggu honor akan turun. Turun honornya cepat, gak kaya cleaning service bayaran gak seberapa tapi lama dapatnya sebulan sekali! Aku langsung abis buat bayar hutang kost dan makan saja. Mana bisa kau beli barang-barang bagus seperti sekarang,” cerocos Ratih dan tampaknya sangat menggiurkan.
“Aku pikir-pikir dulu Tih, lagian aku gak enak keluar begitu sajalah. Aku gak enak dengan Supeno yang sudah cariin aku kerjaan ini,” terang Renata.
“Supeno cowok kamu yang katanya sopir di perusahaan kaos DogCat itu?” tanya Ratih.
“Bukan cowok aku, dia sahabat aku,” jelas Renata.
“Tapi cocok sih jadi cowok kamu, yang satu cleaning service dan satunya sopir, terus sama-sama kuliah, dan cocoklah kalau jadi pacar saja. Sama-sama dari bawah gitu ceritanya,” jelas Ratih sambil tersenyum antara menggoda atau mengejek. Tak jelas!
“Maksud kamu apa? Enggak jelas,” jawab Renata kesal.
“Ren, mending sih kamu cepetan cari cowok yang mapan deh! Wajah kamu tuh cantik! Kamu enggak seharusnya jadi sekedar cleaning service. Kalau mau ayooo coba seperti aku,” Ratih kembali mengajak Renata.
“Nanti aku pikirkan, eh tuh Supeno udah datang. Aku balik dulu ya. Nanti aku kabarin, toh boleh kan aku tetep kerja jadi cleaning service tapi cobain jadi SPG rokok?” ulang Renata.
“Iya, bisa diatur nanti sama aku dan Om Ricky,” jawab Ratih.
***
“Kira-kira gimana Pen? Kalau aku coba dua pekerjaan sekaligus? Aku butuh uang banyak dalam sebulan ini kan harus bayar SPP dan tahu sendiri aku hitung-hitung masih kurang banyak nih,” ungkap Renata akan tawaran kerja dari Ratih sebagai SPG rokok.
“Ren, SPG rokok itu banyak godaannya. Aku takut saja kamu dapat masalah kerja malam-malam dan aku gak bisa jagain kamu terus kalau kamu ternyata harus kerja malam sampai pagi. Kita kan perlu istirahat juga,” terang Supeno yang keberatan dengan keinginan Renata kerja dobel.
“Tapi aku perlu uang Pen!” Renata agak kesal memaksa.
Supeno tahu benar dunia kerja malam jadi SPG rokok. Renata akan memakai baju seksi, didandanin, dan juga harus bisa menawarkan rokok pada kaum pria. Terutama produk yang Renata jual adalah produk yang hitungannya produk tidak sehat. Rokok!
“Atau aku keluar jadi cleaning service dan full saja kerja malam jadi SPG rokok?” Renata memberikan pilihan.
Supeno tahu persis watak keras Renata kalau sudah ingin atau penasaran maka akan dia kejar dan coba. Sepertinya sudah memberitahu kalau kerja SPG rokok itu akan banyak godaan, lelah, belum lagi bau asap rokok yang setahu Supeno Renata gak suka dengan bau rokok. Supeno tahu yang dalam pikiran Renata adalah dapat uang cepat dirinya tak pusing harus cari pinjaman.
“Sepertinya kamu kalau sudah ada kemauan akan susah di bendung Ren, aku gak bisa menghalangi kemauan kamu. Hanya saja kamu harus hati-hati ya, memang benar honornya besar tapi resikonya juga besar. Kamu perlu hati-hati saja,” ungkap Supeno yang berat hati mengizinkan Renata untuk menjadi SPG produk rokok.
“Makasih ya Pen, kamu memang sahabat yang paling baiiiiik,” tak sadar Renata memeluk Supeno. Dan membuat Supeno berdehem.
“Hem, Ren ....” Supeno mengingatkan.
“Eh maaf, saking senangnya dapat izin dari kamu,” tak urung wajah Renata merona merah.
“Sebenarnya sih aku kurang setuju Ren, tapi siapa sih yang bisa menghalangi kemauan Renata Precilia kalau sudah punya kemauan?” Supeno antara memelototkan mata dan memonyongkan bibir.
“Iya aku tahu, aku akan jaga diri. Tenang saja!” ungkap Renata.
Dan Ratih sangat senang karena Renata mau mencoba pekerjaan yang dia tawarkan. Mana Renata sadar, kalau Ratih mendapat imbalan jika bisa mencari teman yang mau menjadi SPG rokok ke Om Ricky sebagai HRD penyalur kerjaan istilahnya.
Om Ricky sesaat tak berkedip saat Renata menyodorkan surat lamaran kalau Ratih gak batuk-batuk dibuat-buat.
“Huk! Huk! Om Ricky itu aplikasi Renata, dibaca dong! Malah terkesima gitu!” tegur Ratih cuek.
“Oh ya, diterima .... udah diterima, Ratih kamu ajarin Renata nanti malam ya!” jawab Om Ricky yang tak urung menahan malu juga, karena terpesona dengan kecantikan Renata.
“Nah ini baju kamu Say, seksikan? Dan kamu bisa pakailah make up aku soalnya memang harus berdandan agak tebalan biar gak pucat di malam hari,” jelas Ratih.
Renata mengganti pakaian biasanya dengan baju atasan dan bawahan kombinasi silver dan merah. Atasan tanpa ketek pas di atas perut, sedikit menampakan perutnya yang rata dan celana panjang ketat dengan bawahnya model cutbrai. Ratih sibuk memoles wajah Renata agak tebalan, dan jam 21.00 adalah waktu untuk standbay di cafe Butterfly.
“Kamu ikutin gaya aku aja, cara menawarkan rokok gimana ke mas-mas, om-om, atau wanita yang berkunjung ke cafe. Jangan malu-malu loh! Om Ricky itu banyak anak buah yang mengawasi kerja kita,” lanjut Ratih.
“Benar kata Supeno, duh aku merasa risih dengan pakaian ini mana harus sok percaya diri, ini seperti mau marching band saja dan aku jadi mayoret!” gerutu Renata yang merasa tak nyaman dengan baju kerjanya yang mencetak tubuh tinggi rampingnya.
Awal Renata merasa risih dan kaku menawarkan rokok pada kaum pria yang beraneka macam gayanya. Ada yang cuek habis, mendiamkan, baik, ramah, dan berlebihan colek-colek mulu meminta dinyalakan rokoknya dengan korek api yang Renata pegang. Dan tanpa bisa dicegah Renata juga bersin-bersin bau asap di sekitarnya, rasanya dirinya jadi sesak nafas.
Tapi ingat honor permalam yang akan diterima setiap Sabtu, Renata bertahan sekuat hati dengan berbagai macam perlakuan yang cenderung biasa tapi ada juga yang cenderung kurang ajar pada dirinya.
Dan tanpa sadar tiba-tiba ada yang menepok pantatnya. Om-om yang memang sudah resek dari tadi bolak-balik matanya kedip-kedipin Renata walau Renata sudah bersikap masa bodoh.
Masih sabar dilayanin minta beberapa kali rokok yang ada di bibirnya minta dinyalakan dengan korek api yang Renata pegang.
Dan sekarang kelakuannya tambah menyebalkan berani tepok pantat Renata yang membuat Renata menjerit, “Issh kurang ajar!” dan “Gaplok!” tanpa sadar Renata menampar keras-keras wajah om gendut bermuka mesum membuat Renata marah.
“Hai kurang ajar, berani sekali kamu! Belum tahu siapa saya!” om gendut itu marah bukan main dengan sikap Renata.
Dan langsung menjambak Renata, yang mencoba melawan dan anehnya Om Ricky juga gak berani melerai. Renata sudah mau menangis karena jambakan yang gak dilepas, pas genting tiba-tiba.
“Hai, lepaskan atau ....”
Tanpa diduga Supeno datang dan langsung memukul om bertubuh gendut yang jatuh tersungkur, lalu tanpa banyak bicara menarik tangan Renata.
“Ayooo cepet kabur!”
Spontan tangan Renata yang ditarik Supeno untuk kabur, terseret-seret tapi mengikuti Supeno berlari. Berdua langsung naik Freed putih dan Supeno segera tancap gas, sebelum mereka dikejar karena beberapa pria sudah mengejar dan meneriaki Renata dan Supeno.
Untung mereka sudah di dalam mobil ketika beberapa botol-botol kaleng di lempar ke mobil Freed putih yang Supeno kendarai.
“Cepet Pen, kebut takut mereka mengejar!” Renata panik.
Kakinya baru terasa nyeri karena tadi dia tanpa sadar lari terbirit-birit dengan hak tinggi.
Setelah cukup jauh, Supeno memarkir mobilnya di Alun-alun Kidul, yang masih ada beberapa pasangan turis asing tengah mencoba peruntungan di beringin kembar.
Oh ya mereka yang ke sana pun selalu penasaran ingin memecahkan misteri pohon beringin kembar yang tumbuh gagah di Alun-alun Kidul. Gampang sekali untuk menjawab rasa penasaran tentang mitos itu. Biasanya traveler gantian berjalan melewati dua pohon beringin kembar itu. Rupanya itu menjadi sebuah permainan seru yang disebut Masangin.
Hal itu diyakini untuk mengalap berkah dan meminta perlindungan dari banyaknya serangan musuh. Dari situlah mitos mulai berkembang. Kalau bisa melintasi dua pohon beringin kembar itu dengan mata tertutup, semua permintaan kita akan dikabulkan.
Supeno mengajak Renata turun, dengan terpincang-pincang Renata mengikuti Supeno yang memilih ke salah satu sudut alun-alun di situ ada bapak-bapak tua yang berjualan beberapa minuman dan makanan.
“Pak nyuwun wedang ronde kalian jagung bakar kalih, inggih,” kata Supeno.
Renata melepas sepatu high hill pinjaman Om Ricky yang memang agak kesempitan. Dan benar kedua jari kakinya jadi bengkak.
“Huuuuh sssst, sakit,” keluh Renata yang memilih cuek setelah sadar dia masih pakai baju yang berwarna ngejreng untuk ukuran duduk lesehan di tanah jelang pukul satu pagi.
“Hmmm kamu Ren, kamu tahu siapa orang yang kamu tampar tadi?” tanya Supeno tiba-tiba.
Renata dengan polos menggeleng kepala.
“Itu kepala preman, kamu bisa bermasalah panjang dengan dia. Sekarang kamu harus hati-hati bisa saja dia dendam dan melihat kamu, aku takut kamu akan dicelakai,” terang Supeno yang menyadarkan dirinya jadi ada masalah baru dengan sosok ketua preman yang ditakuti. Walau bisa saja dirinya bernegosiasi karena dirinya sebenarnya kenal baik dengan Om Plontos, tapi tadi dirinya tak terima Renata dijambak sampai kesakitan.
“Kamu enggak apa-apa Ren?” Supeno tersadar menanyakan keadaan Renata yang ternyata wajahnya pucat pasi dan juga tampak kelelahan. Supeno tahu hari ini Renata full shift cleaning service dan lanjut untuk jadi SPG Rokok karena bujukan Ratih.
“Maaf Pen, harusnya aku dengar omongan kamu, aku gak bisa tahan diri tadi! Orang gundul itu sangat menyebalkan, minta ini itu ... selama batas kesopanan aku layani. Tapi tadi dia sangat tak sopan main tepuk belakang aku!” Renata emosi.
“Aku tahu, aku sudah di cafe itu dari awal kamu datang. Perasaanku selalu tak enak kalau kamu akan ada apa-apa, dan perasaan aku benar,” jelas Supeno, membuat Renata menatap pias wajah Supeno.
Ya Renata tahu, papa dan mamanya menitipkan dirinya pada Supeno jadi semacam tanggung jawab moral bagi Supeno. Renata tahu Supeno sangat mengkhawatirkan keselamatan dirinya, dan ini membuat Renata merasa bersalah akan sikap dirinya waktu lalu.
“Maafkan aku ya Pen, aku selalu menyusahkan kamu. Harusnya hukum karma ini tidak membuat kamu jadi terlibat jauh di kehidupan aku,” kata Renata lirih.
“Hai sudahlah! Jangan bersedih, sesama kacung kampret dilarang saling menyalahkan! Apalagi bersedih!” Lagi-lagi Supeno selalu menghibur Renata. Supeno tak mau memojokkan Renata.
“Sudah nanti kita pikirkan jalan lain, ayo minum wedang rondenya dulu, enak hangat-hangat,” Supeno menyeruput wedang rondenya, sementara Renata pelan-pelan meminumnya.
Sesaat masing-masing terdiam dengan pikiran sendiri. Supeno bersyukur tadi dirinya memutuskan ke cafe Butterfly hari pertama Renata mencoba menjadi SPG rokok dan ternyata apa yang dikhawatirkan adanya kejadian yang tidak enak, terjadi juga.
“Pen kok kamu naik mobil Freed ini, kamu gak sempat pulang ya?” tanya Renata, saat Supeno mengantarkan pulang ke kostannya.
“Aku tadi habis mengantarkan Tuan Saputera ke bandara jadi mobil aku bawa dulu. Besok sore buat jemput beliau lagi,” jawab Supeno berbohong. Andai Renata tahu di dompetnya STNK mobil tersebut atas nama dirinya, karena memang pemberian ayahnya atas usaha kerja keras Supeno ikut memajukan bisnis ayah tirinya.
“Ren, jangan pernah menganggap dirimu tengah menerima karma. Hmmm hari ini sangat melelahkan, besok-besok kita obrolin apa yang menjadi masalah buat kamu ya,” kata Supeno halus.
Renata terdiam memandang jalanan yang lenggang di kesunyian jelang pagi sepanjang Alun-alun Kidul menuju kostan di daerah Condong Catur.
“Terima kasih Peno, maafkan aku ....” Renata melepas kepulangan Supeno dari pintu kostannya yang sudah senyap, jam sudah menunjukkan pukul tiga pagi.

Download Titik & Koma

* Available on iPhone, iPad and all Android devices