by Titikoma
20. Kepentok Cinta Kacung Kampret
Tak ada satu pun yang tahu keberadaan Supeno, Renata merasa bersalah selama ini dia tak pernah tahu di mana Supeno tinggal. Benar-benar Renata merasa bersalah, minggu depan adalah waktu untuk wisuda, tapi Supeno tak juga kelihatan padahal dirinya juga sudah mendaftar wisuda.
“Rindu maaf kira-kira kamu tahu di mana Supeno?” Renata memberanikan diri bertanya pada Rindu yang sebenarnya Renata hindari. Dirinya tahu kalau Rindu tak suka dengan dirinya ditambah Supeno juga tak memilih Rindu untuk jadi teman dekatnya, seolah dirinyalah penyebab kegagalan cinta Rindu.
“Aku gak tahu dan aku gak lagi mau tahu sahabatku kenapa-kenapa sejak dia jujur kenapa tidak bisa mencintai aku karena katanya hati dia sudah direbut gadis yang dicintai dari pertama kali sejak di SMU, entahlah siapa dia?” jawab Rindu sepertia biasa jutek. Jutek yang Rindu buat-buat sebenarnya.
“Oh ....,” Renata tersadar sebuah kesalahan dan bisa jadi kebodohan. Betapa naif dirinya terhadap Supeno yang sudah banyak berkorban untuknya.
“Tunggu Ren! Ini Supeno sempat menitipkan barang-barang yang katanya barang kesayangan kamu untuk dikembalikan ke kamu, aku gak ngerti isinya apa, lagipula buat apa aku perlu tahu! Nih! jadi sudah selesai urusan aku dengan kamu!” Dan Rindu pergi begitu saja sambil meransel tas kuliahnya. Tanpa sempat Renata mengucapkan terima kasih.
Tapi tiba-tiba Rindu berbalik ...
“Oh ya Ren, satu lagi sebaiknya kamu jangan mempermainkan orang yang sudah sangat sayang padamu dengan tulus, aku gak terima sahabatku tersakiti hatinya!” Dan Rindu benar-benar berlalu dengan cepat kali ini.
Renata terpekur memilih duduk di bangku taman kampus, baru sadar penjelasan Ratih semalam, demi menyelamatkan dirinya dari siksaan anak buah Om Plontos ternyata Supeno memenuhi permintaan Om Plontos sejumlah uang yang besar.
Dan ternyata bungkusan kado yang dititipkan Rindu saat Renata buka adalah barang-barang kesayangan yang waktu lalu minta tolong ke Supeno untuk dijual demi melunasi hutang-hutang dirinya. Ternyata Supeno tak menjualnya karena tahu jam-jam dan perhiasan-perhiasan ini adalah barang kesayangan pemberian papa mamanya.
Saat ini Renata ingin sekali bertemu Supeno. Renata ingin minta maaf dan mungkin sekalian pamit, karena kemarin dirinya sudah tanda tangan kontrak kerja untuk mutasi ke Bandung menjadi Manajer Marketing Pemasaran Kencana Residence setelah wisuda.
Tapi Supeno seperti hilang tanpa jejak dan tak satu pun yang Renata tanya memberikan informasi keberadaannya. Sepertinya semua tak ada yang mau memberitahu di mana keberadaan Supeno, mungkin mereka tahu kalau selama ini dirinya hanya memperalat Supeno istilahnya untuk membantu dirinya yang tengah kesulitan. Padahal Renata tak pernah berniat mengerjain Supeno sejak pertama kali mereka baikan. Sejak Supenolah yang menolong dirinya mau mengatar pertama kali pulang ke Purbalingga dua tahun lalu tak terasa berlalu.
Dan dua tahun terlewati tak ada perasaan yang berubahkah? Mungkin waktu lalu saat dirinya senang karena Bernard mengajaknya kembalian tak terlintas sedikit pun akan perasaan Peno. Tapi ketika sudah tak terasa 3 minggu tak lagi bertemu Supeno, Renata merasa kehilangan.
Tak ada yang mengingatkan belajar, makan siang, istirahat, mengajak makan, dan antar jemput pulang kerja. Tak ada canda tawa, senda gurau, kuliner makanan Yogyakarta, berdiskusi apa saja, masak bareng, menghabiskan sore dengan motor bebek tuanya, dan mendengar mimpi-mimpinya setelah selesai S1.
Hal-hal sesederhana ini tak akan ditemui pada diri Bernard. Renata pun telah memutuskan untuk tak kembali lagi pada Bernard. Sepertinya Bernard hanya sesaat terbawa emosi ingin kembali dengannya, bisa jadi sedang ada masalah dengan pacarnya sehingga ingat dirinya. Ataukah kekaguman sesaat Bernard karena dirinya bukanlah gadis yang cengeng tapi gadis yang berubah menjadi gadis berprestasi, tegar, dan mandiri.
Bernard tidak tahu perjuangan dirinya? Usaha Supeno yang selalu mengingatkan dirinya untuk tabah menghadapi kesulitan finansial, cibiran, pelecehan waktu jadi SPG Rokok, dan tak mempunyai teman yang mau bersamanya dalam kemiskinan.
Renata baru sadar,”Hanya Supeno!” ya tiba-tiba dirinya serasa tertampar dengan kecuekan sikapnya pada Supeno. Padahal Supeno sudah menerima dirinya apa adanya, bukan Renata yang gadis kaya raya, tapi gadis yang tengah bangkit dari keterpurukan.
“Peno kamu di mana sih? Semoga sebelum aku berangkat ke Bandung kita bisa ketemu?” Renata bergumam.
Renata menatap cincin, gelang, kalung, dan jam yang merupakan barang kesayangan kembali lagi pada dirinya.
“Aku akan mengembalikan semua uang yang aku pakai, untuk menggantikan ganti rugi Supeno,” niat hati Renata.
***
“Lulusan terbaik dengan predikat cumlaude adalah Renata Pricilia dengan IPK 3,96 dari Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen,” suara mc wisuda Universitas Pembangunan Bangsa dengan semangat.
Renata yang tampil dengan memakai toga dan polesan make up yang tipis tampak sangat cantik. Mama Rona sangat terharu dengan prestasi Renata, terlebih seminggu lagi Renata sudah harus ke Bandung. Sepertinya belum selesai rasa kangen dengan putri satu-satunya yang sudah tumbuh mandiri karena kasus suaminya.
Acara wisuda berlangsung hikmah dan semua wisudawan dan wisudawati memanvarkan wajah-wajah ceria, entahlah luls dengan nilai IPK berapa pun yang jelas tampak wajah-wajah lega karena mentuntaskan S1 mereka.
Mama Rona datang ditemani Ibu Hajah Nena dan Murni yang sebenarnya juga ingin ketemu Supeno untuk mengucapkan selamat atas kelulusan S1 Ekonomi Manajemen. Mereka pun kecewa karena Supeno tak ada kabar berita kenapa tak mengikuti acara wisuda yang seharusnya merupakan hari yang membahagiakan dan kemenangan.
“Selamaaat ya Renaa,” sambut Mama Rona mencium pipi Renata, disusul dengan Ibu Hajah Nena dan Murni yang ingin jalan-jalan menikmatii Yogyakarta.
“Sayang sekali Mas Supeno kok gak ikut wisuda ya, aku juga coba emnghubungi hampir sebulan ini enggak bisa. Kalau Aimah adiknya masih bisa sih, cuma gak menginformasikan apa-apa juga tentang keluarga mereka,” kata Murni.
“Oh kamu punya nomor telepon Aimah ya adik Supeno, boleh dong share ke aku. Aku juga gak tau ada apa dengan Supeno? Terakhir dia mengantar aku sehabis kerja sebulan lalu dan terus hilang gak ada kabar juga. Aku sudah ke counter dia bekerja juga gak ada yang tahu katanya, padahal aku mau menginfokan acara wisuda dan kedatangan kalian juga,” terang Renata.
“Mungkin Mas Supeno lagi sangat sibuk, akhir tahun biasanya Mas Supeno banyak laporan yang harus diberikan ke bapak tirinya Mba. Mas Supeno sepertinya tangan kanan bapak tirinya,” terang Murni.
“Bapak tirinya?” tanya Renata bingung, dia benar-benar merasa malu sebenarnya dengan ketidaktahuan yang sangat banyak akan diri Supeno.
“Ya ampuun, ternyata aku memang sangat egois Mah .... aku enggak pernah ngerti dan yang salah terbesar enggak pernah mau tahu sehingga membuat aku enggak pernah bertanya kehidupan Supeno yang sebenarnya,” tiba-tiba Renata curhat terhadap tiga perempuan yang sekarang di dekatnya karena ingin merayakan kebahagiaan dirinya bisa lulus kuliah dengan segala permasalahan.
Ibu Hajah Nena lebih memilih diam, dirinya diingatkan oleh Supeno memang untuk tidak bercerita keadaan dirinya yang sebenarnya, tapi kalau Murni sulit untuk tidak berbicara apa yang dia tahu.
“Ya ampuuuuuun Mba Renata gimana sih, mosok enggak tahu Mas Supeno yang sebenarnya, Mas Supeno kan pacar Mba dan sangat sayang lho sama Mba,” celetuk Murni.
“Maksud kamu apa ya Mur?” tanya Renata curiga.
“Ya ampuuun, memang Mas Supeno gak pernah bilang kalau dia cinta sama Mba, trus kalau bukan karena cinta, sayang buat apa Mas Supeno bela-belain untuk selalu dekat dengan Mbak Rena dan membantu setiap Mba Rena mendapat masalah. Mba Renata gak peka amat sih!” sindiran Murni yang dua tahun umur dibawah Renata membuat Renata tertampar! Merasa begitu bodoh dirinya, padahal sebulan ini dirinya juga merindukan sosok yang hangat itu sebenarnya. Ataukah dirinya takut kepentok cinta si Kacung Kampret yang hampir empat tahun lalu ditolaknya?
Wajah Renata memerah.
“Sudah-sudah Murni jangan buat Renata malu, terpenting sekarang kita cari tahu aja yaa ke mana Supeno, sekarang kita balik ke penginapan nanti urusan Murni aja mengkontak Aimah dan menginformasikan kita sudah di Yogyakarta dan ingin bersilaturahmi dengan ibu bapaknya Supeno. Ibu juga kangen sekali sama Laila. Laila itu teman akrab Ibu dan sama kaya Supeno orangnya baiiiiiiik sekali, makanya Ibu bersyukur sekali ketika Saputera yang sekarang jadi bapak tirinya Supeno melamarnya. Kasihan mereka sudah saling mencintai tapi, cinta mereka terhalang oleh orang tuanya Saputera yang menjodohkan Saputera dengan wanita pilihan orang tuanya. Baru setelah menjadi duda dan Laila pun menjadi janda mereka bisa bersatu lagi hingga bahagia sampai sekarang,” kata Ibu Hajah Nena.
Renata terdiam, sungguh dia tak tahu menahu ada cerita ini. Siapa Saputera? Dan sepenting apa bagi kehidupan Supeno dan keluarganya masih hanya berputar-putar tak jelas dalam benaknya, yang jelas dirinya ingin meminta maaf dan mengembalikan hutang yang masih juga berpamitan untuk berangkat ke Bandung.
***
Renata menikmati gelapnya malam bertabur bintang di balkon penginapan Srikandi yang Ibu Hajah Nena pilih untuk menginap selama dua hari. Tadi siang saat dirinya dinyatakan cumlaude adalah sebuah hasil perjuangan dua tahun ini dengan biaya beasiswa, bekerja sebagai cleaning service dan setahun ini menjadi sales dan marketing di perusahaan perumahan.
Ketika beberapa temannya lulus wisuada tapi kebingungan mau apa setelah lulus karena belum melamar kerjaan di mana-mana. Dirinya sudah langsung mendapat tawaran bagus sebagai manajer di perusahaannya sekarang. Bahkna kalau berprestai dalam menaikan omset nanti Bandung, akan ada kesempatan untuk melanjutkan S2.
Renata tersenyum tipis, hatinya memang puas dengan apa yang diraihnya siang ini. Terutama Mama Rona begitu bangga dengan dirinya. Tapi ada yang hilang ....
“Kamu di mana sih Pen?” Renata menatap satu bintang mungkin sirius yang merupakan salah satu bintang besar di langit menurut teori astronomi.
Tanpa sadar ternyata Murni sudah di sampingnya dan sama-sama tengah menatap langit yang berbintang.
“Mba Rena sayang enggak sih sama Mas Supeno?” tanya Murni pelan.
Renata menatap nanar pada Murni.
“Cinta itu benar-benar dirasakan saat yang dicintai tak ada lagi di samping kita,” jawab Renata pendek.
“Mba kehilangan Mas Supeno dan Mba merasa ingin waktu kembali ke masa saat dia ada?” tanya Murni lagi.
“Aku kangen dengan kehadirannya yang membuat aku merasa hidupku menjadi lebih nyaman dan bahagia, walau aku belum tahu sepenuhnya makna rasa ini? Cintakah atau sekedar rasa sayang sesaat. Yang pasti aku kangen Mur, aku ingin dia ada di sisiku saat aku pun sudah berhasil mengatasi satu masalahku,” Renata berucap dengan tetap memandang bintang gemintang. Hal yang kerap dilakukan saat dirinya gundah membuka jendela kamar kostnya yang kecil menatap bintang-bintang yang terhampar di atas sawah yang pas terletak di pinggir kamarnya.
“Hmmm Mba, aku udah hubungi Aimah dan kita di undang ke acara tahunan perusahaan Pak Saputera dan sekaligus ada launching produk-produk baru. Hanya itu infonya besok jam 10 siang di Hotel Borobudur Grand,” info Murni tiba-tiba.
“Jadi kita bisa ketemu Supeno ya Mur?” mata Renata membulat dan mulutnya ternganga saking senangnya bisa bertemu Supeno.
“Iya Mba,” Murni tersenyum lega, tadi Supeno diam-diam meneleponnya dan mengundang Murni dan mamanya untuk acara tahunan perusahaan Bapak Saputera. Hanya saja untuk Renata, Supeno ingin Murni menginformasikan jika Renata benar-benar ingin bertemu dengannya. Tapi kalau Renata sudah bilang tak mau bertemu atau tak ada indikasi kehilangan dirinya, tidak usah diberi tahu. Biarlah semua terhapus begitu saja, ada baiknya Renata tak perlu tau siapa dirinya sebenarnya karena memang tak ada apa-apa di antara mereka.
Tapi Murni tahu rasa kehilangan Renata yang sesungguhnya, Murni juga tahu satu-satunya gadis yang disukai Supeno hanya Renata juga hampir enam tahun ini. Sepertinya salah kalau tak berusaha menyatukan hati mereka, pikir Murni.
Saat ini saatnya membalas budi kebaikan Supeno yang telah membantu sekolahan Paud dan pengajian di rumah Purbalingga hingga banyak sekali anak-anak yang mengaji dan belajar. Ibunya juga jadi punya pekerjaan, demikian mama Rona juga semakin rajin berkebun. Rumah Purbalingga tampak nyaman dan asri juga hangat dengan anak-anak kecil yang pagi dan sore meramaikan dengan kegiatan.
***
Hotel Grand Borobudur memang biasa melayani acara-acara kantor untuk acara kantor dan keluarga. Ibu Hajah Nena, Mama Rona, Murni, dan Renata mengisi daftar hadir di salah satu ballromm hotel Grand Borobudur.
Tiba-tiba ada suara memanggil Ibu Hajah Nena dengan jeritan tertahan,”Nenaaaa, ya ampuuun kangennya.” Ternyata suara Ibu Laila yang tampak anggun dengan baju batik dan seragam dengan sosok cowok yang sudah Nena kenal juga adalah Saputera.
Mereka bersalaman dan Ibu Lalia dan Ibu Hajah Nena saling cium pipi, dan saat bertatapan dengan Mama Rona ....
“Ya ampun Ibu Rona, senang bisa bertemu lagi,” tetap Bu Laila yang ramah walau terakhir dirinya diusir dengan tuduhan mencuri cincin.
Mama Rona sempat terpana dan pangling, tentu saja wajah Bu Laila sudah berubah jauh segaran dibandingkan lima tahun lebih waktu lalu saat menjadi pembantu di rumahnya.
“Ya ampun Laila, ayuuu banget,” Mama Rona tak bisa membohongi dirinya.
“Ini Renata?” tanya Bu Laila lanjut.
Renata menyalami Bu Laila dengan sopan.
“Ya ampun Non, kamu tambah cantiiiik aja dan selamat ya kemarin lulus dengan cumlaude ya,” Bu Laila memberikan ucapan selamat.
“Ayooo masuk-masuk, acara segera dimulai,” Pak Saputera mengingatkan semua untuk segera masuk ke dalam.
Supeno tak tampak membuat Renata celingukan dan mencari sosoknya.
Ruangan digelapkan lalu tiba-tiba diterangkan dan digelapkan lagi, semua tertuju oleh sepasang master ceremony terkenal yang kerap mengisi acara-acara penting di televisi.
MC Retno dan Setiawan muncul dengan ceria dan langsung menyapa tamu-tamu yang menurut pandangan Renata tamu-tamu penting yang terlibat dalam keberhasilan sebuah perusahaan.
Tapi dari sekian orang yang dianggap penting karena begitu akrab dengan Bapak Saputera yang ternyata adalah ayah tiri Supeno, dan Renata baru tahu juga kalau beliau adalah salah satu orang pengusaha terkaya di Yogyakarta.
Renata tak menduga sama sekali kalau ternyata Supeno itu berpura-pura tetap menjadi kacung kampret di hadapan dirinya. Entahlah, atau mungkin Supeno takut kalau dirinya akan jadi minta tolong dalam hal materi kalau tau dirinya anak konglomerat. Memikirkan rasa yang itu membuat hati Renata sakit! Bagaimanapun dirinya tak serendah itu mengemis harta jika tahu Supeno memang orang kaya.
Acara demi acara berlalu, mamanya menikmati acara lagu-lagu lama yang didaur ulang oleh penyanyi-penyayi muda. Renata melihat mamanya yang menikmati acara di samping Ibu Laila, dulu acara-acara mewah seperti ini kerap mamanya kunjungin tapi setelah papa masuk penjara, mama memilih berkebun dan menikmati hidupnya dengan tanaman-tanaman di rumah Supeno Purbalingga.
Tiba-tiba muncul sosok penyanyi yang Renata sepertinya juga familiar dan saat MC menyebut namanya,”Kita saksikan penampilan Lukma vokalis Muda yang sedang naik daun!” Renata ingat, Lukman yang dulu selalu membela Supeno dan sekarang menjadi bintang tamu pengisi acaranya. Dan lebih mengejutkan di tengah-tegah menyanyi Lukman menarik sosok cewek yang sebelumnya dikasih buket bunga olehnya dan itu adalah Rindu. Mereka tampak sangat mesra. Renata terkesima sesaat ada paka Lukman dan Kidung? Tapi mereka sepertinya saling jatuh hati.
Tiba-tiba waktu yang ditunggu oleh orang-orang yang berkepentingan di perusahaan Bapak Saputera pastinya tiba dan pembawa acara memanggil sebuah nama, “Mas Supeno Saputera untuk mempresentasikan apa yang sudah dicapai perusahaan DogCat selama satu tahun ini, monggo Mas silakan waktu dan tempat kami persilakan.”
Supeno dengan memakai hem batik dan tetap dipadukan dengan celana jeans tampil dengan berwibawa. Hal yang tak pernah terpikirkan oleh Renata cowok yang selama ini berkelakuan sebagai Kacung Kampret dan mamakai baju kaos-kaos biasa bisa tampil wibawa dan menawan saat memperesentasikan dari profil perusahaan, pengembangan bisnisnya, pencampai-pencapaian, dan juga planing satu tahun ke depan.
Kurang lebih setengah jam Renata harus mengakui dirinya terpesona dengan tampilan Supeno yang sedang berbicara di depan.
“Hmmm gara-gara mau tampil presentasi ini tho, kamu sapai gak hadir wisuda dan sengaja mematikan hp kamu?” gumam Renata.
Jangan tanyakan perasaan Renata saat ini, hatinya merasa dibohongi oleh Supeno yang selama ini menyamar sebagai orang rendahan. Entah apa maksudnya?
“Kamu pikir, kalau kamu orang kaya aku akan mengemis harta ke kamu? Dan kamu takut aku menggrogoti harta kamu jadi kamu tega menutup identitas kamu. Bagus benar sandiwara kamu Pen, baiklah sepertinya memang saatnya aku pergi dari kehidupan kamu,” Renata merasa sakit hati dan barusan ungkapan hati yang tak bisa dibohongi dirinya merasa sakit hati.
Supeno masih presentasi dan Renata memutuskan untuk meninggalkan acara ini, dan gerak Renata yang mencolok saat semua orang tengah memperhatikan presentasi membuat Supeno menjadi tak nyaman, tapi dia sadar tidak mungkin mengejar Renata saat presentasinya belum selesai.
Renata memutuskan pulang ke kostan dan segera membereskan semua barang yang bisa dibawa ke Bandung nanti tengah malam dengan kereta Mutiara Selatan. Baru saja dirinya memutuskan memsan tiket tercepat ke Bandung. Karena memang dua hari ke depan dirinya sudah mulai orientasi pekerjaan di sana.
Selesai presentasi Supeno tak memedulikan wartawan yang ingin bertanya lebih jauh, dia tahu Renata meninggalkan acara saat dirinya tengah presentasi.
Supeno memacu mobil Freed-nya menuju ke kostan Renata, tapi ternyata kostan Renata sudah kosong. Telepon genggam Renata juga tidak bisa dihubungi. Supeno tersadar dirinya telah melakukan kesalahan.
Mencoba ke counter Renata, tapi tak satu pun juga yang tahu di mana Renata. Supeno yang bingung sekarang, karena tak ada petunjuk kemana Renata. Dirinya hanya bisa berputar-putar dengan mobilnya menyusuri sepanjang jalan di Yogyakarta.
Renata sudah di stasiun Tugu dengan koper bawaannya, tadi dirinya memilih naik taksi dan memutuskan menunggu di stasiun dari sore hari menunggu tengah malam. Hanya pada mamanya dia berpamitan dan meminta maaf tidak bisa menemani acara Supeno sampai selesai dengan alasan tiba-tiba bos barunya meminta dimajukan keberangkatannya dan sekarang dirinya sudah di stasiun. Renata meminta jangan beritahu siapa pun kalau dirinya sudah di stasiun.
Sudah hampir pukul sembilan malam dan Supeno tak tahu harus kemana mencari Renata.
Tapi tiba-tiba ada SMS masuk entah nomor siapa,”Jika kamu serius mencintai putriku dia sekarang ada di stasiun Tugu menunggu Kereta Api Argo Wilis tengah malam.”
“Mama Rona ....” desis Supeno dan langsung memacu mobilnya ke stasiun Tugu, dirinya hanya punya waktu satu jaman untuk masih bisa bertemu Renata.
Sesampainya stasiun Tugu dirinya langsung berlari hingga menabrak beberapa orang yang memilih perjalanan tengah malam.
Supeno lega dari kejauhan dia bisa melihat sosok gadis yang aat dicintainya tengah tertunduk sambil membaca sebuah buku dan secangkir minuman menemaninya di sebuah kedai kopi.
“Aku hanya mau meminta maaf, jika kamu masih mau memaafkan aku ijinkan aku menemani kamu barang satu jam sampai Argo Wilis mengjemputmu ....”
Renata sejujurnya kaget, dan yakin mamanya berkhinat karena memberitahu keberadaan dirinya. Tapi apa dayanya untuk marah pada mama juga.
Renata mengalihkan wajahnya dari novel yang tengah dia baca dan menatap Supeno yang tampak kusut, tapi masih rapi dengan baju batik yang digulung lengannya.
“Maafkan aku Renata, aku memang tak menceritakan siapa aku sekarang karena buatku itu tak penting,” ucap Supeno.
“Aku tahu, kamu lakukan itu karena kamu takut aku akan menggrogoti harta kamukan? Tapi maaf aku bukan gadis murahan yang akan mengiba-iba harta kamu kalau pun di awal kamu mengaku anak konglomerat. Jadi kamu aman bersamaku dengan kamu yang menjadi Kacung Kampret,” jawab Renata menatap tajam menyorotkan kebencian.
Sungguh tatapan kebencian Renata membuat Supeno tersakiti saat ini, dia tak tahan melihat amarah Renata sekarang. Ini sangat menyakitkan, apalagi tuduhan barusan yang Renata lontarkan.
“Tidak Ren, aku tak berpikiran sejauh itu malahan! Sungguh! Aku tulus membantu kamu dan aku tak ada ketakutan kamu akan menggrogoti hartaku, sama sekali ini salah paham,” bela Supeno.
“Alaaaaaaah, kamu takut aku akan memanfaatkan kamu, maaf aku tak serendah itu Pen! Tunggu, tadinya aku akan poskan saja uang ini atau apalah ... tapi mumpung ketemu kamu maka aku enggak mau ada hutang ke kamu. Ini! Ini uang tabungan selama aku kerja dan ini uang aku berikan ke kamu untuk mengganti segala kerugian kamu selama ini membantu aku. Untuk mengganti uang yang kamu berikan pada Om Plontos, uang perhiasan, dan jam yang kamu simpan sementara, dan entah untuk apa lagi yang telah kamu keluarkan. Ini terimalah dan sepertinya urusan kita selesai!” Renata menatap tajam pada Supeno.
Supeno terdiam, Renata tak tahu hatinya sangat sakit dengan perkataan yang Renata lontarkan barusan.
“Tega kamu Ren, kamu menuduh aku tanpa memberikan kesempatan aku untuk menjelaskan apa yang aku rasakan selama ini ....” Supeno balik memandang sendu ke wajah Renata yang memerah.
Sebenarnya Renata pun ingin menagis, saat ini dia hanya butuh untuk ditenangkan. Perasaan hatinya tak bisa dibohongi dirinya sakit tapi juga kangen sekali dengan sosok lelaki yang di depannya tampak jauh dewasa dan berwibawa. Tapi rasa ego harga dirinya juga marasa terusik dengan kebohongan Supeno selama ini. Dia tak mau dianggap akan menguras harta Supeno jika dari awal Supeno memberitahu siapa dirinya.
“Renata, kamu tahu dari awal aku sudah mencintai kamu dan bertemu akmu kembali adalah kesempatan yang sebaik-baiknya ingin aku manfaatkan untuk bisa kembali mencoba merebut hatimu. Dan yang aku inginkan adalah hati yang tulus ... bukan karena materi atau pun jabatan, maafkan aku tak pernah bercerita aku yang seluruhnya. Tapi aku juga ak sepenuhnya berbohong, karena kamu tahu aku hanya anak tiri dan aku bekerja pada ayah tiriku. Bukankah kerap kita bercerita kalau selama bekerja dengan orang mau setinggi apa pun jabatan kita, kita tetap Kacung Kampret? Jadi aku tetap merasa aku bukan siapa-siapa,” Supeno coba membela diri.
Renata terdiam, yah selama ini memang dirinya dan Supeno selalu menertawakan orang-orang yang sok berhasil dengan bekerja pada orang lain, karena orang berhasil adalah orang yang bisa berdiri sendiri dengan apa yang dimiliki lalu dikelola dan mempekerjakan orang lain, bos bagi usahanya walau usaha itu masih usaha kecil.
“Keretaku sudah datang, yang pasti aku sudah mengembalikan semua hutangku saat ini. Perkara hati, kita kesampingkan saja ....” ucap Renata sedingin es dan membuat Supeno menggigil. Ternyata Renata memang sekeras gunung es dan sedingin es batu, tak berperasaan!
“Baiklah Ren, perlu kamu tahu sampai detik ini aku masih sangat mencintaimu, bahkan cintaku terus bertambah seiring waktu kedekatan kita. Sayangnya aku teralu berharap kamu mencintaiku tulus, aku tak ingin dicintai karena harta dan kedudukan aku sekarang karena bisa saja ini tiba-tiba berakhir dan ketika berakhir maka selesai juga cinta itu. Aku mencari hati yang tulus dengan caraku, maafkan aku membohongimu dan jika sekarang kamu tak memaafkanku tak apalah. Renata semoga kamu berhsil dengan karir yang akan kamu kejar,” Supeno memandnag Renata tulus dan sayang. Sungguh dirinya ingin memluk gadis yang sekarang berdiri dan sudah siap menarik kopernya.
“Ren ....” dan Supeno tak bisa menahan keinginan untuk memeluk gadis itu.
Renata menghirup wangi yang hanya terkadang menguar lembut dari aroma tubuh Supeno, tapi ini begitu tajam dan dekat. Renata ingin lebih lama menikmati pelukan itu sejujurnya. Tapi Supeno segera melepas dan meminta maaf.
“Maaf aku terlarut emosi, pergilah ... kejar apa yang kamu impikan. Aku tetap di sini, tetap sebagai Kacung Kampret yang patah hati sepertinya. Kamu selalu di hatiku Renata Pricilia ....”
“Penoooo ....” dan Renata memilih menghambur ke pelukan si Kacung Kampret, seiring panggilan untuk penumpang Argo Wilis berangkat ke Bandung.