Aku Bukan Pilihan

Reads
165
Votes
0
Parts
11
Vote
by Titikoma

3. Dan Waktu Pun Bicara

 “Hai Guys… jadi ya malam Sabtu kita refreshing ramai-ramai ke Baturaden? Don’t miss it mumpung target cabang sudah tercapai sebelum penghujung bulan. Sejenak kita menikmati indahnya lereng Gunung Slamet,” kata Pak Hernowo sebagai kepala cabang Purwokerto PT. Elektronik Globes.
“Sepertinya ada yang kurang deh Pak?” tiba-tiba Dony nyeletuk.
“Apa yang kurang? Kamu mau kasih masukan apa untuk acara kita?” Pak Hernowo memberi kesempatan Dony, anak IT senior yang berasal dari Jakarta untuk memberikan saran.
“Hmmm… biasa Pak di acara permainan hadiahnya harus yang menarik dong Pak, jadi kita tambah semangat!”
“Oh tenang… sudah diatur oleh admin support, benarkan Armi, Shinta dan Mutia?” Pak Hernowo memanggil semua admin support-nya.
“Sudah kok Pak, kita sudah belikan barang-barang buat hadiah sesuai catatan Bapak kemarin,” jawab Mutia.
“Jadi hari Jumat pukul tiga sore kita berangkat dengan sebagian naik mobil kantor sebagian ikut saya dan Pak Hadi.”
Semua setuju setelah breefing tugas masing-masing. Total lima belas orang sudah termasuk satu office boy, dua satpam dan satu sopir kantor.
***
Pada awalnya Shinta ragu saat harus pindah tugas ke Purwokerto apalagi hanya cabang kecil, tapi tidak disangka malah di sini dia menemukan rasa nyaman dengan teman kantor yang berjumlah sedikit. Hubungan satu sama lain bisa jadi dekat.
Sangat berbeda saat di pusat Jakarta, di satu tim admin saja penuh persaingan. Di tim sales, marketing kerap ribut masalah cost ratio yang tidak pas dengan target masing-masing. Apalagi di level manajer persaingan sangat ketat penuh intrik politik seperti negara Indonesia saja. Selalu ada gosip dan cerita di Jakarta yang penuh dinamika dan trik.
Saat menerima SK Kepindahan, nyokapnya sangat tidak setuju. Tapi sampai saat ini tidak ada pilihan, mencari kerjaan susah dan Shinta juga masih terikat perjanjian kerja untuk tidak mengundurkan diri selama tiga tahun atau kena penalti yang angkanya cukup besar.
Mama Kinanti sempat menangisi keputusan Shinta untuk menerima penempatan di Kota Purwokerto. Tapi akhirnya merelakan juga. Jarak Jakarta ke Purwokerto dengan naik mobil butuh waktu sepuluh jam, tapi dengan kereta api eksekutif bisa ditempuh lima sampai dengan enam jam. Mama Kinanti berjanji akan menengok Shinta sesering mungkin.
“Mama akan menengok kamu sering-sering Shin, pasti Mama akan sangat kesepian... tapi sudahlah ini demi karier kamu juga. Kamu harus hati-hati dan jaga diri ya! Jangan sembarangan dekat dengan cowok. Pokoknya kamu harus terbuka dengan Mama kalau dekat dengan cowok biar Mama bisa tahu apakah dia cocok atau tidak buat kamu,” Mama Kinanti memperingatkan dalam mencari pasangan. Inilah hal terberat sebagai single parents yang tidak ingin putrinya mengalami apa yang dia alami saat menemukan jodoh yang tidak tepat dan berujung pada perceraian.
“Iya Mah tenang saja... dari dulu kan selalu begitu! Mama yang menentukan apakah Shinta akan lanjut atau tidak dengan setiap cowok yang dekat dengan Shinta. Jadi Mama tidak usah khawatir,” Shinta meyakinkan mamanya kalau dia tetap Shinta yang penurut dalam menentukan cowok yang paling tepat jadi pendampingnya.
“Iya kamu harus ingat! Mama adalah orang berpengalaman dalam pernikahan jadi Mama tahu sosok yang paling pas jadi pendamping kamu,” Mama Kinanti berkata tegas.
Sebenarnya dalam hati kecil Shinta terkadang merasakan sebuah kesombongan dari ucapan mamanya. Tapi bagaimanapun dia harus menuruti kemauan mama. Hatinya terkadang merasa lelah karena harus putus dengan cowok yang sudah dekat dan menghabiskan waktu untuk saling memahami.
Cowok yang sempat dekat pada akhirnya tidak ada satupun yang mama setujui. Sudah sempat dekat harus putus karena tiba-tiba mama mengatakan ketidakcocokan. Kadang sungguh Shinta dibuat bingung dengan sikap nyokapnya yang berubah-ubah.
Shinta tetap mencoba mempertahankan hubungan dengan Arman, tapi yang ada malah mama kesal dan mencari bukti-bukti kalau Arman memang cowok tidak baik karena menduakan Shinta diam-diam.
Entah mama dapat informasi dari mana, Shinta sempat kaget saja karena dia sendiri merasa Arman adalah pria yang setia. Nyatanya mama memang bisa memperlihatkan fakta-fakta yang menyudutkan Arman yang tengah dekat dengan gadis lain.
Shinta meminta kejujuran Arman sehubungan dengan penemuan bukti dari mama. Benar memang Arman mengakui dekat dengan gadis itu hanya sebatas teman, tapi mama sudah mendoktrinnya kalau Arman adalah playboy dan Shinta harus putus.
Cerita Budi juga demikian. Di awal mama tampak kagum dengan Budi dan membuat Shinta nyaman dengan Budi, tapi tiba-tiba mama menunjukkan rasa tidak suka terhadap Budi. Bahkan terang-terangan menyuruh Budi menjauhinya karena saat itu mama punya pandangan lain akan cowok yang bernama Candra.
Shinta harus putus dengan Budi. Shinta menurut apa yang dimau mama. Sedih, kesal sudah pasti, tapi memang tidak berapa lama Arman dan Budi keduanya melangsungkan pernikahan. Arman menikah dengan gadis yang benar sedang didekati saat masih bersama Shinta dan Budi kabarnya setuju dijodohkan karena merasa sakit hati diputus oleh Shinta yang menuruti mamanya.
Terjawab juga kenapa mama tidak setuju dirinya memilih Arman dan Budi seiring waktu, kenyataan mereka gampang sekali melupakan dirinya.
“Benar kan Shin kata Mama? Mereka belum ada setahun putus dengan kamu sudah bisa memilih gadis lain dan menikah. Arman dengan selingkuhannya saat dekat dengan kamu dan Budi menerima cewek yang dianggap lebih bagus dengan cara perjodohan. Kalau Budi saja bisa menemukan cara dijodohkan kamu harus coba dengan Candra, dia putra teman Mama di kantor. Bokapnya sudah manajer senior dan nyokapnya punya bisnis batik untuk diekspor ke luar negeri,” Mama merasa menang karena Arman dan Budi, kedua mantannya memilih menikah setelah diputus Shinta sementara hati Shinta sendiri belum bisa melupakan keduanya.
Entah bagaimana caranya mama mendekati bokap nyokap Candra. Suatu sore sehabis pulang kuliah, Shinta heran karena mama yang biasanya pulang malam tengah asyik ngobrol dengan cowok tampan berwajah seperti indo di teras rumah.
Setelah mobil Shinta parkir dan memasuki teras. Cowok tegap tinggi itu berdiri dan langsung mama perkenalkan.
“Nah Shin… ini yang namanya Candra. Kamu pasti sekarang cape, makanya sana mandi dulu biar segeran nanti baru gabung dengan kita,” Mama langsung memerintah.
“Candra...”
“Shinta...”
Shinta sadar mamanya sedang menjodohkan dirinya dengan Candra. Orang tua Candra adalah orang terpandang dan tanpa harus kerja keras Candra sebagai anak tunggal sudah mewarisi kekayaan yang tidak ada habisnya untuk tujuh turunan sekalipun.
Shinta tahu mama ingin dia mempunyai jodoh yang berasal dari keluarga terpandang mengingat persaingan dalam keluarga besar mama sendiri. Sepupu-sepupu cewek Shinta yang seumuran semua memperoleh pasangan yang hebat-hebat.
Ada yang besannya pengusaha kaya raya, setelah menikah sepupu dan suaminya langsung pegang perusahaan keluarga.
Sepupu lain berjodoh dengan anak pejabat teras, sepupu dan suaminya langsung jadi kader politik.
Sepupu yang lain lagi dapat dokter lulusan luar negeri dengan kehidupan yang sangat mapan. Makanya semacam ada persaingan dalam keluarga sendiri.
Jujur ini menjadi beban hati bagi Shinta, tapi sudahlah hidup Shinta memang hanya untuk mamanya. Demi kebahagiaan mama, Shinta akan lakukan apapun termasuk urusan jodoh dan mengabaikan perasaan hatinya sendiri dan juga pasangan yang sakit hati karena diperlakukan dengan pemutusan sepihak.
***
Awalnya baik-baik saja hubungan Shinta dengan Candra. Shinta juga mencoba menuruti kemauan mama untuk coba dekat dengannya.
Di awal hubungan, Candra tampak mendominasi dan Candra memiliki selera yang terkadang membuat Shinta merasa tidak nyaman.
Sementara Shinta dalam tahap belum mencari uang kadang merasa sayang bila harus mengikuti gaya belanja Candra, maka kebanyakan kencan mereka adalah menemani Candra yang shopping.
Shinta memilih menolak untuk dibelikan apapun oleh Candra karena Shinta takut membuat dirinya merasa terikat.
Sudah dua cowok yang secara tidak langsung Shinta lukai yaitu Arman dan Budi. Dengan Candra pun Shinta takut nantinya akan melukai karena sifat mama yang tiba-tiba suka berubah.
“Ayo Shin pilih saja, nanti aku yang bayarin,” kata Candra pada kesempatan mencari baju untuk acara pernikahan teman kuliahnya.
“Nggak makasih Ndra,” Shinta menolak dengan halus tawaran Candra. Tampak Candra agak kecewa tapi Shinta sudah memikirkan jauh akibatnya.
Cukup lama pendekatan dengan Candra dan akhirnya Shinta bisa merasakan dirinya mulai sayang. Walau anak orang kaya yang kadang sombong dengan kekayaan tapi Candra orangnya royal dan tidak pelit. Bahkan suka menyisihkan uangnya untuk disumbangkan ke panti asuhan, panti jompo dan dia tidak tegaan melihat peminta-minta di jalan.
Kemurahan hatinya membuat Shinta tersentuh, Candra juga bersikap sopan. Maka biarkan cinta mulai mengalir. Bahkan sikap Candra semakin hangat. Bersama Candra, Shinta mulai merasa nyaman. Buat Shinta apa yang didukung mamanya akan mendatangkan kebahagiaan. Kebahagiaan mama adalah segalanya dan jadi kunci kebahagiaan buat Shinta.
***
Tapi tanpa ada tanda-tanda angin ribut dan banjir tiba-tiba mama merasa tidak suka pada Candra.
Kembali Shinta dibuat bingung dengan perubahan sikap mamanya yang sepertinya semau gue hati beliau.
“Mama sebenarnya ada apa? Shinta sudah mulai sayang pada Candra...”
“Ah baru mulai kan? Sudah nggak usah dilanjutkan! Bokap dan nyokapnya sombong sekali dan tidak menganggap Mama sama sekali. Gimana mau besanan kalau pihak kita yang harus mengalah. Sepertinya kita bakalan diinjak-injak terus! Nggak sudi! Meskipun dari keluarga terpandang tapi kalau sombongnya nggak kira-kira nggak usahlah! Masih akan ada lelaki yang pantas untuk kamu, Sayang!” kembali mama yang bermasalah tapi efeknya kembali pada Shinta lagi. Selalu Shinta tidak memiliki keberanian untuk menolaknya.
Sudah bisa ditebak Shinta harus belajar menjauh dari Candra dan sepertinya Candra juga tidak ada pilihan lain selain menjauh karena sejak mama marah tidak jelas, beliau selalu bersikap dingin saat Candra main ke rumah. Sangat berbeda dengan mama yang pertama kali sangat hangat dan menerima Candra. Tiba-tiba sikap beliau berubah seratus sembilan puluh derajat.
Sesak hati Shinta harus mengatakan putus dengan Candra, apalagi Candra juga mengakui sangat mencintai dirinya, tapi harus mengalah. Rasa sayang yang mulai bersemi membuat Shinta merasa sedih dan kehilangan Candra.
Tanpa sepengetahuan Shinta, Candra sebenarnya juga sangat terpukul. Karena Candra sudah menganggap Shinta adalah orang yang paling pas mengerti dirinya.
Shinta adalah cinta sejatinya. Di awal Candra mengira Shinta hanya akan mengeruk kekayaan maka Candra mencoba menjebak Shinta utuk mengikutinya belanja dan menawarkan berbagai hal, nyatanya Shinta bergeming dan selalu menolak. Shinta berbeda dengan cewek-cewek yang dekat dengannya karena tertarik dengan kekayaan orang tuanya.
Akhirnya Shinta putus dengan Candra. “Mama puas sekarang Shinta juga putus dengan Candra?” Sesaat tampaknya mama kapok untuk mengurusi teman dekat Shinta, hingga akhir semester Shinta dekat dengan Deny yang sama-sama di bimbingan Profesor Harno. Terhadap Deny saat main ke rumah sikap mama hanya menerimanya basa-basi.
Setelah Deny pulang mama langsung mendoktrin. ”Jangan pacaran dengan cowok seumuran! Itu sama dengan mama dan papa! Sama-sama keras dan mau menangnya sendiri!”
Nasib Deny sama dengan Arman, Budi dan Candra. Kandas karena mama yang tidak setuju. Sempurna sudah kisah cinta Shinta yang harus kandas karena penolakan mamanya.
Sejak itu Shinta tidak memikirkan cowok dan hampir setahun dia bekerja di PT. Elektronik Globes tiba-tiba dimutasi ke kota kecil Purwokerto yang jauh dengan hingar bingar Jakarta.
***
Baturaden mengingatkan pada Puncak kalo di Jakarta, berjarak sekitar 14 kilometer dari Purwokerto di sebelah selatan kaki Gunung Slamet dengan udara sejuk. Sebuah pegunungan dengan objek wisata yang banyak dikunjungi di setiap week end.
Shinta menikmati kopi hitam yang mengepul dan matanya beredar menikmati indahnya pemandangan yang terhampar.
Rombongan yang berjumlah lima belas sudah sampai di vila pukul 17.00 dan langsung sibuk dengan urusan masing-masing.
Shinta memilih mandi dan duduk di depan vila. Sebuah wood vila dengan ornamen serba kayu dan lampu-lampu kuning redup tampak hangat, walau kabut mulai turun. Kesunyian merayap, hanya suara jangkrik dan gemercik air karena vila kayu ini memang berdiri pas di pinggir kali.
Shinta merapatkan pasmina yang dipakai, hembusan angin terasa dingin seakan kopi hitam panasnya tidak mampu menahan dinginnya kabut yang mulai turun dari puncak gunung.
“Hai Shin… ngapain bengong sendiri?”
Suara yang sudah sebulan ini menemani dan tidak asing lagi menyapanya. Rama tampak tampan dengan jaket hitam dan topi hitam bertulis warna silver united.
“Dingin banget ya, bagi dong kopinya,” tanpa meminta persetujuan Shinta, Rama langsung mengambil mug yang masih mengepul panasnya kopi.
Shinta hanya bisa geleng-geleng kepala.
“Hmmm… kopinya pas! Mantap! Senangnya kalau setiap hari ada yang membuatkan kopi seperti ini,” Rama melirik Shinta yang tersipu-sipu.
Rama sudah yakin kalau dirinya memang jatuh cinta dengan Shinta. Sudah dua bulan selalu mengamati Shinta dan selalu mencoba mendekati. Shinta juga tidak keberatan sama sekali. Dan diam-diam Rama bertaruh dengan Dony untuk berani menembaknya di acara refreshing kali ini.
Teringat tantangan Dony siang kemarin, “Rama kamu harus berani nembak ke Shinta, jangan cemen gitu! Sepertinya Shinta juga suka kok sama kamu, ya meskipun kadang tampak malu-malu.”
“Berat Don! kalau jadian dengan dia, aku juga harus bisa mengambil hati nyokapnya yang selalu berperan penting dalam menentukan pilihan pasangan hidup putri semata wayangnya,” kata Rama teringat cerita Shinta tentang empat mantannya yang diputus begitu saja karena tiba-tiba nyokapnya tidak setuju.
“Dan aku ngeri saja kalau tidak bisa membuat nyokapnya suka dengan aku. Sepertinya nyokap Shinta orangnya hmmm… agak gila hormat gitu! Dia ingin dapat besan kaya, orang terpandang dan calon mantunya pasti juga punya kerjaan bagus,” Rama menerangkan ketakutan yang melanda hatinya.
“Yah itulah tantangannya Ram! Kalau percintaan tanpa tantangan mana seru! Mana asyik! Kamu pikir orang tua Mutia nggak seperti nyokap Shinta apa? Sama man! Nggak hanya nyokapnya tapi bokapnya juga. Gue saat ke rumah Mutia harus begini... kulonuwon... posisi badan harus agak merendah. Nah secara gue anak Jakarta kadang selanang-selonong, sekarang harus belajar tata krama, karena Mutia bilang orang tuanya nggak suka pacar yang sembrono dan berpakaian nggak rapi, makanya jins belel gue pensiunkan sementara kalau acara ngapelin Mutia. Lo tahu kan gua cinta banget sama jins robek-robek gue? Demi mengambil hati calon mertua ya sudahlah disimpan dulu saja, dipakai lain kegiatan masih bisa kok!”
Rama memandang Dony sahabatnya yang sudah setahun ini jadian dengan Mutia, admin support asli Purwokerto, sekaligus sekarang menjadi sahabat Shinta juga karena mereka satu tim.
Makanya Dony mendukung dirinya jadian dengan Shinta, kalau jalan-jalan jadi bisa bareng. Bersama-sama menikmati kebersamaan sesama perantau di kota kecil itu sesuatu banget.
“Iya sih makasih ya Dony, aku akan coba! Aku ingin serius dengan Shinta. Aku tidak mau main-main dalam pacaran seperti saat aku dengan Santi juga tidak ada niat main-main. Tapi itulah selalu ada pilihan! Dan pilihan Santi waktu itu Handoko, pria mapan dan punya pekerjaan bagus di Singapura. Kalau Santi memilih aku saat itu malah kasihan. Orang tua Santi tipenya ingin cepat sukses anaknya, takutnya jika aku jadi pasangannya masih merangkak dan mengumpulkan tabungan dia akan merasakan penderitaan! Tapi menikah dengan Handoko, Santi langsung menikmati kemapanan.”
“Itulah pilihan Ram! Eh maksudku pilihan Santi! Tapi ayolah jangan putus asa gitu! Kurasa nyokap Shinta lama kelamaan kurasa juga akan menurunkan standarnya, apalagi kalau Shinta sudah cinta dengan kamu. Makanya kamu sudah tembak aja! Mumpung Shinta belum punya pacar! Taruhan ya kita! Kalau kamu bisa jadian sama Shinta Sabtu ini maka selama sebulan biar aku yang lembur tiap hari Sabtu biar kamu bisa ngajakin jalan Shinta malam Minggu. Tapi kalau kamu gagal Ram, amu yang lembur ya! Aku bisa ajakin Mutia nonton. Deal?”
Rama ragu tapi tak urung tangannya menyambut tangan Dony dan, ”Deal!” kata sepakat. Ada beban yang kini Rama tanggung untuk menegaskan hubungannya dengan Shinta. Menegaskan hatinya memang mencintai Shinta dan ingin memiliki Shinta untuk dirinya.
***
“Shin keren ya pemandangannya, kamu suka nggak tinggal di Purwokerto?” Rama jadi salah tingkah tiba-tiba teringat taruhan dirinya dengan Dony.
“Iya bagus ya Mas Ram, kaya di Puncak. Padahal awalnya ragu menerima penempatan di sini, tapi pas bertemu teman-teman yang baik, bos yang menyenangkan, pekerjaan yang lebih tertib, suasana yang lebih adem dan tidak ada kemacetan aku jadi merasakan suka tinggal di sini.”
“Hmmm… apalagi kalau ada yang menyayangi kamu,” Rama melanjutkan omongan Shinta.
“Menyayangi aku?” Shinta balik bertanya, bola matanya membulat.
Inilah kesempatan yang Rama tunggu untuk mengungkapkan keinginan hatinya. “Shinta... kalau aku sayang kamu apakah kamu mau menerimaku?” Rama menatap Shinta yang tampak ragu.
Sejujurnya kedekatan dengan Rama membuat Shinta nyaman. Rama orangnya apa adanya dan menurut teman-teman dia orangnya baik, ramah dan penolong.
Rama tidak segan berbagi ilmu dan disukai semua teman-teman di kantor, bahkan sepertinya teman-teman termasuk Pak Hernowo selaku kepala cabang Purwokerto setuju kalau dirinya dan Rama dekat. Mereka bahkan suka menggoda bila ketahuan dirinya dan Rama tengah berdua.
Menurut teman-teman dekat di kantor kalau jadian akan jadi pasangan yang serasi seperti cerita di pewayangan. Rama Wijaya dan Dewi Shinta seperti kisah cinta Ramayana. Percintaan yang penuh dengan peperangan karena Rama harus bertarung dengan raksasa Rahwana yang ingin memperistri Dewi Shinta yang sangat cantik.
***
“Mas Rama aku pernah cerita kalau Mamaku selalu mempunyai hak veto untuk menentukan lelaki yang akan jadi pasangan hidupku. Meskipun aku sudah cinta dan rasanya tidak akan putus tapi bila tiba-tiba Mama meminta lelaki itu tidak cocok dengan data dan fakta maka aku akan mundur. Aku sebenarnya takut memulai pacaran lagi karena aku takut akan melukai hati laki-laki lagi,” Shinta berkata pelan sambil menahan dinginnya udara malam.
Rama melepas jaketnya dan menyandarkan pada bahu Shinta.
“Makasih...” Shinta merapatkan jaket dari Rama pada badannya. Kopi hitamnya masih berbagi dengan Rama.
“Shinta apakah kamu mau mencoba menerimaku,” Rama menatap Shinta yang penuh keraguan.
Sejujurnya tawaran Rama sesuatu yang dalam hati Shinta tunggu. Tidak ada alasan yang kuat untuk menolak karena hatinya mulai menyukai lelaki hitam manis yang sebulan ini dekat menemani kesepian hatinya di kota kecil yang tenang ini.
“Mas Rama tidak hanya hati ini yang harus kamu rebut, tapi yang terpenting hati Mama yang kadang aku sendiri tidak bisa tebak. Bulan depan Mama mau datang, semoga bisa menerima Mas Rama dengan baik. Tapi kalau ternyata Mama...” Shinta tidak bisa menyelesaikan kalimatnya.
“Shinta... yang terpenting kamu menerima aku, masalah Mama kita berusaha menghadapi bersama ya... biarkan waktu yang bicara. Aku selalu serius dalam setiap hubungan! Yang aku cari bukan pacar tapi istri yang mau menerima aku apa adanya. Bersama-sama susah membangun masa depan. Karena itu pasti akan lebih mantap daripada kita membangga-banggakan fasilitas orang tua. Ayah ibuku hanya pegawai negeri biasa dan aku terbiasa hidup sederhana. Shinta apakah kamu sendiri tidak keberatan dengan keadaanku yang serba biasa dan sederhana?” Rama memastikan untuk kesediaan Shinta.
“Aku sejujurnya juga mulai menyukai kamu Mas Ram, dan kita coba lewati semuanya ya,” Shinta berkata jujur dan tersenyum menatap Rama yang wajahnya bahagia.
Rama tidak bisa lama-lama terus memandang wajah Shinta karena tiba-tiba suara usil sudah berdatangan di belakang, siapa lagi kalau bukan Dony dan Mutia dan teman-teman lain.
“Cie… cie… ada yang sedang menyendiri berdua, sepertinya pasangan paling serasi di kantor siapa lagi kalau bukan Rama dan Shinta! Pas banget dan pas banget kalau berjodoh.” Dony memanas-manasin suasana.
Membuat wajah Shinta merah padam.
“Dan kamu memang kalah taruhan man! Sebulan ini hari Sabtu aku off ya!” Rama mengingatkan taruhan mereka berdua.
“Baiklah, aku konsekuen kok!” Dony menyalami Rama.
Dan week end dengan berbagai acara permainan kantor lucu-lucuan memberi kesempatan Rama dan Shinta untuk menikmati kebersamaan sebagai pasangan baru.
***

Download Titik & Koma

* Available on iPhone, iPad and all Android devices