Aku Bukan Pilihan

Reads
171
Votes
1
Parts
11
Vote
by Titikoma

7. Kedekatan Kebahagiaan

Rama dan Shinta menunggu kedatangan mama kali ini dengan berdebar. Pas pukul 12.00, kereta api eksekutif Purwojaya memasuki Stasiun Purwokerto.
Entah kenapa kali ini malah Rama merasa tegang. Tapi Shinta lebih santai dan bahkan menggenggam tangan Rama yang mendingin.
“Kamu nggak sedang sakit kan Mas?” Shinta bertanya hati-hati karena kali ini entah kenapa Rama tampak tegang bertemu mama.
Terakhir ketemu beberapa bulan lalu mama tengah terkapar dengan kecelakaan yang menimpanya setelah Rama melakukan donor darah dan kemudian pulang ke Purwokerto karena banyak kerjaan dan tugas-tugas kuliah. Jadi Rama tidak nungguin sampai waktu mama bisa ditengok lebih lama.
Saat itu mama belum tahu kalau beliau tertolong juga berkat Rama yang mendonorkan darahnya buat beliau. Setelah beberapa hari baru Shinta cerita dan dibantu dengan Dokter Toni yang mengucapkan terima kasih karena dari pihak keluarga mama ada yang mau membantu kesulitan saat stok darah habis.
Ekspresi mama saat Shinta memberitahukan Mas Rama yang menolong saat butuh darah beliau agak kaget dan terdiam lama. Tapi tiba-tiba meminta Shinta menghubungkan dengan Rama dan mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya lewat telepon.
Setelah itu mama lebih bersikap lunak dan sesekali malah mama suka bertanya hubungan Shinta dan Rama saat rindu menelepon Shinta, dan sebaliknya saat Shinta yang memulai berkabar.
***
Mama turun dari kereta api dan tampak segar dan sehat. Shinta dan Rama siap-siap mendekati lalu Shinta mencium mama. dan Rama meskipun agak ragu tapi mengulurkan tangan dan mencium punggung tangan Mama Kinanti.
Dan kali ini Rama lebih lega wajah jutek mama tidak tampak, tapi tersenyum tipis dan Rama tahu mama sedang berkompromi dengan ego di dalam hatinya. Biarkan proses hati berjalan. Nyatanya mama juga sudah tidak sesombong waktu-waktu lalu. Rama dan Shinta berharap ini adalah jalan kedua untuk mama bisa menerima hubungan mereka yang serius.
Langkah pertama, Tuhan mengabulkan Rama untuk mendapat beasiswa S2 berjalan lancar hingga memasuki akhir semester tiga nilai-nilai Rama juga memuaskan. Dalam pekerjaan Rama juga mendapat promosi, sekarang Rama sudah asisten manajer dan bila S2-nya kelar, Rama dijanjikan menjadi manajer IT yang akan ditempatkan di pusat Jakarta.
Perhitungan yang matang, pas juga waktu ikatan kerja Shinta selesai, jadi sewaktu-sewaktu Shinta akan mengundurkan diri atau memperoleh pekerjaan di tempat lain dia tidak kena penalti pembayaran.
Sepertinya kalau mereka menikah, Shinta harus mengundurkan diri karena ada peraturan di pusat melarang suami istri satu kantor, kecuali salah satu mau ditempatkan di lain kota.
Melihat kesempatan karier Rama yang lebih baik, setelah berdiskusi dengan Shinta kalau mereka tetap ingin di Jakarta bersama bila sudah menikah, maka Shinta sudah harus bersiap-siap mencari pekerjaan di tempat lain.
Buat Shinta sebenarnya bukan hal yang sulit mendapatkan pekerjaan baru, apalagi sudah memiliki pengalaman kerja selama tiga tahun sebagai admin support perusahaan multinasional. Kalaupun mau pakai sistem koneksi, mamanya juga banyak koneksi. Tapi Rama berharap Shinta memakai jalur melamar dan tes tanpa harus memakai nepotisme sagala.
***
Mama juga tidak lagi bersikap kasar saat Rama mengambil alih tas koper yang kali ini agak besar karena mama berencana liburan selama seminggu.
Beruntung Shinta dan Rama dapat mengambil cuti selama tiga hari jadi bisa menemani mama yang ingin menikmati tempat-tempat wisata sekitar Purwokerto.
Shinta dan Rama sudah membuat itinerary sederhana mau ke mana saja agar mama bisa maksimal berlibur dan juga tidak kecapean.
Berbeda dengan kedatangan mama sebelumnya, kali ini malah mama ingin tidur di asrama Shinta dan rumah kontrakan Rama. Juga menikmati mobil baru Rama yang baru saja bulan lalu Rama beli dengan persetujuan Shinta. Dengan adanya cicilan mobil maka harus semakin semangat bekerja. Mobil sudah menjadi kebutuhan untuk mobilitas karena Dony sahabatnya sudah mutasi ke Jakarta lebih dulu. Sementara istrinya, Mutia tetap di Purwokerto karena belum mendapat pekerjaan lain. Jadi sesuai peraturan kantor mereka tetap bisa satu perusahaan tapi beda lokasi. Buah hati mereka masih bayi jadi keputusan Mutia tetap di Purwokerto bersama orang tuanya adalah jalan yang terbaik sementara.
***
“Rama gimana kuliah kamu, sudah memasuki semester terakhir ya? Berarti kamu sudah mau mengambil thesis ya?” Mama Kinanti bertanya perkembangan kuliah S2 Rama saat perjalanan menuju kostan Shinta.
“Iya Mah, Alhamdulillah sampai semester tiga ini lancar semua, doakan bisa cepat mengerjakan thesis dan selesai tepat waktu,” Rama menjawab sambil tetap konsentrasi mengemudikan mobilnya.
“Pasti Mama doakan, kata Shinta nilai B kamu hanya satu sisanya A semua. Hebat! Dan kamu juga akan jadi manajer setelah kuliah S2 kamu kelar lalu pindah ke Jakarta, benar itu Ram?” Mama tengah meng-cross chek apa yang selama ini Shinta ceritakan tentang Rama.
“Semoga Mah, semua sesuai dengan rencana. Sementara ini, itu rencana terdekat dan terbaik kami, hmmm… tentu saja kalau Mama setuju,” Rama memberanikan diri untuk meminta izin.
“Hmmm begitu ya, perlu kalian ketahui setiap Ibu pasti ingin yang terbaik buat anak-anaknya. Demikian saya, Shinta adalah anak satu-satunya dan dia adalah harta yang paling berharga saya miliki. Setiap Ibu juga mempunyai feeling apakah seseorang yang dipilih anaknya itu sudah yang terbaik atau belum,” Mama Kinanti bicara penuh misterius dan masih sukar ditebak.
“Jadi gimana Mah...?” Santi ikutan bertanya.
“Mama jujur belum menemukan perasaan terbaik akan pria yang pas buat kamu, hmmm.. tapi untuk waktu ini kalau kamu Shinta, menganggap Rama yang terbaik, sepertinya Mama harus mencoba mengikuti kalian saja,” Mama Kinanti tersenyum mengerutkan bibirnya menandakan dia benar-benar masih berkompromi terus dengan hatinya.
“Terima kasih Mama,” Shinta mencium mamanya.
“Terima kasih Mama, saya akan melakukan apapun yang terbaik demi Shinta!” Rama berjanji pada Mama Kinanti. Rama berucap sungguh-sungguh.
Dan malam itu bertiga menikmati makan malam di sebuah rumah makan ayam goreng dengan kekeluargaan. Tak terasa Mama Kinanti dan Rama juga tidak merasa canggung lagi untuk ngobrol ramai.
Mama mulai banyak bertanya juga tentang keluarga Rama yang ada di Yogyakarta, tentang pekerjaan orang tua Rama, berapa bersaudara, S1 lulusan mana, apa hobinya sampai makanan kesukaan.
Untuk kali ini Shinta lebih banyak sebagai pendengar dan hanya sesekali menimpali saja. Rasanya bahagia setelah hampir dua setengah tahun dekat dengan Rama, mama baru memberikan angin segar.
***
Hari Senin ini hari pertama Mama liburan, Shinta dan Rama mengajak mama ke Cilacap untuk menikmati makan siang seafood di pinggir pantai.
Kunjungan pertama ke Benteng Pendem, sebuah Benteng peninggalan zaman Belanda yang konon sebagai markas pertahanan Hindia Belanda. Belanda memakai Benteng pertahanan ini sampai tahun 1942 karena Jepang berhasil menduduki bangsa Indonesia.
Cerita sadis dalam pengerjaan Benteng Pendem yang dilakukan para pekerja paksa yang dicambuk sampai mati oleh tentara Belanda hingga meninggal karena mereka juga takut para pekerja ini akan membocorkan seluk-beluk keadaan benteng yang dijadikan tempat pertahanan.
Setelah mengelilingi Penteng Pendem, mereka menikmati makan siang di pinggir pantai. Mama Kinanti tampak menikmati liburan dan tidak lagi memancing permusuhan dengan Rama dengan bersikap jutek seperti waktu-waktu lalu. Bahkan berdua mulai terlihat sangat akrab, mama mulai menganggap Rama seperti anak sendiri. Shinta merasa bahagia dan berharap ini akan selamanya, karena hati Shinta sepenuhnya sudah untuk Rama.
Makan seafood harganya termasuk murah, tentu saja karena Mama Kinanti membandingkan dengan makan seafood di Jakarta. Mama Kinanti memuaskannya dengan memesan kepiting saos tiram, udang goreng, ikan kakap bakar dan cah kakung. Untuk minumannya memilih es kelapa muda gula Jawa.
Rama dan Shinta berusaha membuat mama bahagia dan hari pertama liburan sukses dengan membeli oleh-oleh kerupuk tengiri untuk teman-teman Mama Kinanti di kantor.
***
Hari kedua Mama Kinanti sudah tidak penasaran dengan pesona Gua Lawa yang terletak di Purbalingga, setelah menikmati keindahan Gua Lawa itu yang terletak di bawah permukaan tanah di lereng Gunung Slamet yang terbentuk dari aliran lava yang membeku.
Mama Kinanti terkagum-kagum menuruni tangga dan menelusuri lorong-lorong dengan lebar sekitar satu meter. Terasa dingin dan tetes-tetes air yang keluar dari sela-sela bebatuan. Tampak dingin dan penuh misteri, menyusuri semakin ke dalam ada 14 gua yang mempunyai nama-nama sesuai legenda yang yang pernah ada, salah satunya Gua Semar, karena bentuk batunya mirip Semar, tokoh pewayangan. Ini kunjungan kedua Rama dan Shinta ke tempat wisata yang masih menawarkan kesejukan pegunungan Slamet.
Hari ketiga menikmati Kota Purwokerto dengan kulinernya dan lebih banyak meluangkan waktu dengan banyak bertanya segala hal tentang Rama dan keluarganya. Malam terakhir ini mama malah menginap di rumah kontrakan Rama, besok akan pulang ke Jakarta dan mulai bekerja kembali.
Shinta dan Rama melepas kepulangan mama kali ini bersama dan tampak mama sudah banyak sekali berubah.
Semalam mulai menyinggung kalau urusan S2 Rama sudah selesai dan Rama sudah manajer, Shinta juga sudah mendapat kerjaan lain maka mereka berdua harus mulai memikirkan sebuah pernikahan.
Setelah kereta kepulangan mama berlalu, Rama menggenggam tangan Shinta dan berdua mengukir senyum dengan jalan yang terbuka buat hubungan mereka. Sebuah kedekatan menuju kebahagiaan dengan restu yang selama ini diharapkan.
***

Download Titik & Koma

* Available on iPhone, iPad and all Android devices