by Titikoma
8. One Find Day
Shinta memakai kain brokat hijau pupus dengan model lengan pendek dan bawahan rok batik panjang. Di sebelahnya Rama dengan toga hitam wisuda S2-nya.
“Satu, dua, tiga... senyum!” Asih, adik Rama yang kali ini ikut menghadiri wisuda kakaknya bersama ayah dan ibu memotret Rama dan Shinta.
Rama lulus cumlaude dan bulan depan sudah pindah ke Jakarta. Sementara Shinta masih di Purwokerto sambil menunggu panggilan beberapa interview. Setelah pasti dari beberapa interview lolos dan diterima kerja, maka sebulan sebelumnya baru mengajukan pengunduran diri.
“Hmmm selamat ya Sayang...” Shinta memberikan ciuman setelah semuanya berlalu. Dan sehari itu merupakan hari terbaik pasangan yang tidak terasa tiga tahun bersama merenda kasih. Penuh perjuangan dan kebersamaan.
Mama Kinanti juga langsung mengucapkan selamat via telepon dan sangat senang karena Rama sudah promosi manajer dan pindah ke Jakarta. Sesuatu yang dinanti-nanti Mama Kinanti juga adalah Shinta yang minggu ini akan ke Jakarta untuk beberapa interview pekerjaan baru, jika diterima tidak lama menyusul Rama di Jakarta. Setelah ini melangkah untuk membicarakan semuanya ke arah yang serius.
“Hmmm sabar ya Mah masih ada beberapa langkah agar Shinta bisa bersama lagi dengan Mama di Jakarta,” Shinta membesarkan hati mama yang sudah tidak sabar ingin putrinya tinggal bersamanya lagi.
***
Rama dan Shinta berusaha untuk terus memperjuangkan apa yang jadi target-terget mereka. Sembari menunggu kepindahan Rama ke Jakarta, sebaliknya Shinta melewati beberapa hari di Jakarta untuk mengikuti beberapa tes interview.
Seminggu kemudian sebuah keputusan yang menjadi momen indah juga bagi Shinta adalah diterima kerja di sebuah perusahaan dengan jabatan sebagai supervisor, berarti satu tingkat melangkah dari pekerjaan sebelumnya dan penawaran gaji yang lebih besar di Jakarta.
Shinta sudah mengajukan pengunduran diri agar pas dengan waktu dirinya memulai pekerjaan baru di Jakarta dan tidak terlalu lama berpisah dengan Rama yang harus mutasi terlebih dulu karena promosi sebagai manajer IT ke PT. Elektronik Globes, Jakarta Pusat.
“Mas Rama aku keterima kerja dan mulai bulan depan juga mulai masuknya, mereka memberi kesempatan aku untuk sebulan sebelumnya menyelesaikan segala hal di kantor PT. Elektronik Globes,” Shinta tersenyum ceria.
Semua yang direncanakan satu per satu berjalan mulus. Mama Kinanti juga sangat mendukung dan ikut bahagia akan setiap keberhasilan mereka.
Tampaknya semua sangat sempurna dan berjalan sesuai direncanakan. Sampai akhirnya Rama berangkat terlebih dahulu ke Jakarta sementara selang satu bulan Shinta menyusul ke Jakarta.
***
“Mama bahagia sekali, sekarang Mama tidak perlu jauh-jauh lagi dengan kalian. Setiap saat Mama bisa memeluk Shinta dan kamu Rama, bisa menjadi sopir kita kalau mau bepergian, iya kan Shin...” Mama meledek Shinta dan Rama.
“Masa sopir sih Mah... calon menantu dong!” Shinta protes sementara Rama hanya tersenyum menyaksikan mama dan putrinya sangat akrab setelah sempat memanas saat hubungan mereka setahun lalu belum sepenuhnya direstui.
Dony dan Mutia juga sudah bersama di Jakarta karena Mutia memutuskan jadi ibu rumah tangga dulu untuk merawat balita mereka dan mengundurkan diri dari PT. Elektronik Globes.
Kalau ada kesempatan, sesekali mereka bereuni seperti saat-saat di Purwokerto. Dony juga tidak lagi bekerja di PT. Elektronik Globes, dia mendapat tawaran lain di perusahaan asing yang lebih menjanjikan jabatan dan kompensasinya.
***
Bersyukur sekali Shinta juga mendapat pekerjaan sebagai marketing dengan lingkungan kerja yang menyenangkan.
Rama sendiri seiring jabatannya sebagai manajer dan menuntut tanggung jawab yang semakin besar, tapi semua dapat dilewati dengan baik.
Rama tipe pekerja keras, pintar dan ulet juga berani menghadapi tantangan membuat dia semakin bagus dalam kinerja dan kariernya.
Shinta juga mulai banyak bertemu dengan teman-teman marketing yang lebih luas wawasan dan pergaulannya. Shinta semakin bergairah apalagi tiga tahun seakan terdampar di kota kecil sekarang dia seakan kembali ke kota asal kelahirannya metropolitan Jakarta, dengan segala gemerlapnya dan terkadang keangkuhan yang susah ditaklukan. Tapi di Jakarta Sinta merasa lebih dinamis.
Setengah tahun Rama dan Shinta kembali bergelut dengan situasi dan suasana baru. Masing-masing disibukkan dengan ambisi dan target pribadi yang kadang melupakan apa yang menjadi target bersama.
Rama sempat maklum, Shinta mulai agak berubah karena dia juga gadis yang pintar. Sebenarnya memang Shinta punya potensi besar untuk berkarier di marketing, tidak hanya sebagai admin support yang lebih banyak di belakang layar. Dan tampaknya Shinta sangat menikmati pekerjaan barunya.
Mereka mulai jarang bertemu dan sesekali komunikasi hanya lewat telepon karena tingkat kesibukan dan stres yang tinggi. Kadang ada rasa khawatir menyusup dalam relung hati Rama akan hubungan mereka yang berjalan menuju empat tahun. Mama Kinanti juga hanya sesekali menghubungi karena beliau juga masih aktif bekerja di sebuah perusahaan multinasional juga.
***
Tapi ternyata alasan kekhawatiran Rama tidak beralasan, karena di hari Minggu saat mengunjungi Shinta di rumah.
Tiba-tiba ...
“Rama dan Shinta, hmmm… kalian masih betah pacaran saja! Apa kalian lupa dengan target kalian berdua setelah merasa settle di Jakarta dengan pekerjaan masing-masing kalian akan mengakhiri dengan sebuah ikatan yang lebih serius?” Mama Kinanti menegur Rama dan Shinta yang tengah asyik tertawa bercerita apa saja karena hampir sebulan mereka tidak saling bertemu.
Sontak Rama dan Shinta terdiam.
Rama teringat akan target-target mereka yang ditulis di kertas waktu lalu yang dimasukkan ke dalam stoples kaca buatan Shinta yang dalamnya adalah susunan kerang-kerang dan pasir putih saat kunjungan Shinta ke Pantai Indrayanti.
Shinta juga memberikan stoples kaca lagi berisi kerang saat pergi bersama dengan Mama Kinanti ke Teluk Penyu dan stoples ini berisi juga tulisan janji mereka berdua untuk serius sampai pada sebuah pernikahan.
Rama bahkan menambahkan sebuah foto saat mereka berdua dan Mama Kinanti saat di Teluk Penyu.
Saat tidak bisa bertemu dengan Shinta karena jalanan dan kesibukan di Jakarta yang berbeda dengan Purwokerto, dua stoples kenangan buatan Shinta cukup menghiburnya.
Sesekali Rama mengambil gulungan kertas yang di taruh dalam sedotan yang tercecer di pasir putihnya lalu membuka apa yang pernah Rama dan Shinta tuliskan untuk sekedar mengingatnya.
Beberapa malam lalu Rama membuka gulungan sedotan itu dan membaca tulisan tangan Shinta,
“Lamarlah aku bila saatnya... love you Mas Rama...”
Rama sempat menimang-nimang kertas gulungan kecil itu dan tersenyum sembari menarik napasnya panjang.
***
Dan siang ini tiba-tiba Mama Kinanti menegur tentang sebuah hubungan serius, jadi seperti sebuah peringatan pada dirinya secara tidak langsung. Peringatan sebuah janji akan hubungan yang serius.
Rama menginjak kaki Shinta dan Shinta juga tersenyum saat mama mengingatkan hubungan mereka yang berjalan empat tahun.
“Rama sebenarnya sudah saatnya kalau kalian mulai merencanakan ke jenjang yang serius, sekarang apa lagi yang ditunggu ya? Pekerjaan kalian berdua sudah sangat bagus, jabatan kalian juga... Mama yakin Shinta juga bisa jadi manajer dengan kerja keras dan kemauan yang kuat. Rasanya sudah saatnya kamu Rama kalau memang serius ingin menikahi putri Mama, segera menghubungi orang tua kamu di Yogyakarta untuk melakukan pembicaraan resmi dengan Mama. Mama perlu ngobrol-ngobrol dengan orang tua kamu bagusnya untuk kalian bagaimana nantinya,” Mama Kinanti bicara panjang lebar.
Kali ini Rama yang diam dan mulai memikirkan untuk mempertemukan kedua orang tuanya dengan Mama Kinanti. Sepertinya ayah dan ibu memang sudah menunggu hubungan dirinya dan Kinanti segera disatukan dalam ikatan perkawinan.
“Mah, jadi orang tua Rama harus kemari dulu ya, bukan lamaran dulu kan? Maksud Shinta Mama ingin ngobrol-ngobrol dulu ya?” Shinta mendadak nervous juga.
Entah kenapa malah menjadi ragu padahal ini adalah langkah penghujung yang mereka nanti setelah perjuangan yang berat.
“Iya... hmmm atau gini deh, Mama ada rencana ke Yogyakarta pas banget ada meeting nasional kantor yang dilakukan di Yogyakarta. Mama ingin kalian berdua menemani Mama, tenang pas di hari Sabtu acaranya jadi kalian tidak perlu ambil cuti. Kita berangkat dengan pesawat Jumat malam dan Sabtu mama rapat sampai sore, terus malam Minggu kita makan malam bersama di restoran. Yah nanti mengalir saja pembicaraan antar orang tua,” Mama memberikan sebuah usul yang tampaknya paling menarik.
Apalagi memang kedua orang tua Rama dan Shinta belum sekalipun saling bertemu jadi sepertinya rencana Mama Kinanti sangat pas dan bisa terlaksana sembari ngobrol santai.
Rama dan Shinta menyetujui. Dan tidak bisa dibohongi menuju pembicaraan serius minggu depan, jantung Rama sudah berdetak keras dari sekarang. Memang dalam hati terdalamnya ini adalah hal yang dinanti sekaligus mendebarkan.
Shinta adalah wanita yang tercantik dan memesona dengan kecantikan dan kecerdasannya. Apa yang Rama raih sekarang gelar S2, jabatan dan seiring kompensasi perusahaan yang tinggi sehingga sudah membuat dirinya pribadi secara material cukup semata untuk Shinta.
Mobil dan sekarang rumah sudah terbeli, walau untuk rumah masih harus mencicil tapi mobil sudah selesai.
Tabungan untuk menikah juga sudah disiapkan.
“Perfect, alhamdulillah....” Rama mengucap syukur saat pulang dari rumah Shinta ke rumahnya. Dalam otaknya adalah segera mengabari ayah ibunya untuk bersiap hari Sabtu, malam Minggu depan akan diajak ketemu dengan mamanya Shinta.
***
Waktu seakan berputar dengan cepat, Jumat malam mereka bertiga dengan menaiki pesawat sudah sampai di Yogyakarta.
Bandara Adi Sutjipto dan Yogyakarta malam hari menyambut kedatangan mama Kinanti, Rama dan Shinta.
Mama dan Shinta langsung masuk hotel tempat pertemuan kantor Mama Kinanti diselenggarakan, sementara Rama memutuskan langsung pulang ke rumah orang tuanya dan mempersiapkan besok malam Minggu untuk mempertemukan ayah dan ibunya dengan Mama Kinanti.
Ayah dan ibu Rama menyambut ajakan Rama untuk menemui Mama Kinanti dengan hati berdebar juga. Tentu saja sedikit banyak cerita tentang hubungan putranya yang sempat tidak disetujui telah mereka ketahui, walau Rama tidak sering bercerita, tapi Asih adik Rama kalau mendengar cerita-cerita dari Shinta yang suka curhatan via chatting-an suka kebabalasan cerita pada ayah dan ibu.
Tapi kabar kalau Mama Kinanti sudah menerima Rama juga melegakan mereka dan memantapkan besok malam Minggu adalah sebuah pertemuan kekeluargaan yang merupakan kabar gembira buat semuanya.
***
Jam menunjukan pukul 19.00, di sebuah RM Suharti terlihat Mama Kinanti dan Shinta yang malam itu tampak cantik dan Rama yang tampak tampan dengan mengenakan baju sarimbit. Ayah dan ibu Rama, Asih, Mas Bima kakak tertua Rama yang datang bersama keluarganya.
Sebelum menikmati lezatnya ayam goreng rumah makan Suharti, ayah Rama mulai membuka pembicaraan ke arah hubungan putra dan putri mereka.
“Sebelumnya kami sekeluarga mengucapkan terima kasih, bahkan tidak menduga akan diundang oleh Ibu Kinanti yang kebetulan juga ada acara kantor tapi masih menyempatkan untuk bertemu dengan kami. Sepertinya tidak perlu panjang lebar saya bicara, pada intinya sepertinya putra saya, Rama Wijaya dan putri Ibu Kinanti tampaknya sudah dewasa dan matang. Seperti yang kita tahu menikah adalah menyempurnakan ibadah, jadi alangkah baiknya mereka berdua yang sudah mau empat tahun bersama kita resmikan dalam sebuah perkawinan. Bukan begitu Ibu Kinanti?” Ayah Surya, bapak dari Rama meyakinkan rencana mereka pada Mama Kinanti.
Dan Mama Kinanti tersenyum mengangguk-angguk tanda setuju dan sepaham. Pembicaraan mengalir dengan enak, hingga pada sebuah penentuan hari dan tanggal kalau bulan depan akan digelar acara lamaran di Jakarta.
Keluarga Rama akan datang ke Jakarta dan diterima keluarga Shinta yang ada di Jakarta untuk menyambut mereka. Dalam hal ini adalah acara lamaran. Setelah acara lamaran, penentuan hari dan tanggal akad nikah dan resepsi yang tidak lama dari acara lamaran kurang lebih dua bulan. Rama dan Shinta menyetujui saja apa yang dirundingkan oleh kedua orang tua mereka.
Terbayang dalam tiga bulan berarti mereka bila tidak ada aral melintang akan menjadi pasangan suami istri.
Rama diam-diam menggenggam tangan Shinta yang mendingin dan meyakinkan semuanya akan berjalan baik-baik saja seperti apa yang telah mereka lewati.
Bagai slide film, Rama teringat per episodenya mengejar Shinta saat memulai dengan perkenalan, pendekatan lewat Lover kucing kesayangan Shinta yang sakit, Mama Kinanti yang tidak setuju, penolakan Mama Kinanti membuat hubungan dengan Shinta pasang surut, Shinta mengalami sakit lambung, Mama Kinanti kecelakaan dan Rama menjadi donor darah buat beliau, keakraban yang indah setelah Mama Kinanti akhirnya bisa menerimanya, sukses dalam menyelesaikan S2, promosi kerjaan di Jakarta menjadi seorang manajer dan sekarang tengah menuju sebuah akhir perjuangan untuk menyunting Dewi Shinta, gadis yang sangat dicintainya.
Rama yakin hatinya tidak mungkin bisa pindah ke lain hati, dari awal mengenal Shinta dirinya sudah jatuh hati. Dan rasa itu semakin besar hingga detik ini.
Mama Kinanti dan kedua orang tuanya menentukan bulan depan adalah kunjungan resmi keluarga Rama ke Jakarta untuk melewati acara lamaran.
Semua mempersiapkannya dengan baik dan sempurna. Hari baik untuk lamaran ditentukan. Mama Kinanti mengundang saudara-saudara yang ada di Jakarta untuk menghadiri sebuah lamaran yang sudah ditunggu mengingat Shinta juga sudah memasuki umur yang pas untuk menikah. Dan kematangan umur dan pekerjaan sudah menyempurnakan untuk menjemput hari bahagia. demikian juga dengan Rama, calonnya yang juga sudah jelang di angka tiga puluh.
***
Proses lamaran...
Di suatu malam Minggu, dengan mengenakan brokat berwarna hijau toska dan disanggul modern, Shinta tampak sangat anggun. Malam itu kecantikan begitu terpancar seiring rasa bahagia yang tengah mewarnai dirinya yang akan disunting Rama yang juga tampak ganteng. Rama setelah pindah ke Jakarta meskipun kerjaannya banyak tapi menyempatkan untuk fitness sehingga tubuhnya terbentuk dan tidak terlalu kurus seperti saat menyelesaikan S2. Kenaikan berat badan yang proporsional tampak membuat Rama sempurna bersanding dengan Shinta.
Keluarga dari Shinta sudah berdatangan dari eyang putri dan kakung Shinta, tante-tantenya, om, budhe, keponakan sudah bersiap karena pembawa acara mengumumkan kalau keluarga dari mempelai laki-laki tengah bersiap menuju ke rumah Mama Kinanti yang sengaja dipasang tenda kain lembut berwarna serba peach.
Tak urung Shinta dan Mama Kinanti nampak tegang saat rombongan dari Yogyakarta hampir ada kurang lebih tiga puluh orang dengan segala bawaan. Semua tampak bersahabat dan penuh kekeluargaan meskipun keluarga yang datang dari pihak Rama terlihat sederhana.
Pembawa acara yang menyambut kedatangan mereka dengan pitutur yang halus dan penuh dengan keakraban membuat suasana hangat dan sesekali diselipi humor, membuat Shinta dan Rama yang sedang jadi tokoh acara lamaran tidak terlalu tegang.
“Nah sang pangeran akhirnya datang, sudah ditunggu-tunggu dengan harap-harap cemas lho Mas Rama,” goda sang protokol.
“Mbak Shinta sudah tenang saja, lha Mas Rama-nya sudah nggak kesasar ke rumah gadis lain kok. Pokoknya sudah pasti yang dituju cuma dia, Jeng Shinta seorang. Benar nggak saudara-saudara?”
Yang dijawab para tamu dari dua belah pihak dengan jawaban, “Benarrrr...”
Acara berjalan lancar, satu demi satu perkenalan keluarga dari pihak Shinta kemudian dari pihak Rama yang mendatangkan semua saudara kandungnya.
Sampai akhirnya di tengah adalah acara inti kalau kedatangan keluarga Mas Rama dengan keluarganya kali ini adalah bukan kunjungan biasa melainkan sebuah kunjungan lamaran, kunjungan meminta putri ibu Kinanti yang bernama Dewi Shinta untuk dipinang akan berniat dijadikan istri.
Dan protokol langsung menanyakan kepada Shinta apakah bersedia menjadi calon istri bagi Mas Rama, dan dengan malu-malu Shinta menjawab, ”Iya... bersedia...”
Semua mengamini dan saling bersalaman berpelukan, kehangatan semakin mengalir di acara makan malam. Semua berbaur termasuk sepupu-sepupu Shinta yang juga mulai akrab dengan Rama, demikian keluarga Rama saling ngobrol apa saja.
Sementara Mama Kinanti dan kedua orang tua Rama tengah merundingkan hal yang penting mengenai hari baik dan pas untuk akad nikah dan resepsi rencananya di gelar dua bulan ke depan.
Di penghujung acara semua berdoa agar apa yang direncanakan dua bulan ke depan akan berjalan dengan lancar dan baik sesuai harapan.
Malam itu semua tampak indah, Shinta memancarkan kecantikan dan banyak keluarga Rama yang baru melihat pertama kali merasa kagum. Rama juga terlihat tampan. Semua berpendapat mereka pasangan yang serasi.
Saat semuanya sudah selesai dan tampak larut hingga doa penutup juga selesai, pesta lamaran usai.
“Shinta aku pulang dulu ya mengantar keluarga ke hotel, mereka semua besok pagi sudah pulang ke Yogyakarta. Maklum kakak-kakak dan saudara lain juga Senin masuk kerja,” Rama berpamitan dan menatap lekat Shinta yang malam ini dengan polesan make up dan rambut yang disanggul tampak sangat anggun.
“Kok ngeliatnya gitu amat ya, sabaarrr yaaaa masih dua bulan lagi...” Shinta menggoda Rama yang menatap dirinya penuh makna.
“Hmmm kamu sungguh cantik sekali, rasanya aku masih bermimpi bisa melamar kamu dan rasanya tidak sabar menunggu hari bahagia kita Sayang...” Rama menggenggam tangan Shinta lembut.
“Ehem... sudah ah ngegombalnya, gatel nih rambut disasak-sasak dari sore biar bisa nyanggul setinggi gini. Belum baju brokat ini serasa menusuk-nusuk kulit hehehe...” Shinta mencoba mengalihkan Rama yang terpesona dengan dirinya.
Shinta dan Rama merasakan ini adalah hari terbaik dari hari-hari yang terlewati, ketika sebuah lamaran diterima dan sisanya adalah sebuah eksekusi.
***