Aku Bukan Pilihan

Reads
167
Votes
0
Parts
11
Vote
by Titikoma

9. Aku Bukan Pilihan

Tidak selalu eksekusi berjalan mulus, masih ada campur tangan berbagai pihak secara terang atau tersembunyi yang kadang membuat semua yang direncanakan malah hancur berkeping-keping.
Benar sekali beberapa orang mengisahkan saat-saat jelang akad nikah adalah salah satu masa berat yang harus terlewati. Terkadang ada saja sebuah kerikil menjadi batu besar bahkan membuat kehancuran karena lemparannya.
***
Ada saja hal-hal yang membuat ketidakcocokan, hal yang dialami Rama dan Shinta saat mereka terjun langsung menentukan undangan, gedung, souvenir, katering, foto pre wedding, para panitia ada saja keributan dan kadang hal ini membuat keduanya kesal dan suntuk satu sama lain.
Bahkan Shinta yang biasanya lebih menerima akan keadaan di saat menentukan semuanya terlihat ingin mendominasi, pada akhirnya Rama memilih untuk mengikuti saja kemauan Shinta dan didukung keinginan Mama Kinanti yang semuanya serba tampak mewah.
Cukup banyak tabungan yang sudah terkuras, tapi Rama memang sudah mempersiapkan segala sesuatunya. Dia sudah menata keuangannya sedemikian rupa walau tak urung masih ada yang kurang.
Cukup lega semua Down Payment telah terbayar, Shinta dan Mama Kinanti juga membantu menanggung biaya resepsi sehingga saling merasakan kebersamaan walau ada saja selisih paham yang membuat Shinta dan Mama Kinanti sempat mendiamkan Rama berhari-hari.
Hanya karena Rama salah dalam memilih warna untuk souvenir, Shinta sempat mengamuk dan membanting mug yang rencananya akan jadi souvenir hancur berkeping-keping.
Padahal mug sudah jadi dan mau tidak mau harus dibayar penuh. Hanya karena Shinta ingin berwarna merah cerah, tapi ternyata hasil cetakan berwarna ungu untuk tulisan yang menghiasi mug dan gambar sepasang pengantin adat Yogyakarta membuat Shinta dan mamanya marah-marah.
“Gimana sih Mas Rama teman kamu kok nggak profesional banget! Seharusnya kita nggak bayar nih mugnya! Kan kita pesannya merah untuk cetakan tulisan dan gambarnya, ini kok ungu! Emangnya aku janda apa! Suka warna ungu! Sebal!” Shinta uring-uringan nggak karuan.
“Yah sudahlah sabar, ungu ini juga manis kok! Siapa bilang ungu menandakan janda? Kamu ada-ada saja!” Rama tidak tega kalau harus komplain keras pada rekan yang telah bersedia membuatkan souvenir dengan harga teman, walau hasilnya tidak berwarna merah seperti yang dibayangkan Shinta.
Akhirnya Shinta dan mamanya tidak marah-marah lagi untuk masalah souvenir setelah mendiamkan Rama hampir seminggu. Sisanya Rama tidak mau ikut campur tangan, hanya mentransfer dana yang dibutuhkan ke rekening Shinta.
Tak urung kejenuhan melanda Shinta dan Rama jelang-jelang pernikahan. Dengan alasan calon pengantin sebaiknya memang jarang ketemu, apalagi Shinta harus dipingit. Kalau di Jawa ada kebiasaan untuk memperlihatkan aura kecantikan saat acara resepsi, mempelai pengantin melakukan perawatan diri termasuk tidak keluar rumah.
Hal ini tentu saja hal yang sulit apalagi Shinta mulai menjadi wanita karier. Teori pingitan hanyalah teori yang membuat Shinta entah kenapa juga males bertemu dengan Rama setelah sebulan ini mempersiapkan resepsi mereka selalu penuh dengan perdebatan.
Tapi sekarang bisa lebih tenang karena surat undangan sudah disebar dan semuanya sudah beres, tinggal mempersiapkan diri dan mental menghadapi H-15 resmi menjadi Nyonya Rama Wijaya.
***
Jumat siang yang cerah… Shinta, Riana, Bianca dan Norman tengah menikmati pecel Bu Broto di Plaza Semanggi.
Jumat adalah hari yang paling menyenangkan bagi orang kantoran, terutama metropolitan yang lelah dengan kemacetan setiap harinya.
“Psssttt… itu cowok ganteng yang duduk sebelah sana dari tadi ngeliatin kamu terus lho Shin!” Norman satu-satunya cowok yang selalu menguntit tiga cewek berbisik perlahan.
“Pssst jangan nengok! Dia lagi ngeliatin kita!” Norman memperingatkan.
Tapi Shinta sudah terlanjur menengokkan wajahnya dan ...
“Candra!”
Shinta masih ingat cowok yang lima tahun lalu terpaksa dia putus karena kemauan mamanya.
Candra, anak konglomerat yang awalnya Shinta tidak ada perasaan apa-apa, tapi karena mama dan orang tuanya berniat menjodohkan membuat Shinta berusaha mencintainya. Dan tidak lama memang timbul cinta di hatinya. Candra sosok yang sangat baik, selain orangnya sangat royal, dia orang yang paling tidak tegaan melihat pengemis, anak-anak peminta dan mau berbagi. Sayang cinta itu harus patah juga karena mama tersinggung dengan ucapan kedua orang tua Candra yang Shinta sendiri tidak terlalu jelas tahu duduk masalahnya.
Pria yang bernama Candra melambaikan tangan dan mendekat. Hati Shinta berdebar-debar melihat Candra yang tinggi besar dan tampan seperti blasteran.
“Shinta, ya ampun aku tadi ragu apakah aku mimpi atau nyata melihat kamu?” Candra menyalami Shinta dan mencium pipinya.
Tampak jelas kerinduan dan kebahagiaan yang tidak bisa disembunyikan dari wajah Candra yang sempat sangat dekat di hatinya.
Shinta tidak bisa membohongi hatinya, sepertinya hatinya kembali terbakar dan dari sekian mantan-mantan di masa lalu, Candra adalah sosok yang paling di hati.
Kenapa tiba-tiba Tuhan mempertemukan dirinya dengan Candra lagi di jelang hitungan dua minggu lagi dia akan menikah dengan Rama?
“Ampun Shin, tampan sekali mantan kamu itu,” Bianca berbisik nakal.
“Aduh Rama sepertinya nggak ada apa-apanya deh!” Norman cowok setengah cewek ikutan mengompori.
“Kenapa juga kamu putus dengan cowok setampan, setajir dan sebaik Candra Shin? Ayo sepertinya kamu harus berpikir ulang deh! Belum terlambat lho!” Riana benar-benar mengompori hatinya dan seakan menyadarkan Shinta akan pilihan yang tepat.
Semua sahabatnya benar-benar mencuci otaknya, padahal mereka baru sekalinya melihat dan bertemu Candra tapi sudah kelabakan, sementara dirinya lima tahun lalu butuh waktu untuk benar-benar akhirnya mencintai.
Semua memilih Candra dibandingkan Rama yang tidak ada salah dan urusan apapun sebenarnya dengan sahabat-sahabatnya itu.
***
Shinta sadar sepenuhnya sekarang dirinya sudah dalam satu mobil Mercedes milik Candra. Bahkan Candra menggenggam tangannya seperti saat mereka berpacaran dulu.
Shinta belum sempat bercerita kalau dua minggu lagi adalah hari terpenting dalam hidupnya. Tidak seharusnya Shinta menyambut hangat pelukan, ciuman pipi di awal pertemuan dan sekarang genggaman tangan Candra yang tampak merindukannya. Candra tidak pernah menutup-nutupi perasaan dia dari dulu.
Shinta bagai tersihir pesona Candra yang romantis. Entah ke mana sosok Rama yang hampir empat tahun bersamanya, tiba-tiba sosok Rama tidak ada artinya sama sekali. Dan sisa akal sehat yang tiba-tiba Shinta menarik tangan kanannya yang masih di genggam Candra.
“Maaf Ndra... tidak seharusnya aku menyambut kamu sehangat dulu...” wajah Rama dan dua minggu lagi dia akan menjadi istri Rama menyadarkan hati Shinta.
Tapi kenapa hatinya begitu meragu, apa yang salah?
Sosok Candra yang tiba-tiba terusik seakan melaburkan semua yang semakin mendekat, sebuah keterikatan berubah menjadi keraguan akan hubungan dirinya dengan Rama.
Candra sosok sempurna yang tiba-tiba menghangatkan hatinya, bahkan debaran di hatinya sangat membuat Shinta menjadi bingung dengan apa yang ada dalam hatinya.
“Please Shinta jangan berpikir macam-macam, jodoh kamu adalah Rama Wijaya yang sudah melamarmu dan tinggal menghitung hari kamu akan jadi istrinya! Semua sudah siap dan semua sudah mengeluarkan biaya yang besar, kamu jangan macam-macam!” Itulah yang ada dalam hati Shinta, teriakan-teriakan mengingatkan Shinta untuk berpikir waras dan terutama perasaan hatinya yang mulai goyah.
Goyah dengan pertanyaan, “Apakah dirinya yakin meneruskan pernikahan dengan Rama Wijaya?”
Sementara di depan, cinta lamanya datang dan masih penuh dengan cinta yang tidak tergoyahkan setelah lima tahun berlalu.
“Tapi kenapa aku malah ingin lari dari Rama setelah bertemu kembali dengan Candra, apakah ini sebuah pertanda Tuhan menemukan aku dengan Candra di hari aku menjelang menikah untuk membatalkan yang tidak seharusnya? Kenapa aku ragu untuk melangkah pada akhir cerita aku dan Rama setelah melewati banyak hal? Shinta jangan berpikir aneh-aneh! Ini tidak ada campur tangan mama yang selalu menentang pacar-pacar kamu di waktu lalu! Rama adalah pilihan terbaik!” Masih Shinta berbincang dengan hatinya.
“Shinta kok kamu ngelamun sih? Aku kangen dan senang sekali bisa ketemu kamu. Kamu tahu apa yang ada di hatiku, Sayang?” Candra bertanya sesuatu yang membuat Shinta semakin meragu akan perkawinan yang dekat.
Shinta menggelengkan kepala.
“Aku akan menikahi kamu, apa pun kamu keadaannya dan memohon pada Mama Kinanti untuk mengizinkan kita bersama, bodohnya aku lima tahun lalu lari dari kenyataan kalau aku memang sangat mencintai kamu, sekarang aku tidak akan melepaskanmu Shinta,” Candra semakin erat menggenggam tangannya.
“Aku... aku sudah dilamar Ndra! bahkan dua minggu lagi aku akan melangsungkan akad nikah dan resepsi. Kamu terlambat Ndra...” Shinta menarik tangan dan menunduk.
Jujur dalam hatinya tiba-tiba ada rasa ingin kembali pada Candra dan berharap pernikahan yang tinggal dua minggu lagi hanyalah mimpi, bukan kenyataan.
“Tidak ada kata terlambat dalam cinta Shinta, kamu belum mengucapkan janji secara agama, aku masih mempunyai kesempatan untuk memiliki kamu. Hanya saja aku juga tidak mau memaksakan kehendak hatiku kalau hatimu memang sudah mantap dengan pilhan kamu yang sekarang. Tapi cobalah kamu dengar suara hati kamu... apakah kamu yakin lelaki yang jadi pilihan kamu atau kamu masih menyimpan cinta kita waktu lalu?” Candra menatap tajam Shinta yang kini tampak kebingungan.
Sepanjang jalan pulang bersama Candra ada kebahagiaan di hati Shinta karena cinta lamanya hadir lebih menggairahkan dibandingkan cinta yang sudah empat tahun telah menemaninya. Tapi juga kebingungan harus bagaimana bila memang tiba-tiba dia ingin membatalkan semuanya. Apakah Rama bisa menerima keputusan tergila dia? Apa kata orang? Terutama apa kata keluarga besar dirinya dan keluarga besar Rama.
Kenapa tiba-tiba Shinta berpikir untuk membatalkan semuanya. Menghancurkan apa yang telah empat tahun diperjuangkan dalam hidupnya. Kenapa?
***
Candra mengantar Shinta dan masuk ke dalam rumahnya. Mama Kinanti menyambut dengan tenang, sempat kaget juga Shinta karena Mama Kinanti tidak memarahi atau memasang wajah jutek dan marah seperti lima tahun lalu saat meminta Candra menjauhi dirinya, karena mama merasa marah dengan orang tua Candra yang menghinanya.
Sejujurnya jenis hinaan apa Shinta juga tidak terlalu paham. Waktu itu hatinya hanya ingin menutup semua kebersamaan dengan Candra seperti saat putus dengan Arman dan Budi. Shinta tidak mau larut lebih jauh karena sia-sia.
***
“Oh Candra, apa kabar? Wah kok bisa ketemu dengan Shinta?” Mama bertanya ramah.
“Tidak sengaja Tante, mungkin memang takdir mempertemukan kami saat Shinta dua minggu lagi akan dipersunting seseorang. Tapi Tante, jujur saya masih sangat mencintai dan ingin menikahi Shinta! Itu janji saya bila Tuhan memberikan kesempatan untuk bertemu kedua kali dengan Shinta,” Candra dengan berani nekat mengatakan isi hatinya.
Mama Kinanti hanya menarik napas sesaat lalu dia berkata, ”Semua keputusan ada di Shinta karena dia yang akan jalani. Mama hanya bisa mendukung saja. Dengan siapapun itu adalah pilihan Shinta yang terbaik. Hanya ikuti kata hati saja...” Mama Kinanti menjelaskan bahwa semua terserah Shinta, selaku mama dia hanya bisa mengikuti dan mendukung.
Sepertinya Mama Kinanti sekarang memang berubah dan tidak mau memaksakan apa yang paling dianggap paling sempurna buat putri tunggalnya.
“Shinta aku pulang dulu ya... pikirkan bahwa hanya aku yang paling tepat menjadi pendamping kamu. Jangan kerugian material membuat kamu menggadaikan hati kamu pada seseorang yang kamu rasa belum pas di hati seutuhnya. Material bisa dicari dan aku pun bersedia menggantikan semuanya bila calon kamu menuntut kerugian material! Tapi tidak dengan hati dan diri kamu. Shinta kamu harus yakin dan mantap dalam memilih. Pilihlah yang kamu anggap terbaik. Pilihan Shinta! Dan semua adalah pilihan!”
Candra mencium keningnya, tapi ke mana mama? Ada perasaan mama sengaja memberikan keleluasaan pada Candra dengan meninggalkan mereka berdua.
Rama menelepon berulang kali tapi Shinta sengaja tidak mengangkatnya karena dari siang dan malam ini dia tengah bersama Candra.
Hatinya goyah, tiba-tiba semua kebaikan Candra di waktu lalu menjelma dan menutup semua kebaikan Rama selama empat tahun.
“Apakah aku mencintai Rama karena aku frustasi dengan putusnya aku dengan beberapa pria termasuk Candra.”
Sepertinya kebimbangan terbesar dalam hidup Shinta tengah membuat gelombang besar dalam hatinya.
***
Bahkan keesokan harinya saat Candra sengaja datang ke rumah menjemput untuk ke kantor, Mama Kinanti tidak berkomentar apapun. Mama hanya membiarkan saja, seolah memberi kesempatan dan kebebasan seluas-luasnya untuk mereka berdua dekat kembali.
Bersama Candra sesaat membuat Shinta lupa akan ketegangan dirinya akan menikah dengan pria bernama Rama Wijaya yang akan berlangsung tiga belas hari lagi.
Seperti siang ini Candra mengajaknya ke mal, Candra sedang mencari baju yang akan dipakai untuk pembukaan pabrik barunya di cabang Bali.
Candra benar-benar memperlakukan Shinta dengan mesra dan hangat, membuat Shinta lupa sama sekali status dirinya yang sudah dilamar dan tinggal menghitung hari, semua kerabat keluarganya dan kerabat Rama telah siap dengan tugas masing-masing.
Kerabat dekat dengan baju-baju brokat seragam yang sudah dijahit. Semua akomodasi juga sudah dilunasi. Jelas sudah menghabiskan banyak materi yang beberapa tahun ditabung.
***
Dony, sahabat Rama melihat sosok yang tidak asing. Dari jauh dia melihat Shinta, pacar sahabatnya Rama tengah sangat mesra dengan seorang pria tinggi besar dan sangat tampan.
Dony tahu kurang tiga belas harian lagi Rama dan Shinta akan menikah, undangan via pos juga sudah Dony terima.
Rasa penasaran menyelimuti Dony, bagaimanapun Shinta dan Rama sudah Dony anggap sahabat terbaik, jadi kalau ada apa-apa dengan salah satu di antara mereka sangat disayangkan mengingat hubungan mereka yang tidak mudah juga.
Dony mengambil beberapa gambar terutama saat mereka tampak sangat mesra. Saat pria tampan itu mencium Shinta dan wajah Shinta yang sangat bahagia. Semua terekam dalam handphone Dony dalam foto dan video.
Dony memutuskan bertemu dengan Rama dalam waktu dekat. Tidak hari ini karena Son, putra Dony tengah sakit panas, barusan Mutia mengabari untuk cepat pulang.
Baru dua hari kemudian Dony sempat dan sekarang duduk bersama Rama di rumah Rama yang asri.
Rama tampak kaget dan tidak percaya, cuma hati terdalamnya terasa sangat pedih. Tampak sekali Shinta sangat bahagia padahal terakhir-terakhir saat mempersiapkan berbagai pernak-pernik untuk resepsi dia sangat marah dan kesal.
H-10 kenapa semua ini harus terungkap, Rama tidak bisa berpikir jernih apakah ini tanda dari Tuhan kalau Shinta bukan jodoh yang terbaik buat dirinya maka sebelum semuanya terlambat, H-10 ini lewat Dony sahabatnya diperlihatkan sebuah kebenaran.
***

Download Titik & Koma

* Available on iPhone, iPad and all Android devices