Kau Harus Bahagia

Reads
203
Votes
0
Parts
18
Vote
by Titikoma

4. Jadi Dia Jodohku? Double Whats?

Hidup tak selalu seperti apa yang kita inginkan. Sejak tiga tahun terakhir aku sangat mengingkan kisah cinta seperti tokoh-tokoh novel yang kubuat.
Mereka kisah cintanya berakhir bahagia bersama pangeran tampan yang bernama Arizal Ridwan Maulana. Kenyataannya kisah cintaku berakhir dengan sebuah perjodohan yang tidak aku inginkan.
Dari kecil sampai usia dua puluh dua tahun, aku selalu merasa Tuhan tidak adil kepadaku. Ketika aku mulai merasakan kebahagiaan, tiba-tiba Tuhan mengambil kebahagiaan itu dengan cepat.
Contohnya waktu SD, ketika aku sudah menemukan sahabat yang selalu ada di saat suka dan duka, tidak merasa hidup kesepian lagi, tiba-tiba Tuhan memisahkan aku dengan sahabatku itu. Kini lagi-lagi aku harus menukar kebahagiaanku sendiri untuk kebahagiaan mama.
Mama adalah satu-satunya orang yang aku sayangi, selalu ada untukku. Mungkin dengan cara inilah aku bisa sedikit membalas jasa mama selama ini. Arizal dulu pernah mengatakan, “Turutilah permintaan orang tuamu, karena orang tuamulah yang tahu apa yang kamu inginkan. Apa yang diperintahkan mereka akan bermanfaat di kemudian hari.”
Arizal hanya tinggal kenangan, tak mungkin jadi nyata lagi.
Rangkaian kata curahatan hati terdalam kutulis. Aku terbiasa berteman sepi dan sunyi teman curhatku selama tiga tahun terakhir adalah microsoft word. Karena hanya aku yang memakai komputer ini, sehingga rahasiaku tidak bocor ke mana-mana.
Tok…Tok…Tok...
Terdengar ketukan pintu. “Sayang, kamu lagi ada di dalam kamar kan? Boleh Mama masuk?”
“Masuk aja, Ma. Pintu nggak dikunci.”
Pintu terbuka lebar dan mama masuk ke kamar lalu duduk di sebelahku.
“Sayang, kamu lagi sibuk nggak?” tanya mama membuka pembicaraan.
“Hmm ya gitu deh. Emang kenapa Ma?”
“Kita ke kafe Banjar Nikmat sekarang yuk?!”
“Ngapain ke sana?”
“Menemui calon jodohmu.”
Aku menoleh ke arah mama.
“Calon jodoh yang akan dikenalkan oleh pak pengacara?” mataku melotot.
Mama mengangguk cepat. Aku mengernyitkan dahi memandang mama.
“Loh, bukannya tadi malam pak pengacara bilang bakal membawa anak sahabatnya itu ke rumah kita? Tapi kok sekarang kita disuruh menemui dia di Kafe Banjar Nikmat?”
Mama mengangkat bahu dan kedua tangan.
“Ya, nggak tahu deh apa alasan mereka meminta kita datang ke Kafe Banjar Nikmat. Tapi setelah Mama pikir-pikir, nggak ada salahnya sih kita ke sana, sekalian makan enak.”
“Aku males ah. Mama sendirian aja deh yang ke sana!”
“Yang mau dijodohin kan kamu, kok males ikut sih? Ayolah Sayang, kamu nggak mau kan kita jadi gembel? Cari jodoh zaman sekarang susah, apalagi cari jodoh hanya dalam waktu tiga puluh dua hari. Pak pengacara sudah baik hati mencarikan jodoh untukmu, ini kesempatan emas, jangan disia-siakan!” Mama sepertinya antusias tanpa memikirkan perasaanku yang sebenarnya hanya ingin berjodoh dengan Arizal.
Mendengar kata jadi gembel aku bergidik ngeri juga, makanya cepat-cepat aku mengklik tombol shut down pada layar untuk mematikan komputer.
“Ya deh, aku ikut ke kafe! Tapi aku ganti baju dulu, ya?”
Senyum mengembang terlihat di wajah mama. Mama langsung mencium keningku.
“Nah, gitu dong anak Mama yang paling cantik sedunia,” Mama kalau sudah permintaannya dituruti bisa saja memuji anaknya.
“Ya udah deh ganti baju dan dandan rapi. Mama tunggu di luar ya? Jangan lama-lama!” ujar mama. Setelah berkata demikian mama keluar dari kamarku.
Aku meraih tongkat yang selalu aku letakkan di sebelah meja komputer. Pelan-pelan berdiri lalu berjalan menuju lemari pakaian.
Di depan lemari aku bingung mau memakai baju apa untuk datang ke kafe. Setelah kupikir-pikir lebih baik aku memakai pakaian yang simple aja. Toh, orang yang ingin kutemui di kafe kan bukan orang yang kuinginkan. Ngapain memakai baju bagus segala?
Akhirnya aku mengambil satu kaos dan rok panjang yang berwarna serba pink. Semoga apa yang kupakai bisa membuat calon jodohku itu ill feel kepadaku sehingga perjodohan batal.
***
“Di dalam keramaian aku masih merasa sepi... sendiri memikirkan kamu… kau genggam hatiku dan kau tuliskan namaku.”
Lagu Dewa 19 berjudul Kosong mengalun indah di telingaku. Lagu itu saat ini dinyanyikan oleh pemain band asal Banjarbaru. Mereka pintar dalam memilih lagu. Lagu itu sama persis yang aku rasakan.
Aku berada di Kafe Banjar Nikmat, pengunjung kafe ini sangat banyak. Ada yang datang ke kafe ini untuk pacaran, ada yang hanya ingin nonton pemain band, atau bahkan hanya ingin hangout bareng teman. Meski kafe ini ramai, hatiku tetap sepi.
Merasa sepi karena memikirkan Arizal. Ya, lagi-lagi Arizal yang memenuhi pikiranku. Sampai detik ini aku belum bisa melupakannya, di manapun aku berada pasti teringat dia lagi.
Aku melirik jam yang melingkar di pergelangan tangan kiri. Ternyata jarum jam sudah menunjukkan pukul delapan malam, itu artinya aku sudah tiga puluh menit berada di kafe ini. Tapi orang yang kutunggu tak juga datang.
Menunggu memang menyebalkan! Coba kalau di rumah, dalam waktu tiga puluh menit menit pasti aku telah menghasilkan lima halaman untuk novel baru.
“Ma, kita pulang aja yuk! Dia nggak bakal datang,” ujarku pada mama.
“Sabar, Sayang! Bentar lagi mereka pasti datang,” bujuk mama memintaku bersabar.
“Semusim telah kulewati, telah kulalui tanpa dirimu...”
Lagu Marcell, Semusim mengalun indah di telepon genggam milik mama. Aku hafal betul lagu itu merupakan nada dering di telepon genggam mama. Dengan cepat mama menyambar telepon genggamnya, tak lama kemudian mama berdiri sambil melambaikan tangan kanannya.
“Selamat malam, maaf saya datang terlambat,” terdengar suara seorang pria yang suaranya sudah tak asing lagi di telingaku. Pucuk dicinta ulam pun tiba, syukurlah pak pengacara datang juga.
Aku menoleh ke samping, penasaran ingin melihat pak pengacara datang dengan siapa sih? Aku berharap pak pengacara datang bersama cowok cakep, berkulit putih, badan atletis dan cowok cakep itu adalah calon jodohku.
Tapi lagi-lagi kenyataan tidak seperti yang aku inginkan. Pak pengacara justru datang bersama pria cupu, berkacamata, rambutnya belah tengah, licin pula. Terus di pipinya ada lingkaran bulat hitam lumayan gede, orang-orang biasa menyebut lingkaran hitam itu tompel.
“Pria itu pasti asisten pribadi pak pengacara,” batinku.
“Oh ya, perkenalkan pria yang ada di sebelah saya ini bernama Nazriel Maulana. Dia adalah yang ingin saya jodohkan dengan Airin,” ujar pak pengacara seraya menyentuh pria cupu di sebelahnya.
“Jadi dia jodohku? Double whats?” teriakku shock.
Mendadak hatiku nyeri, kepalaku pusing, dan perlahan penglihatanku mulai mengabur. Dalam beberapa detik kemudian semuanya gelap.
Mungkin sudah saatnya aku pergi dari dunia ini. Lebih baik mati daripada harus menikah dengan pria cupu bin jelek.
Namanya sekilas seperti Arizal Ridwan Maulana-ku, tapi aduh, kenapa orangnya parah begini? Mama, maafkan aku tak bisa menepati janji untuk membahagiakanmu.

Download Titik & Koma

* Available on iPhone, iPad and all Android devices