Kau Harus Bahagia

Reads
196
Votes
0
Parts
18
Vote
by Titikoma

5. Akhirnya Aku Menemukannya

Sebuah nisan bertuliskan :
Arizal Ridwan Maulana
Bin
Ahmad Maulana
Lahir : 28 September 1991
Wafat : 11 Januari 2010
Mataku terpaku menatap batu nisan yang ada di depan. Tangan kiriku mengusap batu nisan dengan lembut, sedangkan tangan kananku menabur bunga di atas gundukan tanah.
Aku sekarang berada di makam Arizal, orang yang sangat aku sayangi dan berjasa untuk hidupku. Dia adalah adik kesayanganku, karena dia aku bertahan hidup sampai detik ini.
Aku dari lahir sudah menderita penyakit kanker hati, aku bisa sembuh jika ada orang yang mendonorkan hati untukku.
Empat tahun lalu Arizal meninggal karena kecelakaan mobil. Beberapa saat setelah turun dari pesawat, Arizal langsung berkeliling di Martapura, ingin segera menemukan cinta sejatinya.
Mobilnya dihantam sebuah truk yang supirnya ugal-ugalan.
Berada di makam Arizal membuatku teringat akan janji yang kuucapkan sebelum menghembuskan napas terakhirnya.
***
Tahun 2010…
Suasana di kamar pasien itu terasa senyap. Hanya terdengar bunyi jam yang berdetak dan alat-alat medis.
Pria itu tengah terbaring lemah di atas ranjang pasien. Kepalanya dibalut perban dan juga ditemani dengan selang infus serta alat-alat medis lainnya.
Ia bagaikan Pangeran Tidur yang sudah hampir seratus hari tetap setia mengatupkan kedua matanya.
Tittt… tittttt...
Alat pendeteksi jantung itu masih terus mengeluarkan bunyinya dengan garis melengkung-lengkung.
Arizal akibat kecelakaan hebat yang dialami, kini dia koma. Sepertinya pria itu belum siap bila malaikat maut mengambil nyawanya. Dan aku pun belum siap ditinggalkannya pergi untuk selamanya.
Melihat kondisi dia yang seperti itu, hatiku teriris pilu. Andaikan saja bisa, aku ingin menggantikan posisinya. Biarlah aku yang terbaring lemah di ranjang pasien itu asalkan ia sehat walafiat.
“Arizal, lo bangun dong! Gue kangen pengen berantem sama lo, canda tawa sama lo, dan kangen nasihat bijak lo,” ujarku berbisik di telinga pria itu.
Aku tahu dia lagi koma, tapi aku yakin ia bisa mendengar apa yang kuucapkan. Arizal adalah adik kesayanganku.
Tiba-tiba cairan bening keluar dari pelupuk mataku. Cairan bening itu mengenai daun telinga Arizal. Namun ketika aku hendak mengusap cairan bening di daun telinga Arizal, tiba-tiba aku melihat tangan Arizal bergerak.
Tak berapa lama mata Arizal terbuka. Alhamdulillah, air mataku membawa keberuntungan.
“Ma, Pa… Arizal sudah sadar!” teriakku membangunkan mama dan papa yang sedang tertidur pulas di sofa. Mendengar teriakanku, mereka langsung terbangun dan menghampiri ranjang Arizal.
“Alhamdulillah, kamu sudah sadar. Bentar Papa panggil dokter dulu!” ujar papa.
Namun tangan kanan Arizal menahan tangan papa.
“Pa, Ma… Arizal cuma sadar sebentar kok. Arizal sadar hanya ingin menyampaikan dua pesan penting, setelah itu Arizal akan pergi untuk selamanya,” ucap Arizal pelan.
Mama menggeleng. Air mata mama pun keluar begitu saja dengan deras.
“Kamu jangan bicara seperti itu, Sayang! Kamu pasti sembuh, kamu harus bertahan!”
“Gue setuju sama Mama, lo harus bertahan! Gue belum siap kehilangan lo,” sahutku mendukung perkataan mama.
“Mama, Papa dan Nazriel… kalian harus ikhlas melepas kepergianku. Oh ya, dua pesanku ada hubungannya dengan Nazriel.”
“Pesan apa?” tanyaku.
“Pesan penting yang pertama adalah jika jantung gue berhenti berdetak, gue ingin mendonorkan hati ke lo, gue ingin lo sembuh total. Dan kedua, tolong lo cari cinta sejati gue di Martapura! Jika sudah ketemu, cintai dia setulus hati lo seperti gue mencintainya selama ini.”
“Arizal, gue kan sudah bilang jangan ngomongin pesan dulu! Lo pasti sembuh.”
“Nggak Riel, bentar lagi gue mau pergi! Malaikat maut sudah menunggu untuk mencabut nyawa gue. Ayo, Riel… gue ingin lo janji sama gue melakukan dua pesan gue itu, biar gue bisa pergi dengan tenang,” pinta Arizal memohon.
“Oke, gue bakal melakukan apapun yang lo minta Zal, tapi lo harus sembuh dulu!” setelah mendengar janjiku, mata Arizal terpejam.
Tinnn….
Bunyi nyaring terdengar dari alat pendeteksi jantung. Aku melihat layar monitor itu, garis lurus yang terlihat di sana menandakan jantung Arizal telah berhenti berdetak.
Mama menekan tombol di dekat ranjang untuk memanggil dokter, sedangkan papa berlari keluar, mungkin memanggil dokter juga.
Beberapa menit kemudian papa kembali dengan membawa dokter. Dokter pun langsung memeriksa Arizal.
“Maaf, Bu… Arizal tak bisa diselamatkan lagi,” ujar dokter seraya menutup wajah Arizal dengan kain putih.
“Arizal, jangan tinggalin gue!” teriakku sekencang-kencangnya.
***
“Zal, lo apa kabar? Gue kangen banget sama lo. Oh ya, gue ke sini cuma mau bilang bahwa gue telah menemukan cinta sejati lo. Lo tenang saja, gue nggak akan jatuh cinta sama dia, gue cuma ingin menjalankan amanat lo,” ucapku berbicara di depan makam Arizal.
Dari dulu sampai sekarang, tempat curhat yang paling asyik adalah sama Arizal. Curhat dengan Arizal membuat hatiku jadi tenang.
Untung Arizal dimakamkan di Martapura, jadi aku nggak perlu bolak-balik ke Solo untuk mengunjunginya.
Meskipun sekarang aku tak bisa melihat Arizal, tapi aku yakin dia bisa melihatku. mendengar apa yang aku ucapkan. Jika ia ingin berbicara denganku, ia akan menemui lewat mimpi.
Sejak Arizal meninggal, aku memutuskan untuk menetap tinggal di Martapura, demi mencari cinta sejati Arizal.
Tiga tahun masa pencarianku untuk memenuhi amanat adikku, akhirnya kemarin aku menemukannya. Cinta sejatinya Arizal itu bernama Airin Septiana.
Airin gadis yang cantik, bibirnya manis, berambut pendek sebahu, tapi dia memiliki kekurangan pada kakinya.
Bagiku kekurangan itu tidak masalah, yang penting dia bisa dimiliki agar aku bisa menunaikan amanat Arizal.
Mamanya sudah menjodohkannya denganku, tapi sepertinya Si Airin susah menerima perjodohan ini. Dia orang yang sedikit kurang sopan. Buktinya ketika dia bertemu aku saja dia pingsan. Emang aku hantu?
“Zal, kalau bukan karena amanat lo, gue ogah dijodohin sama Airin,” kataku di depan makam Arizal.
Tapi sudahlah. Demi Arizal, aku akan melakukan apapun agar Airin mau menerima perjodohan ini. Aku rela merubah penampilanku agar Airin tidak langsung menemukan sosok Arizal yang memang tengah dicarinya.
Aku sengaja merubah tampilan menjadi cupu, biar sajalah agar Airin juga tidak jatuh cinta padaku karena wajahku ada kemiripan dengan Arizal. Tapi aku janji akan membuat dia bahagia. Itulah rencana yang aku buat.
Aku melirik jam yang melingkar di pergelangan tangan kananku, jarum jam sudah menunjukkan pukul lima sore.
Cukup lama juga aku curhat sama Arizal. Aku akan jenguk Airin yang pingsan dan kini sakit gara-gara perjodohan ini.
“Zal, gue pulang dulu ya? Gue mau nengokin cinta sejati lo di rumah sakit. Doain gue agar bisa naklukin hati dia,” ujarku berpamitan pada Arizal.
Sebelum melangkahkan kaki meninggalkan makam, aku terlebih dahulu berdoa agar Arizal tenang di alamnya.

Download Titik & Koma

* Available on iPhone, iPad and all Android devices