Kau Harus Bahagia

Reads
194
Votes
0
Parts
18
Vote
by Titikoma

13. Semakin Dekat Dengannya

Detik demi detik terus berlalu, tanpa terasa sudah tujuh bulan pasca kejadian bertengkar dengan Si Cupu. Tadinya aku kira dia bakal menceraikan aku, tapi nyatanya dia malah mempertahankan rumah tangga sandiwara ini.
Aku yang dulu sudah jauh berbeda dengan yang sekarang. Karierku kini semakin menanjak, aku melakukan tiga profesi sekaligus: jadi penulis novel, editor penerbitan dan marketing. Kadang-kadang aku juga ke hotel papa untuk mengontrol kerja anak buah. Walaupun banyaknya pekerjaan, namun aku tak merasa terbebani. Aku merasa enjoy menjalaninya. Semua itu karena aku melakukannya dengan cinta.
Di balik kesuksesanku sekarang, tentunya ada orang yang berjasa. Orang yang berjasa itu tak lain dan tak bukan adalah Mas Ata.
Mas Ata memutuskan aku untuk pindah ke devisi editor karena memang bakatku di sana. Pekerjaan kasir aku tinggalkan, terlebih lagi aku dimusuhi beberapa rekan kasir yang menganggap aku lamban dalam melayani.
Menjadi editor adalah pekerjaan yang aku damba.
Tiba-tiba di depanku ada Mas Ata. “Hay, gimana betah nggak kerja di devisi editing? lebih enjoy kan?”
“Hmm asyik. Meskipun aku editor, tapi juga diperbolehkan melihat proses buku sampai ke pembeli. Mas Ata ini menyenangkan, apalagi tadi ada yang membeli novelku. Ini pertama kali aku melihat langsung novelku dibeli.”
“Wah selamat ya. Oh ya, novel kamu sudah ada berapa di toko buku ?” tanya Mas Ata antusias.
“Sudah ada lima, Mas. Tapi yang tunggal baru dua, dan tiga novel keroyokan. Sekarang aku tengah garap novel Metropop,” kataku tak kalah antusias.
“Kereeen Airin. Entah kenapa dari dulu aku suka dengan para penulis. Terutama penulis-penulis yang produktif dan terus mencari tema-tema menarik untuk dijual. Makanya sekarang kamu jadi editor berarti novel selanjutnya harus lebih bagus dari lima novel sebelumnya.”
Ya ampun, aku merasa melayang mendapat pujian dan perlakuan Mas Ata yang istimewa ini. Walau baru kata-kata, tapi rasanya hati ini selangit deh!
Mas Ata melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya.
“Udah jam 12.00, makan yuk?! Kamu sebenarnya Minggu nggak usah masuk. Jam kerja kamu kan Senin sampai Sabtu. Itu juga di kantor, bukan di toko lagi,” Mas Ata menerangkan hal yang sebenarnya aku sudah paham.
Tapi memang hari Minggu aku ingin sekali ke toko buku, apalagi Si Cupu ada di rumah, kalau dia di rumah mendingan aku yang kabur.
Tiba-tiba aku punya pemikiran briliant. Si Cupu sepertinya masih banyak waktu kosong. Gimana kalau dia aku serahin juga tanggung jawab hotel dan restoran papa, biar dia nggak mikirin perkawinan ini.
Ya ampun Airin, kamu memang sangat pintar. Aku yakin Si Cupu akan menuruti kemauan aku ini. Dan aku mau kok berbagi laba, daripada aku harus bertanggung jawab sendiri mengurus hotel dan restoran. Lagipula Si Cupu tampak cerdas masalah bisnis dibandingkan aku.
Yes! Aku gembira dapat ide bagus ini. Si Cupu pasti tidak punya banyak waktu di rumah, sekalipun itu hari Minggu. Dan aku bisa bekerja di Arga dengan maksimal.
Airin, akhirnya kamu bisa menjadi editor di sebuah penerbitan. Aku sangat bersyukur. Dari kerja menjadi kasir yang cuma sebulan, tiba-tiba Mas Ata memindahtugaskan jadi editor karena aku dianggap lebih cocok dengan pekerjaan ini. Walaupun jadi kasir, aku senang. Kini aku cukup bersyukur meskipun masih jadi editor junior, tapi aku sungguh enjoy daripada harus jadi direktur di kantor papa aku bingung apa yang harus aku lakukan. Cita-cita yang tadinya hanya terpendam dan tidak bisa terealisasi, sekarang sudah menjadi kenyataan. Bekerja dekat dengan buku-buku.
Perasaan aku baru beberapa menit di sini, ternyata sudah masuk waktu makan siang. Jika melakukan sebuah pekerjaan yang disukai, maka waktu akan terasa cepat sekali berlalu.
Sekarang aku sudah mengekor Mas Ata menuju salah satu stand makanan yang ada di food courts.
Bahagianya aku bisa berbincang lepas dengannya yang tidak sekalipun memandang aku sebagai cewek cacat. Malah sebaliknya, dia memperlakukan aku sangat istimewa dan hati-hati.
Ada apa dengan Mas Ata? Aku jadi penasaran untuk semakin dekat dengannya. Walau ada yang mengganjal dalam hatiku karena pasti dia bukan lagi pria lajang, mengingat usianya yang sudah empat puluh dua.

Download Titik & Koma

* Available on iPhone, iPad and all Android devices