dengan ini saya terima nikahnya
Dengan Ini Saya Terima Nikahnya

Dengan Ini Saya Terima Nikahnya

Reads
191
Votes
0
Parts
15
Vote
by Titikoma

13. After Credit

Erik Pradana Rahadian
Satu tahun empat bulan, awal tahun pertama aku tinggal di luar negeri. Berpisah dengan Dara adalah hal yang paling menyebalkan. Tapi aku tidak bisa apa-apa. Tugas perusahaan memaksaku pergi. Kuusahakan semua cara untuk terhubung dengan Dara.
Sampai kejadian itu datang…
Di pagi yang cerah, seperti biasanya, kukemudikan mobil menuju perusahaan. Aku lupa musim apa di sana. Yang kutahu, matahari bersinar cerah dan hangat. Kurasa hari akan berjalan lancar seperti biasanya. Kendaraan berhenti saat lampu merah. Sekeliling jalanan tampak ramai lancar. Saat lampu berubah hijau, kutekan pedal gas. Namun tiba-tiba ada yang menghantam mobilku begitu keras dari sisi kanan. Mobilku terseret beberapa ratus meter dari perempatan. Saat itu, semuanya menjadi gelap.
Entah berapa lama aku tertidur. Perlahan kubuka mata. Kulihat dinding putih, peralatan medis yang terpasang di badanku serta beberapa orang tertidur menungguku. Badanku lemas dan kepalaku sakit. Kupaksa menggerakkan otot tubuhku, apa saja, untuk memberi isyarat kalau aku sudah bangun. Namun sia-sia. Sampai lima belas menit kemudian, seorang suster datang untuk memeriksa kondisiku. Dia kaget saat melihatku bangun. Segera dia keluar memanggil dokter.
Dokter mengatakan aku mengalami kecelakaan mobil. Beruntung aku selamat. Segera sehari setelah kecelakaan, perusahaan membawaku kembali ke Indonesia. Dokter bilang batang kepalaku terbentur. Kemudian dokter menanyakanku beberapa pertanyaan dasar–siapa namaku, di mana aku tinggal, siapa nama anggota keluargaku. Tapi nihil. Aku sama sekali tidak ingat.
Dua tahun lamanya aku menjalani pemulihan. Serangkaian terapi dan konsultasi psikologis kujalani. Keluargaku selalu menemani dan pelan-pelan mencoba mengingatkanku dengan kenangan-kenangan. Mereka membawa foto dan menunjukkannya padaku dengan harapan ingatanku kembali pulih. Sedikit demi sedikit perkembangan kesembuhanku mulai membaik. Meski begitu, aku belum bisa mengingat seutuhnya. Setiap aku memaksa untuk mengingat, kepalaku semakin sakit. Semua memori muncul serupa kepingan puzzle. Acak dan membingungkan.
Sudah menginjak tiga tahun dan aku masih berusaha mengingat semuanya. Semua teman sekantor, kolega, sahabat menjengukku dan memberi semangat. Mereka pun membantu mengembalikan ingatanku dengan menceritakan peristiwa yang pernah terjadi sambil menunjukkan beberapa foto. Sampai ada satu foto yang membuatku lambat laun berhasil mengingat semuanya. Ya, foto acara perusahaan.
Di foto itu aku terlihat bersanding dengan seorang wanita. Saat kutanya siapa itu, teman kantorku bilang kalau dia adalah pacarku. Benarkah? Entah bagaimana, satu per satu potongan ingatanku mulai menyatu. Aku mulai bisa mengembalikan kesadaranku, termasuk sosok wanita itu. Aku tersadar kenapa selama ini tidak ada satupun anggota keluargaku yang menceritakan sosok ini. Karena, aku belum mengenalkannya pada mereka sehingga tidak ada jejak darinya.
Waktu terus berjalan sampai menuju tiga tahun setengah sejak kejadian kecelakaan itu. Dokter mengatakan perkembanganku melesat cepat. Aku yakin mungkin ini berkat foto perayaan perusahaan yang dibawakan oleh temanku. Sedikit demi sedikit ingatanku mulai sempurna. Aku bisa mengingat semuanya. Keluargaku, temanku, kantorku, kenangan kebersamaan, termasuk wanita yang mulai kuingat namanya–Dara.
Empat tahun sudah. Aku dinyatakan sembuh dari amnesia. Begitu juga dengan kesehatan badanku. Aku sudah bisa kembali bekerja meski belum bisa dibebani dengan pekerjaan berat. Aku bahagia. Dan yang lebih bahagianya lagi, aku bisa bertemu dengan Dara.
Di hari itu, cuaca begitu hangat. Kukemudikan mobilku menuju kantor Dara. Aku sampai di sana saat jam istirahat. Hanya sebentar sampai mataku melihat Dara sedang istirahat di coffee shop. Segera aku berjalan menghampirinya, ingin memberi kejutan. Saat Dara melihatku, ada rasa bahagia, tapi itu tak lama, karena setelahnya Dara menangis dan berlari meninggalkanku. Ada apa ini?
Kucoba menghubungi terus menerus selama satu bulan. Namun tidak ada jawaban. Kucoba menunggu dari seberang kantornya berharap bisa bertemu dengannya. Namun tidak bisa. Sampai akhirnya aku bertemu Deni. Dia mengajakku ke coffee shop. Kami saling bertanya satu sama lain. Tentu saja kusembunyikan bagian kecelakaan itu. Aku hanya ingin membagi kisah yang satu itu dengan Dara saja. Namun Deni hanya berpesan padaku untuk tidak perlu mengkhawatirkan Dara karena kondisinya sekarang sudah berubah.
Apa maksudnya? Apa dia sudah bersama yang lain? Kapan?
Aku terus menghubungi Dara. Meminta penjelasan. Sampai akhirnya dia mengangkat teleponku. Kami bertemu di Eatboss Aceh dan menunggu. Saat dia datang, wajahnya masih sama–cantik. Namun semuanya berubah saat kulihat cincin bertengger di jari manis kirinya. Mataku mendadak panas. Itukah cincin pernikahan?
Hari itu, pupus sudah harapanku. Dara lebih memilih suaminya. Meski aku memohon. Dara tetap bergeming. Aku tahu, masih ada setitik rasa untukku di hatinya. Tapi, apa daya. Meski perih, aku hanya ingin melihat Dara bahagia. Aku meminta Dara meninggalkanku. Air mataku terus menetes mencoba merelakan Dara untuk orang lain. Setelah kesembuhanku dan asaku memiliki Dara, dia bukan jodohku.
Aku kembali menangis, bahkan sesampainya di rumah. Andai saja kecelakaan itu tidak terjadi, maka akulah yang menjadi suaminya. Menyalahkan semuanya. Bagiku ini terlalu sakit. Butuh waktu beberapa bulan untukku menghapus semua kenangan bersamanya. Keluar dari hidupnya. Menghilang demi kebahagiaannya. Dan memutus semua yang berhubungan tentangnya.
Dan sampai saat ini, Dara tidak tahu alasan di balik menghilangnya diriku selama hampir empat tahun.

Download Titik & Koma

* Available on iPhone, iPad and all Android devices