Cinta Satu Paket

Reads
99
Votes
0
Parts
13
Vote
by Titikoma

Balas Dendam

Rasa ini tidak ada yang paham... Renata melihat wajahnya yang masih belia dan cantik. Rambutnya sudah disemir agak merah dan tadi sore sempat menge-blow rambutnya yang sebahu agar tampak rapi. Malam ini Renata akan menjadi penyanyi di sebuah restoran sea food yang mengadakan ulang tahun ke tiga restorannya berdiri. Kebetulan manajer restoran sea food Bintang mengenalnya yang tanpa sengaja ketika melihat Renata tampil sebagai bintang tamu menyanyi di acara ulang tahun anak-anak di sebuah restoran cepat saji seminggu lalu. Pak Fadlan langsung menawarkan Renata sebagai penyanyi di acara restoran tempat dia bekerja. Kebetulan dia manajernya dan menjadi bagian acara. Setelah melahirkan, Renata tidak berubah banyak tubuhnya yang tetap ramping. Bahkan sedikit berisi dan wajahnya tetap memancarkan kecantikan. Wajahnya yang ayu, hidung mancung, bibir tipis, dan mata yang bulat bersinar. Tubuhnya tidak terlalu tinggi tapi mungil, didukung suara yang merdu adalah modal yang cukup berpotensi untuk terjun di dunia entertainment.  “Mulai malam ini akan aku buktikan kalau Renata bukan wanita bodoh seperti kemarin-kemarin yang terlalu gampang jatuh ke tangan pelukan cowok brengsek macam Dito!” Ada dendam dalam hati Renata untuk menaklukkan laki-laki yang harus bisa memberikan kepuasan duniawi yang menjadi dambaan Renata dari kecil. Sebuah lagu Lionel Richie, Endless Love melantun merdu, “My love, There’s only you in my life... The only thing that’s bright ... My first love, You’re every breath that ... I take ... You’re every step ... I make And I ... I want to share All my love with you. No one else will do...” Rehat sejenak, Renata mengambil minuman soft drink. Renata tahu laki-laki yang mendekatnya sekarang pasti terpesona dengan kecantikan dan suaranya yang merdu. “Hai… boleh berkenalan?” sapanya ramah. Lelaki yang sepertinya berjarak cukup banyak tampak matang dan ganteng. Tapi setelah semakin diperhatikan semakin menarik. “Suara kamu bagus dan tadi lagu barusan Endless Love adalah lagu favoritku dan mantan istriku. Kami menikah dengan cinta yang besar, tapi sayang semakin kemari cinta kami entah hilang ke mana. Aku sangat memujanya, dia adalah wanita karier dan aku sebagai pembicara perencana keuangan memang tidak bisa selalu memperhatikan dirinya. Aku kerap diundang ke berbagai tempat di dalam dan di luar untuk menjelaskan tentang keuangan. Kamu tidak kenal aku?” Renata menggelengkan kepala, jujur dia tidak tahu dengan siapa dia bicara. “Nggak apa-apa, ini kartu namaku dan coba kamu searching di internet siapa aku!” “Oh ya nomor telepon kamu berapa? Aku sering diminta mengisi acara dan ada permintaan untuk mengundang penyanyi. Penampilan kamu yang bersahaja tapi hmm… keren, akan aku rekomendasikan nanti bila ada yang mempunyai event dan butuh penyanyi. Renata menyebutkan nomor telepon genggamnya dan menerima kartu  nama Pak Rama yang berlabel financial planners. Tiba-tiba Renata menepuk jidat. ”Ya ampun tadi tuh Rama Firmansyah, ahli keuangan yang mengisi di Stasiun Televisi Mahardika. Ya ampun aku ingat! Iiih bodohnya aku yang tidak mengenalnya.” Tapi Renata tidak bisa berlama-lama meratapi kebodohannya, sebentar lagi dia masih ada dua lagu yang harus dinyanyikan. Lagu terakhir Celine Dion_My Herats Will Go On, “Every night in my dreams ... I see you ... I feel you ... That is how I know you go on ... Far across the distance ... And spaces between us ... You have come to show you go on. Near, far, wherever you are ... I believe that the heart does go on ... Once more you open the door ... And you’re here in my heart ... And my heart will go on and on.” Renata tengak-tengok mencari Pak Rama Firmansyah tapi sosoknya sudah tidak ada. Yang muncul Pak Fadlan, sang manajer restoran sea food Bintang tersenyum puas dengan penampilan Renata. “Terima kasih Rena, tampilan kamu sangat memukau, sepertinya bos aku tertarik mempekerjakan kamu untuk week end sebagai penyanyi tetap. Masalah pembayaran langsung kok! Habis manggung kita siapkan. Gimana, kamu terima?” Renata tidak perlu berpikir banyak, dia memang sangat butuh pekerjaan agar menghasilkan uang untuk biaya hidup dirinya, ibunda, dan Nathan.  Renata beranjak merapikan kosmetik di kamar ganti, tiba-tiba Pak Fadlan muncul dengan amplop di tangan. “Rena ini amplop dari bos saya dan terimalah... eehhh... satu lagi ini tambahan dari saya pribadi karena... karena kamu tampil sangat bagus! Dan... Rena saya suka sekali dengan kamu sejak awal lihat kamu tampil menyanyi bersama anak-anak di acara ulang tahun anak sahabatku.” Renata agak bingung dengan perubahan sikap Pak Fadlan yang dirasa aneh. Tapi Rena bukan anak kecil lagi yang harus paham meraba-raba apa keinginan pria terhadap dirinya. “Ehem… apa yang harus saya perbuat agar uang di satu amplop pemberian Pak Fadlan berpindah ke dalam tas saya?” Rena menatap tajam setengah menggoda dan Pak Fadlan yang tadinya malu-malu jadi berubah tersenyum sumringah. “Aku hanya ingin kamu menjadi teman bicara saat aku capek dan penat yang membuat aku bosan akan rumahku bahkan istriku sendiri Rena,” Pak Fadlan tanpa malu-malu lagi mengutarakan isi hatinya. Dalam hati Rena berbisik, “Sialan, memang tidak ada yang gratis di dunia ini , baiklah let’s play palyboy!” “Baiklah hanya menemani, tidak lebih!” Renata mempertegas. “Deal?” Renata menantang Pak Fadlan agak tergagap tapi tak urung berkata,”Deal” Dalam otaknya masih berputar-putar meyakinkan diri, memang hanya teman berbicara dan tidak lebih? Tak urung Pak Fadlan berhasil mencium Renata ketika mengantar pulang dengan sedannya. Saat Renata sampai di jalanan sebelum gang masuk rumahnya, terang-terangan Pak Fadlan minta dicium pipi kiri dan kanan. “Cup... cup” sebuah kecupan pipi untuk beberapa ratus ribu dalam amplop yang sudah berpindah ke tas tangan Renata. Renata lega bundanya tidak melihat dia dianter Pak Fadlan yang bersikeras mengantar sampai depan rumah tapi Renata tolak. Cukup di jalan utama sebelum masuk gang rumahnya. Bagaimanapun Renata ingin menjaga perasaan bundanya, apapun cara dia mencari uang kalau memang tidak baik biar hanya dirinya yang tahu. Yang penting bunda tahu beres kalau dia cari uang halal. Renata tersenyum senang bayaran dari menyanyi tidak lebih besar dari uang pribadi yang dikeluarkan Pak Fadlan untuk sebuah kecupan. “Laki-laki di manapun sama! Brengsek! Maunya yang bening-bening saja... padahal di rumah istrinya sudah sabar menunggu dan memberikan kepercayaan, tapi seenaknya sendiri mereka memanfaatkan! Tapi sudahlah semua akan ada balasannya dan seperti aku yang tengah membalas satu per satu cowok yang mereka pikir semua hati wanita bisa dipermainkan!” Renata bicara sendiri dan setelah mandi lalu menuju kamar Bunda Nurul, Nathan nampak nyenyak bobo bersama bundanya. Nathan sudah berumur tiga bulan dan tidak mendapat ASI karena rasa tidak percaya diri dan sempat babby blues syndrom melandanya. Sebuah susu botol disodorkan pada bibir mungil Nathan yang langsung mengecapnya dengan lapar. Bunda Nurul tahu kalau putrinya baru pulng kerja. “Gimana Rena acara nyanyinya?” Bu Nurul selalu menanyakan hasil akhirnya setiap Renata manggung. “Baik Bunda, yah lumayan bayarannya bisa untuk beli beras seminggu,” Renata tersenyum tipis. “Alhamdulillah yang penting uang halal Sayang, nggak usah terlalu melihat ke atas. Bunda sudah cukup bahagia sekarang dekat kamu dan Nathan. Nathan juga nggak rewel. Habis minum susu tadi langsung bobo.” Renata tersenyum dan mencoba membuat bundanya senyaman mungkin memercayai kalau dirinya tidak macam-macam dan melakukan aktivitas sesuai keinginan bundanya. Rasa lelah terbayar saat melihat Nathan tersenyum dalam tidurnya dan satu kotak susu formula sudah dimasukkan Renata dalam almari dapur tempat menyimpan berbagai ransum.  Kalau tidak ada panggilan nyanyi, sehari-hari Renata membantu ibundanya di warung sambil menjaga Nathan, tapi Sabtu dan Minggu malam menjadi penyanyi restoran sea food Bintang. Setelah menyanyi, Renata mempunyai tugas menemani Pak Fadlan ngobrol atau jalan. Bagi Renata ini menyenangkan bila jalan dengan Pak Fadlan maka kesempatan untuk bisa membeli berbagai kebutuhan rumah yang habis, dan baju-baju buat dirinya, ibunda, dan Nathan. Pak Fadlan juga tidak meminta macam-macam, hanya minta ditemani saat ngobrol dan jalan, sesekali hanya cipika cipiki. Dan Renata merasa aman dan nyaman. Sudah tiga bulan berjalan kedekatan dengan Pak Fadlan, sebenarnya tidak enak juga kalau terus-terusan mengandalkan Pak Fadlan. Renata tengah menyuapi Nathan yang mulai memakan bubur halus karena sudah memasuki usia tujuh bulan. Dan tiba-tiba sebuah nomor asing masuk ke hp-nya. “Halo Cantik apa kabar? Kamu sombong sekali tidak mengontak saya sama sekali. Kamu sudah tahu siapa saya kan? Sudah menemukan profil saya dari Google?” suara berat dari seberang terdengar sedikit sombong. Sebenarnya Renata tahu kalau barusan adalah Rama Firmansyah, tapi jelas Renata sudah tahu trik membuat pria penasaran dengan jual mahal dan sok gak kenal akan membuat mereka lebih mengejar. Renata jelas sengaja tidak mau menghubungi terlebih dahulu karena akan nampak dirinya gampangan. Renata belajar untuk mulai bisa menjebak kaum lelaki yang tentu saja berduit. Karena memang tujuan utama adalah menguras uang dan bisa memenuhi kebutuhan dan membahagiakan orang-orang yang sekarang dicintainya, bunda dan Nathan. Demi mereka, Renata akan melakukan apa saja, pokoknya dirinya ingin segera punya rumah dan pindah dari lingkup yang sangat sumpek sekarang. “Maaf ini siapa ya?” Renata berusaha sopan untuk pura-pura tidak tahu kalau dia sedang bicara dengan Rama Firmansyah si perencana keuangan. “Ya ampun Renata cantik... sangat sedih dan patah hati kamu tidak menganggap aku dalam daftar orang yang berkenan di hati kamu. Ya ya ya aku maklum pasti banyak pria-pria di luar sana yang menarik di hati kamu  ya?” nada suara Pak Rama bernada sedih. “Oh iyaa Pak Rama Firmansyah, tentu saya ingat. Maaf Pak, yah maklum saya kerja serabutan jadi tidak sempat menghubungi Bapak. Sekali lagi maaf,” Renata merendahkan diri untuk memancing rasa belas kasih Pak Rama. “Hmmm kasihan kamu Cantik, kamu sudah menikah belum?” Pak Rama bertanya langsung spesifik status. “Saya baru saja bercerai dan punya bayi usia enam bulan. Sekarang saya hidup bersama bunda dan putra saya, makanya saya harus bekerja keras. Untuk lulusan SMU seperti saya sangat susah Pak dapat pekerjaan. Satusatunya keahlian saya menyanyi dan beruntung Pak Fadlan, manajer resto sea food Bintang mempekerjakan saya Sabtu dan Minggu untuk mengisi di restorannya sebagai penyanyi tetap. “Aduh, hmmm kapan kita bisa ketemu? Aku akan carikan kerjaan yang pas buat kamu sehari-hari beraktivitas dan bisa dapat gaji bulanan tapi Sabtu dan Minggu kamu tetap bisa menjadi penyanyi. Aku tahu menyanyi sepertinya menjadi bagian hidup kamu yang penting. Iya kan Renata?” Pak Rama mencoba bersikap bijaksana. “Wah terima kasih Pak Rama, sepertinya ini tawaran yang sangat menarik. Kebetulan Senin sampai Jumat saya nggak ada job nyayi, lagi sepi banget nih Pak,” kata Renata yang merasa senang akan ada pekerjaan buat dirinya. Renata mengelus kepala Nathan pelan-pelan, “Demi kamu dan Bunda Nak, Mama akan kerja keras, apa pun itu! Dan Mama janji tak akan kejebak dengan laki-laki yang hanya menginginkan fisik Mama. Sebaliknya Mama akan balas dendam satu per satu pria yang berduit dan membalas kekalahan kemarin dengan Dito yang tak lebih dari parasit!” Kegagalan perkawinan dan tekanan yang dibuat Dito sepertinya membuat trauma tersendiri dan dendam yang akan Renata mulai lagi setelah Pak Fadlan yang hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari semata dengan uang tambahannya, setelah Renata mau mendengarkan keluh kesahnya.  Renata memakai kaos katun bergambar Dessy Donald putih dan jeans ketat, menampakkan kebeliaan umurnya. Pak Rama tertegun dengan gadis yang tiga bulan lalu ditemuinya tampak sangat dewasa karena baju dan make up saat tampil menyanyi. Dan sekarang dengan wajah natural tampak masih belia. Tidak percaya kalau sudah punya anak bayi. “Pak Rama ada yang salah ya dengan penampilan saya?” Renata mencoba menebak melihat Pak Rama yang terlihat mengagumi dirinya. “Wah iya pangling. Ayo duduk, kamu mau pesan apa?” “Green tea late hangat yang tall saja.” Pak Rama berdiri dan memesan green tea late di kedai Starbucks mal Cibubur Junction. “Begini Rena, dari pertama melihat kamu menyanyi saya sangat tertarik dan jujur saya suka kamu. Saya tidak peduli status kamu yang baru saja menjadi janda dan sudah mempunyai putra. Bahkan saya sangat terkesan kamu berjuang menghidupi diri kamu, bunda dan putra kamu sendiri. Saya salut! Kalau kamu bersedia saya punya bisnis karaoke dan kita butuh tenaga administrasinya, jadi tenang kamu tidak perlu bekerja sampai malam kok. Jam kerja kamu pukul 09.00 sampai 18.00 mengurusi berbagai pembukuan sederhana, kamu dari jurusan IPS kan jadi sedikit tahu tentang akuntansi pastinya.” “Iya Pak, saya bisa kok dan saya akan belajar,” Renata tersenyum senang, ternyata dia mendapat pekerjaan tetap yang fleksibel, maklum owner-nya Pak Rama yang sepertinya memang menyukai dirinya. “Renata ayo kita jalan-jalan, kalau kamu perlu apa-apa jangan sungkan ya, mumpung lagi di mal kita sekalian belanja untuk kebutuhan sehari-hari,” Pak Rama tanpa canggung menggandeng Renata. Beberapa mata memperhatikan, Renata maklum kalau Pak Rama memang bisa disebut jajaran selebritis karena dia juga kerap muncul di infotainment. Renata baru yakin kalau dia tengah bersama bukan sembarang orang. Otaknya berputar cepat, untuk pertama kali jalan dia tidak mau meminta macam-macam, cukup sewajarnya. “Pelan tapi pasti aku akan meminta apapun dari lelaki kaya ini...” bisik hati Renata membiarkan tangannya digenggam hangat Pak Rama.  Pak Rama pulang mengantar Renata. Dan entah kenapa untuk Pak Rama, Renata mengizinkan mengantar sampai rumah melewati gang sempit. Bundanya kembali menatap penuh curiga, tapi sikap ramah Pak Rama dan bersahaja membuat Bunda Nurul tersenyum hangat. Sepertinya pria yang tampak matang ini bukan type pria yang suka memainkan cewek. Entah kenapa Bunda Nurul malah menawari secangkir teh hangat yang langsung dihidangkan sendiri dengan pisang goreng tepung. “Wah enak sekali, sudah lama saya tidak merasakan suasana rumah yang hangat. Jujur ini mengingatkan saya sewaktu kedua orang tua saya masih hidup. Mama saya selalu menyempatkan membuat kudapan dari pisang goreng, ubi goreng dan kacang goreng atau juga rebus-rebusan. Pokoknya almarhum Mama kreatif.” Dan Renata merasa lega Bunda Nurul tidak menentang seperti saat jalan dengan Dito, mungkin saja bunda sudah percaya kalau dirinya sudah berpengalaman dan tidak akan kejebak untuk kedua kalinya. Suasana terasa hangat saat Bunda Nurul menanyakan status Pak Rama dan dengan jujur Pak Rama bercerita kalau dirinya sudah duda tanpa anak. Menikah empat tahun tapi tidak dikaruniai keturunan. Tanpa sengaja tahu kalau istrinya selingkuh dengan pacar lamanya, karena kesibukan jadi pembicara membuat Pak Rama tidak sepenuhnya bisa memperhatikan terus menerus. Istrinya semakin kesepian tanpa anak dan kurang perhatian. Renata dan Bunda Nurul mengangguk-anggukan kepala mencoba paham. Tapi nampaknya Bunda Nurul tidak mempermasalahkan status yang sekarang melekat. “Mas Rama… buat Bunda yang penting adalah niat yang baik, Bunda berharap Renata tidak mengalami kegagalan seperti kemarin. Kalau mau serius Bunda pasti setuju.” “Bunda apaan sih... aku dan Pak Rama baru saja kenal...” Renata purapura memelototkan mata pada bundanya. “Ssst… kalau nggak keberatan panggil aku Mas Rama saja ya Rena, aku  bukan bapak-bapak lagi dan wajahku juga masih cocok dipanggil Mas kan?” Pak Rama tersenyum penuh keakraban. Dan disambut dengan senyum Rena yang tercantik. Tapi tetap saja Rena belum pernah bisa percaya pada lelaki karena dalam hatinya yang dibutuhkan bukan cinta semata, tapi cinta yang bertabur materi seperti misinya balas dendam dengan setiap kaum pria yang menyukainya untuk meraup materi sebanyak-banyaknya. “Hmmm kita lihat saja nanti Mas Rama, kalau kamu mau mengucurkan banyak rupiah banyak maka aku pasti akan membuat kamu lelaki bahagia. Tapi kalau tidak… hmmm jangan harap!” 


Download Titik & Koma

* Available on iPhone, iPad and all Android devices